Lihat ke Halaman Asli

sya

mahasiswi

Perilaku Agresif Anak Usia Dini?

Diperbarui: 8 Desember 2020   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perilaku merupakan salah satu hal yang melekat pada diri manusia, respon terhadap stimulus, segala tindakan yang dilakukan, berbagai gerakan yang ada dalam diri kita baik disengaja maupun tidak.  Perilaku anak autisme tentu berbeda dengan anak normal biasa, karena autisme merupakan gangguan dimana anak sulit dalam berinteraksi dengan orang lain.

Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun, Namun ketika anak memasuki usia 3-7 tahun perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun. Anak dapat mengendalikan diri untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif, akan tetapi apabila keadaan ini menetap maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis. Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lainnya. jelaslah hal ini sangat mengganggu proses tumbuhkembangnya dengan baik.

Secara definisi yang dianggap perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyerang,menyakiti atau melawan orang lain baik secara fisik maupun verbal. Perilaku agresif berbentuk pukulan, tendangan, dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian, ejekan, bantahan dan semacamnya. Perilaku dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persyaratan sebagai berikut;

  • Bentuk perilaku luar biasa bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa, misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap pernyataan tidak setuju dinyatakan dengan memukul maka perilaku tersebut sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar.
  • Masalah ini bersifat kronis Artinya perilaku ini bersifat menetap, terus-menerus, tidak menghilang dengan sendirinya.
  • Perilaku tidak dapat terima karena tidak sesuai dengan norma social atau budaya

Agresif adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Bertujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu menjadi korban, dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Agresif merupakan perilaku serius yang tidak seharusnya dan menimbulkan konsekuensi yang serius baik untuk siswa maupun untuk orang lain yang ada di lingkungannya. Perilaku agresi disebabkan dari beberapa faktor, diantanya faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memicu perilaku agresi anak. Teman sebaya sering kali menjadi korban agresivitas anak yang agresif apalagi di lingkungan sekolah.

Sikap agresif, juga bisa terbentuk dari pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan. Sikap orang tua yang terlalu memanjakan sang anak dan selalu memberikan apa yang menjadi kemauan sang anak, juga bisa menjadi salah satu sebab anak menjadi agresif. Biasanya anak yang seperti ini, area kemandirian sang anak belum terbentuk dengan baik. Sehingga saat dia mengalami masalah kecil saja, bisa menjadi sebuah masalah yang besar bagi dia.

Jadi beberapa faktor keluarga yang dapat menyebabkan perilaku agresif antara lain sebagai berikut.

  • Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan perihal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak, hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. Hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakkonsistenan penerapan disiplin juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si ibu cenderung kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
  • Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
  • Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut arang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
  • Gagal memberikan hukuman yang tepat sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan perilaku agresif anak.
  • Memberi hadiah kepada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial. Orang tua kadang memberikan hadiah secara langsung pada perilaku agresif arah dengan memberikan perhatian dan menuruti keinginan anak karena orang tua ingin perilaku agresif tersebut (misal rnelempar benda-benda miliknya) segera berakhir. Sebaliknya, kadang orang tua mengabaikan atau bahkan memberi hukuman pada perilaku prososial anak. Tidak ada pujian atau hadiah untuk perilaku tersebut, tetapi yang muncul justru konflik karena perilaku anak dianggap, belum sempurna. Akibatnya anak belajar untuk memenuhi kebutuhannya dengan memunculkan perilaku agresif karena ternyata perilaku prososial yang dia tunjukkan tidak mendapat respons.

1) Kurang memonitor di mana anak-anak berada.

Meskipun tidak harus, sehari penuh orang tua bisa menemani anaknya, orang tua harus tetap memantau kegiatan anak selama tidak dalam pengawasannya. Orang tua yang tidak membuat rencana yang jelas dan pemantauan berkala untuk pengasuhan anaknya selama tidak ada dalam pengawasannya, cenderung membuat anak merasa bebas berekspresi termasuk melakukan perilaku agresif.

2) Kurang memberikan aturan.

Orang tua yang kurang memberikan aturan ke mana anak boleh pergi,kapan harus pulang, dan lainnya cenderung meningkatkan risiko perilaku agresif, terutama karena kuatnya pengaruh teman sebaya di luar pengawasan'orang tua.

3) Tingkat komunikasi verbal yang rendah antara orang tua dengan anak, seperti: jarang ada diskusi untuk memecahkan masalah anak dan tidak memberikan alasan yang jelas dalam menerapkan aturan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline