Revolusi Hijau yang digaungkan pemerintah Orde Baru di era 1970-an ternyata masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar di bidang pertanian Indonesia. Memasuki dekade 1990-an, teknologi pertanian kita seolah mengalami stagnasi.
Namun benarkah demikian? Mari kita telusuri bersama perkembangan teknologi pertanian Indonesia di era 90-an yang sebenarnya cukup dinamis namun kurang mendapat sorotan.
Teknologi pertanian dapat dipahami sebagai penerapan ilmu pengetahuan dan teknik dalam kegiatan bercocok tanam, mulai dari pengolahan lahan hingga pascapanen. Di tahun 90-an, Indonesia masih mengandalkan pertanian sebagai salah satu sektor utama ekonomi.
Namun ironisnya, investasi di bidang riset dan pengembangan teknologi pertanian justru mengalami penurunan signifikan dibandingkan era sebelumnya.
Meski demikian, beberapa terobosan teknologi pertanian tetap muncul di era ini. Salah satunya adalah pengembangan varietas padi tahan hama dan penyakit.
Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, berhasil mengembangkan varietas padi IR64 yang tahan terhadap wereng cokelat, suatu hama yang kerap meresahkan petani[1]. Teknologi ini membantu meningkatkan produktivitas padi nasional, yang pada tahun 1996 mencapai 47,9 juta ton[2].
Namun, apakah peningkatan produksi ini benar-benar menguntungkan petani kecil? Atau justru hanya menguntungkan para tengkulak dan pengusaha besar?
Di sisi lain, teknologi pascapanen juga mengalami kemajuan. Penggunaan mesin pengering gabah mulai meluas, mengurangi ketergantungan petani pada cuaca untuk mengeringkan padi.
Namun, akses terhadap teknologi ini masih terbatas pada petani-petani besar atau kelompok tani yang memiliki modal cukup. Bagaimana dengan nasib petani gurem yang masih mengandalkan cara-cara tradisional?
Satu hal yang patut dicatat, era 90-an juga menandai awal mula perhatian terhadap pertanian organik di Indonesia. Beberapa kelompok tani mulai mengembangkan metode bertani tanpa pestisida kimia, meski masih dalam skala kecil.
Ini menjadi cikal bakal gerakan pertanian organik yang kini semakin populer. Namun, mengapa diperlukan waktu begitu lama bagi pertanian organik untuk mendapat pengakuan luas?