Lihat ke Halaman Asli

Mustofa Ludfi

Kuli Tinta

Siluet-Buku I (Tuhan Maha Pemberi Kejutan)-12

Diperbarui: 4 September 2024   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Gemintang malam itu sangat banyak. Semua serba elok. Jutaan serangga bersuara memuja indahnya. Pertunjukan Yang Maha Esa. Manusia ataupun makhluk lainnya mengalami ketertundukan yang tidak bisa ditawar. Manusia mungkin sempat berpikir, bahwa adanya sesuatu adalah murni karya manusia itu sendiri. 

Mereka lupa dengan kaidah ilahi. Ada sebuah ruang yang tidak mungkin ditembus manusia. Itulah takdir. Yang terjadi dan yang berwujud itu adalah rapalan doa-doa manusia. Tuhan tidak butuh dibuat tempat untuk bertunduknya manusia. Namun, hanya Tuhan yang bisa mengabulkan doa-doa dalam ketertundukan itu.

Kamu bisa lihat, Mir. Langit malam ini sebegitu indahnya. Mana mungkin aku tidak bisa melihatnya lama-lama. Semua tergantung kamu, Ven. Mati cepat, atau perlahan. Atau masih nanti-nanti. Semua itu pilihan. Bagaimana jika aku milih kamu, Mir? Menjijikkan. Aku ini seksi. Cantik. Putih mulus. Tapi tidak bisa jatuh cinta denganmu. Asu, kan? Tapi malah pilih duda brengsek. Biarin. Suka-suka akulah. Ya udah. Diem. Jangan ngomel terus. Siapa yang mulai?

Tuhan menciptakan manusia bukan karena Ia ingin disembah. Tapi faktanya, hanya Tuhan yang berhak disembah. Seperti itu skenarionya. Tapi manusia banyak yang mengacuhka. Mereka lebih memilih menyembah nafsunya.

Malam itu, wajah mereka dipenuhi kekaguman dan kesyukuran terhadap gemintang yang berbaris elok. Ada yang diam di tempat. Ada yang menggoda rembulan. Ada yang sibuk menyibak hijab malam. Itulah kemukus. Kemukus selalu kelihatan beda. Tidak pernah serupa dengan yang lainnya. Kemukus memang bandel. Tantrum. Tidak bisa tenang menikmati siklus malam. 

Dua mata Aven menangkap kebandelannya. Ada kepuasan yang tak terperi. Namun, Lumbung lebih suka dengan bintang yang bergelayutan di lengan rembulan. Itulah puncak cinta yang tidak terdefinisikan oleh apa pun. Lumbung selalu berharap waktu berkenan berhenti agar siklus malam terjadi lebih lama.

 "Kamu tahu, kenapa malam ini banyak bintang?" tanya Aven di sela-sela kekaguman mereka pada gemintang.

"Tidak!"

"Bintang itu sengaja menemuiku. Sebab itu, malam ini aku ada di loteng ini. Naluriku selalu benar. Percayalah wahai bujang lapuk!"

"Tidak usah membual!"

"Kira-kira di antara gemintang itu ada malaikat tidak, ya?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline