Lihat ke Halaman Asli

Aidhil Pratama

ASN | Narablog sejak 2010

Awet Muda di Era Digital: Obsesi atau Refleksi Diri?

Diperbarui: 25 Agustus 2024   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cantik dan forever young (Freepik/JCOMP)

Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan tren "forever young" yang viral di TikTok. Para pengguna berlomba-lomba mengunggah foto atau video yang memamerkan penampilan mereka yang seolah tidak berubah selama bertahun-tahun.

Fenomena ini menarik untuk dibahas, karena mencerminkan obsesi masyarakat terhadap konsep awet muda.

Secara harfiah, "forever young" berarti muda selamanya. Namun, apakah hal ini benar-benar mungkin?

Tentu saja tidak.

Penuaan adalah proses alami yang tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlambat prosesnya dan menjaga kesehatan fisik serta mental kita.

Tren ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, kita pernah melihat tren serupa dengan nama "then and now" atau "before and after".

Yang membedakan hanyalah penggunaan lagu "Forever Young" dari band Alphaville sebagai latar belakang. Lagu ini sendiri sebenarnya mengandung pesan yang lebih dalam dari sekadar mempertahankan penampilan fisik.

Menariknya, bukan hanya netizen biasa yang mengikuti tren ini. Beberapa selebriti seperti Luna Maya dan Hesti Purwadinata juga turut serta.

Hal ini menunjukkan bahwa obsesi terhadap awet muda melanda semua kalangan, terlepas dari status sosial atau ekonomi.

Namun, kita perlu bertanya: apakah tren ini sehat?

Di satu sisi, memang tidak ada salahnya ingin terlihat muda dan segar. Tapi di sisi lain, obsesi berlebihan terhadap penampilan bisa membawa dampak negatif, baik secara psikologis maupun finansial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline