Pernahkah Anda merasa bahwa meski pendapatan bulanan tetap, tetapi akhir-akhir ini dompet terasa lebih cepat kosong?
Penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia pada September 2024 seolah memberikan angin segar bagi perekonomian.
Biaya pinjaman menjadi lebih murah, dan kesempatan untuk berbelanja semakin terbuka lebar.
Namun, di balik kabar baik ini, ada fenomena yang perlu kita cermati bersama.
Apakah penurunan suku bunga ini benar-benar memberikan "ruang bernapas" bagi kelas menengah?
Atau justru menjadi perangkap manis yang menyulitkan mereka di kemudian hari?
Kelas menengah terjebak dalam siklus hutang yang semakin besar
Penurunan suku bunga seharusnya menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, menurut Asia Times, hutang rumah tangga kelas menengah terus meningkat dengan pertumbuhan kredit konsumen naik 7,5% year-on-year pada tahun 2023, sementara pertumbuhan pendapatan hanya sekitar 5,1%.
Akses yang lebih mudah ke kredit, terutama melalui platform pinjaman peer-to-peer (P2P), mendorong banyak orang untuk mengambil hutang demi konsumsi sehari-hari.
Situasi ini menciptakan siklus hutang yang semakin sulit diputus.
Kelas menengah yang sebelumnya memiliki kapasitas untuk menabung kini terjebak dalam kewajiban membayar cicilan.