Lihat ke Halaman Asli

Mustofa Ludfi

Kuli Tinta

Ompyang Jimbe

Diperbarui: 13 September 2024   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ompyang Jimbe-Serial Horor Fiksi

#1

Malam yang ditunggu datang. 3 pemuda pengangguran itu sedang bersiap-siap menuju pemakaman kuno; yang oleh masyarakat setempat sangat dikeramatkan. Malati; ora elok, jika ke sana tidak sesuai waktu yang telah ditentukan oleh sesepuh desa.

Di pemakaman itu, ada sebuah makam yang tidak sewajarnya. Jika yang lain menghadap Utara Selatan, makam yang satu ini menghadap Barat Timur. Tidak pernah ada yang tahu itu makam siapa. Bahkan, orang paling sepuh di desa juga tidak pernah tahu, dan embah-embahnya juga tidak tahu. Karena tidak pernah ada yang tahu, mereka menyebut makam itu sebagai makam Mbah Ompyang. Selain keramat, makam tersebut tidak bisa dilewati. Atau dibuat jalan.

Konon, dulu pernah ada yang lewat sambil meludah, tiba-tiba saja bibirnya menjadi sumbing dan seluruh keluarganya terkena penyakit aneh. Sesepuh desa tirakat; nyepi dan mohon petunjuk untuk mengobati keluarga itu. Dan semua petunjuk yang ia dapat mengarah pada makam Mbah Ompyang.

Ketiga pemuda itu sudah membulatkan tekat menyelesaikan misinya. Sejak dipulangkan dari tempat kerjanya di Malaysia, tiga pemuda itu menghabiskan waktunya untuk berjudi dan mabuk-mabukkan. Pesangon yang mereka dapat sudah mulai habis. Mereka tidak memiliki apa-apa lagi untuk digadaikan. Mereka tidak bisa berjudi lagi. Sehingga jalan pintas harus dicari. Sesuai petunjuk Mbah Pronodumekso, ketiga pemuda itu akan melakukan perbuatan yang sangat dikutuk oleh masyarakat desa.

Tepat pukul 00:30, ketiga pemuda itu sudah berada di area makam. Petunjuk yang mereka dapat berikutnya adalah penggalian harus tepat pukul 01:01. Menunggu waktu tiba, mereka beristirahat sejenak, sambil terus menguatkan tekat.

"Ini terlalu berisiko." Panik, Samad membuka omongan.

"Tenangkan dirimu, Mad. Setelah ini kita akan menjadi orang paling kaya di daerah ini. Semua orang akan menyembah kita," sahut Ramin sambil menepuk bahu Samad. Ia berusaha menenangkan temannya itu yang kerap panik jika akan melalukan sesuatu.

"Bulatkan niat. Itu saja yang kita butuhkan!" Soni ikutan bicara.

Kemudian hening berkuasa atas mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline