Lihat ke Halaman Asli

Nurhaidah Saragih

Learning by Doing and Traveling

Tidak Masalah Menjadi Netral atau Memihak

Diperbarui: 11 Februari 2020   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MICHAEL BRYANT / STAFF PHOTOGRAPHER

Ini berkaitan dengan dua kali pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia pada tahun 2014 dan 2019, di mana terjadi polarisasi kubu pendukung masing-masing calon presiden (capres). 

Di masing-masing kubu memiliki pendukung fanatiknya tentu saja. Juga tetap ada pendukung-pendukung moderat dan rasional di masing-masing pihak. 

Di tengah dua kubu itu ada kubu yang netral tidak memihak salah satu kubu, yang mereka katakan bahwa mereka netral dan lebih memilih menjadi golongan putih (golput) dalam gelaran pemilihan presiden. 

Saya teringat kata-kata teman saya bahwa dia sangat menyesal telah menjadi pendukung fanatik salah satu capres di tahun 2014. Tahun 2014 dia sangat mendukung sekali capres pilihannya, sampai 'perang mulut' dengan teman-temannya di sosial media juga dia ladeni. 

Namun setelah capres pilihannya terpilih, banyak hal yang menjadi harapannya pupus. Dia sangat kecewa sekali. 

Kelanjutannya pada pilpres 2019 teman saya sama sekali tidak mau mendukung capres dari kubu mananpun. Memilih menjadi golput, dan berjanji di masa selanjutnya tidak akan pernah lagi menjadi pendukung salah satu capres di pilpres-pilpres selanjutnya.

Menjadi partisan dan memihak salah satu presiden dianggap hal yang paling memalukan dan terbodoh yang pernah ia lakukan. Selanjutnya mungkin ia lebih cenderung akan menjadi Social Justice Warrior (SJW). 

Sekarang dia menganggap bahwa kegiatan pilpres lima tahunan semacam hal yang 'omong kosong' dan cuma mengejar kekuasaan semata. 

Benarkah tidak akan pernah ada capres atau presiden di Indonesia yang layak untuk dipilih dan didukung? Apakah semua capres atau presiden selama ini tidak ada yang bisa membawa perubahan yang siknifikan untuk negara Indonesia?

Jawabannya saya kira bisa beragam dan tergantung dari opini dan pengalaman masing-masing orang. Kalau kita terlalu berharap capres yang kita dukung akan merealisasikan semua harapan dan keinginan yang kita idam-idamkan bagi bangsa, siap-siap saja jika harapan itu akan berujung pada kekecewaan yang sangat mendalam. 

Kalau kita juga terlalu tidak percaya pada setiap capres di setiap pilpres dan beranggapan semua capres adalah politisi busuk yang tidak ada bagus-bagusnya sama sekali, bisa jadi kita akan selalu benci membabi buta terhadap apapun kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline