Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kita sering lupa bahwa ancaman terbesar bagi generasi penerus bangsa bisa jadi bersembunyi di balik benda-benda yang kita anggap paling tidak berbahaya.
Siapa sangka, botol susu plastik yang kita berikan pada bayi kita dengan penuh kasih sayang, atau mainan plastik yang membuat mereka tertawa riang, bisa menjadi bom waktu bagi kesehatan dan perkembangan mereka?
Sebuah studi yang dilakukan oleh Merced-Nieves et al. (2021) mengungkap fakta yang mengejutkan: paparan ftalat prenatal berkorelasi dengan penurunan kecepatan pemrosesan informasi visual pada bayi, terutama pada bayi laki-laki.
Bayangkan, bahkan sebelum mereka lahir, anak-anak kita sudah terpapar racun yang bisa mempengaruhi perkembangan kognitif mereka. Ini bukan lagi masalah "jika", tapi "seberapa parah".
Namun, jangan terburu-buru menyalahkan ibu hamil.
Ftalat, bahan kimia industri yang digunakan untuk membuat plastik lebih fleksibel, ada di mana-mana. Dari wadah makanan hingga kosmetik, dari mainan hingga peralatan medis. Kita hidup di dunia yang dikelilingi plastik, dan tanpa sadar, kita telah membiarkan racun ini meresap ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
Yang lebih mengkhawatirkan, penelitian Ferguson et al. (2022) menemukan bahwa paparan ftalat prenatal, terutama DEHP, berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.
Bayangkan, satu dari sepuluh kelahiran prematur di Amerika Serikat dikaitkan dengan paparan bahan kimia ini. Jika ini terjadi di negara maju seperti AS, bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita sudah siap menghadapi gelombang bayi prematur yang mungkin akan datang?
Tapi jangan putus asa dulu. Ada secercah harapan.
Studi yang dilakukan oleh Rolland et al. (2023) menunjukkan bahwa paparan ftalat berat molekul rendah pada awal kehidupan dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku visual anak. Ini mungkin terdengar menakutkan, tapi setidaknya kita tahu apa yang harus kita waspadai. Kita bisa mulai mengambil tindakan untuk melindungi anak-anak kita.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?