Lihat ke Halaman Asli

Mustofa Ludfi

Kuli Tinta

Siluet-Buku I (Tuhan Maha Pemberi Kejutan)-6

Diperbarui: 31 Agustus 2024   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: Perempuan dalam Kata

Di kaki Mahameru itu, Aven menggigil hebat. Ia pun lupa arah perputaran jam. Ia lupa semua hal. ia juga lupa tagihan kos di minggu depan. Semua yang ada menjadi serba gelap. Pedihnya, Aven lupa jika Kun itu manusia. Titisan Bung Karno. Pewaris sah tahta perjuangannya. Semua Menegang. Rimbun semak tak berhenti mengawasi mereka. Aven, Kun, bisa menjadi pengisi kengeriannya. Semak itu terus menunjukkan keinginannya untuk mengunyah dua manusia yang hampir-hampir rubuh karena hawa dingin yang berlebihan. 

Beberapa menit terlewat. Aven membuka kedua matanya lagi. Yang gelap, menjadi terang. Kun dengan bibir yang tebal, setia berada di sampingnya. Ingatan yang terberai kembali utuh. Darahnya kembali mengalir dengan lancar. Ia juga ingat kembali tentang perputaran jarum jam, termasuk tagihan kos minggu depan. 

Tubuhnya kembali hangat. Aven melihat Kun tersenyum aneh memandanginya. Kemudian menepuk bahu kanannya dengan ceria. Raut wajahnya berseri-seri. Ada titik kepuasan dari wajah Kun yang tertangkap oleh dua mata Aven. Tapi saat ia bertanya tentang apa yang terjadi dengannya, Kun tidak menjawab. Ia berlalu dari hadapannya dan memilih untuk merebus air.

 "Kamu tadi pingsan!" Suara itu meluncur dari mulut Kun dengan tiba-tiba. Aven baru sadar. Beberapa menit yang lalu ia tidak di tempat itu. Dinginnya Ranu Kumbolo memaksanya untuk hilang ingatan.

Aven telah kembali. Ia tak pernah tahu bagaimana caranya kembali. Hanya ada Kun bersamanya. Percuma tanya manusia itu. Gerutu Aven. Semua dibiarkan menggantung begitu saja. Dengan tuduhan, Kun telah memperkosanya. Tapi sesaat setalahnya, angel heart itu membuyarkan semua lamunannya.

"Liburan, Mas?" Ia bertanya lagi. Aroma tubuhnya menguasai semuanya.

"Aku mencari dukuh Paruk!" jawab Aven tanpa ekspresi. Perempuan itu tidak menanggapi lagi.

Suasana kembali bening lalu hening. Hanya suara bising bus yang terdengar di telinga mereka. 

Ada jeda tercipta. Aven membuka mulutnya.

"Mbak, tadi dari mana?" tanyanya ragu. Tubuhnya tidak bisa diam. Bukan karena tarian bus di kelok-kelok jalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline