Ketika musim kemarau datang di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Maros, orang-orang di sana tahu betul betapa sulitnya mendapatkan air bersih.
Sumur-sumur mulai mengering, sungai tidak lagi mengalir, dan sumber air semakin menipis. Tapi, di tengah krisis ini, ada juga yang melihatnya sebagai kesempatan untuk bertahan hidup, bahkan mencari nafkah.
Salah satu dari mereka adalah Pak Sangkala, seorang pedagang air yang menggunakan mobil tangki untuk menjual air bersih kepada warga.
Meningkatnya Permintaan Air Saat Kemarau
Selama musim kemarau, permintaan air bersih melonjak tajam. Ini bukan lagi hal yang mengejutkan di daerah yang sangat bergantung pada sumber air alami seperti sumur atau sungai.
Di Maros, terutama di wilayah pesisir seperti Bontoa dan Lau, warga sangat kesulitan mendapatkan air bersih. Nah, di sinilah peran para pedagang air seperti Sangkala dan Herman menjadi sangat penting.
Mengutip dari Detik, Pak Sangkala yang sudah lima tahun berjualan air, bisa mendapatkan Rp 600 ribu sehari hanya dengan menjual air menggunakan mobil tangki berkapasitas 4.000 liter.
Ia biasanya menjual air dengan harga antara Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu, tergantung jarak pengirimannya.
Sementara itu, Herman, yang menggunakan mobil pick-up dengan tandon, juga meraup keuntungan dari tingginya permintaan, meski dengan skala yang lebih kecil.
Kemarau, Peluang atau Masalah?
Sebenarnya, ada dua sisi dari fenomena ini.
Bagi pedagang air seperti Sangkala dan Herman, kemarau adalah peluang emas. Mereka bisa menjual hingga empat hingga lima tangki air setiap hari, terutama di daerah-daerah yang tidak punya sumber air tetap.