NYONYA DINASTI TERTANGKAP
Oleh : Tri Ariyanto
Dewasa ini hampir seluruh media massa, cetak, elektronik, dan media sosial hangat memperbincangkan persoalan korupsi. Korupsi merupakan tindakan kejahatan yang merugikan dan lebih biadab dari seorang bandar narkotika, karena koruptor secara langsung merampas hak – hak yang dimiliki masyarakat dan jelas harus dituntut sampai ke liang kubur.
Korupsi adalah sebuah cambukan keras untuk suatu negara. seluruh mata dunia akan mengertahui, menyorot, dan membesar -besarkan kebobrokan yang dialamai negara tersebut.
Saat ini korupsi sudah tak asing lagi didengar. setiap pagi, sore, malam hingga pagi lagi pembahasan tentang korupsi tak ada habisnya. Korupsi seperti kebutuhan primer yang diburu oleh para jurnalis untuk disajikan sebagai santapan yang akan diberikan ke masyarakat.
Kurang “hebat” apalagi bangsa kita ini? Eksekutif korup, legislatif korup, yudikatifnya pun juga korup. Bahkan mantan ketua Mahkamah konstitusi pun tak luput dari skandal korupsi. banyak orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan. Terbukti dengan munculnya kasus penyuapan pilkada lebak yang dilakukan oleh Tubagus Chaeri Wardana dan melibatkan Akil Mochtar sebagai ketua MK. Bagaimana jadinya nasib bangsaini jika MK-nya saja tidak dapat dipercaya. Logikanya jika ketua MK saja korup bangaimana dengan anak buah dan hakim – hakimnya? Tega sekali Akil Mochtar, ia rela menjual harapan rakyat untuk hidup lebih layak kepada seorang pecundang yang tidak fair. Padahal rakyat sudah menentukan suaranya demi kelangsungan dan kemajuan daerahnya, namun kenyataannya pemilihan yang dilakukan itu hanya formalitas agar tidak terlihat kecurangannya. Kejam memang!
Parahnya, hasil korupsi ini bukan hanya dikucurkan untuk mendapatkan strata tertinggi dalam kekuasaan tapi dialokasikan juga untuk hoby sang putra raja yang berbentuk 11 mobil mewah dan harganya milliaran rupiah. Dari mana ia bisa mendapatkan uang yang banyak sekali untuk membeli barang semahal itu dan dengan jumlah yang fantastis. Inilah indikasi bahhwa wawan melakukan korupsi. jika di telaah lagi uang sebanyak itu dapat digunakan untuk meningkatkan pendidikan didaerah lebak. Karena pendidikan di lebak masih dibawah standardisasi.
Tubagus caheri wardana, suami dari Airin Rachmi Diany juga menjadi tersangka kasus korupsi yang dilakukan dibidang kesehatan, dan pengkorupsiannya dalam bentuk pengadaan Alat Kesehatan (Alkes). Pengkorupsian ini terjadi di Kota Tangerang selatan dan Provinsi Banten. Maka dari itu Airin Rchmi Diany dipanggil ke KPK untuk bersaksi dalam kasus yang menjerat sang suami. Dengan demikian negara mengalami kerugian sekitar Rp. 193 milliar.
Apa yang sebenarnya dipikirkan para pejabat hina itu.
Pendidikan adalah tombak perubahan bangsa. utamanya pendidikan karakter, pendidikan karakter ada atas dasar kebimbangan melihat realitas kehidupan yang mengalami degradasi moral. termasuk mental korup yang membudaya di masyarakat. Perang melawan korupsi melalui pendidikan memang bukan satu-satunya cara pencegahan korupsi di Indonesia. Namun mulai dari kesadaran masyarakat harus ditumbuhkan sejak dini. Dengan demikian seseorang akan sadar dengan apa yang ia lakukan.
Dengan adanya gubernur banten ini, rakyat banten sangat dirugikan oleh dinasti ini. Rakyat banten sampai sekarang belum bisa menikmati kesejahteraan dalam kehidupannya.
Akhirnya 20 desember lalu Ratu Atut Chosyiah resmi dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus tersangkanya dalam kasus dugaan suap sengketa pemilihan kepala daerah (PILKADA) kabupaten lebak dan kasus alat kesehatan. Ratu Atut datang ke KPK didampingi Pengacara dan Kepala Biro Hukum Setda Banten. Atut yang sebelumnya sakit kini datang ke KPK dengan kondisi yang lebih baik.
Anehnya banyak masyarakat yang mendukung atut untuk tidak ditangkap, alasannya karena atut telah melaksanakan tugasnya sebagai gubernur dengan baik, padahal jelas – jelas atut memiliki dinasti yang tidak diketahui oleh masyarakat banten. Masyarakat merasa di bodohi dengan tingkah laku pejabat pemerintah banten. Justru ini akan mengurangi rasa percaya terhadap pejabat pemerintah. Seharusnya seorang tokoh yang duduk manis, menikmati kekayaan jangan selalu berpihak kepada keluarganya saja, pedulilah terhadap masyarakat banten yang mengalami kesulitan.
Bung Karno penah berkata pada awal Kemerdekaan Indonesia “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Gunung Semeru dari akarnya. Berikan aku satu pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Dulu, Pejabat Kita benar – benar menjadi kebanggan sejati. Jangankan untuk Korupsi, demi kepentingan pribadinya pun mereka enggan menggunakan uang negara. Namun kini Korupsi telah mutlak menjadi musuh kita bersama dan akar korupsi di banten inipun belum bisa tercabut dari nadi para pemerintah banten. silanya, para pemerintah menganggap korupsi sebagai gejala yang biasa saja.
Setidaknya mereka yang menjadi harapan masyarakat banten dengan duduk dikursi parlemen namun justru menghianati amanat rakyat dengan cara korupsi. ingin kaya dan berkuasa dengan instan, disinyalir menjadi alasan menjadi jalan pintas dengan menjarah uang negara. Bahkan ironisnya wakil rakyat yang menjabat sebagai gubernur banten “Ratu Atut Chosiyah” malah membuat jaringan dengan bentuk dinasti yang terlihat sangat jelas dimasyarakat.
Masalahnya korupsi itu adalah tindakan yang beranak pinak dan pasti ada regenerasinya. Sifat koruptor yang optimis dan serakah membuat regenerasinya pun tidak akan takut untuk melakukan tindakan yang sama. Malah mereka saling bersinergi dalam melaksanakan tindakan kejam tersebut, dan mereka akan semakin khusyuk dalam melakukan hal hina tersebut.
Korupsi harus benar – benar di hapuskan dari negara kita ini, diberikan sanksi setegas tegasnya, agar memeberi efek kapok terhadap para koruptor. Bukan hanya hukuman pidana yang seharusnya diberikan tetapi juga hukuman sosial. Banyak koruptor selepas dari hukuman tetap hidup bermewah-mewahan dan tidak cukup memberikan efek jera kepada mereka.
Efek jera yang dimaksud bukan hanya bagi si koruptor tersebut tetapi juga pada para pejabat negara lainnya agar takut terhadap hukuman para koruptor dan mematuhi peraturan dan tidak melakukan korupsi.
Korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan rakyat – rakyat kecil yang seharusnya menjadi tanggungan negara.
Penulis oleh mahasiswa UNTIRTA semester 1 mata kuliah pengantar ilmu politik 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H