Di antara bangsa-bangsa yang ada di dunia, Palestina adalah salah satu bangsa yang paling lama mengalami penjajahan. Puncak dari penderitaan bangsa Palestina bermula dari jatuhnya Jerusalem ke Israel pada, 10 Juni 1967. Proses jatuhnya sangat stragis. Jerusalem yang pada waktu itu menjadi wilayah negara Yordania dalam tengang waktu enam hari dikuasai Israel.
Tentara-tentara yang dalam gabungan negara-negara Arab, yang dimotori oleh Mesir, Suriah, dan Yordania tak mampu menahan serangan darat dan udara Israel yang dipersenjatai peralatan tempur modern.
Hari-hari ini, kita menyaksikan tentara Israel menggenjarkan serangan militer ke Palestina. Kekerasan ini merenggut nyawa 221 warga Palestina dijalur Gaza.
Setelah itu pemimpin-pemimpin Arab berusaha kembali membangkitkan semangat merebut wilayah Palestina dari kekuasaan Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat.
Hanya saja, semangat itu pada akhir meluntur, setelah wilayah-wilayah yang dicaplok Israel dikembalikan ke negara-negara bersangkutan dengan catatan, mereka mengakui keabsahan Israel sebagai negara di Timur Tengah.
Sejak itu, satu persatu negara-negara Arab mulai menelantarkan urusan Palestina dan tak menghiraukan urusan Palestina dan lebih berkonsenterasi dengan urusan nasional, Mesir, Arab Saudi, Tunisa, Suriah, dan Yordania tidak mau mengorbankan hubungan baik dengan Negeri Paman Sam ketimbang mengurusi masalah Palestina.
Bahkan para pengunsi di perbatasan Mesir dan Jordania yang sering melakukan perlawanan dan protes terhadap Israel diusir karena dianggap menimbulkan persoalan dalam negeri mereka. Yang tersisa hanya para pengunsi Lebanon yang mendapat dukungan kelompok Hizbullah yang pro Iran. Negara-negara yang bersuara lantang menantang Israel seperti, Iraq, Iran, dan Libya mendapatkan ancaman sekaligus menjadi korban invansi dari Amerika Serikat.
Diplomasi Amerika Serikat di Timur Tengah selalu dibarenggi dengan politik menekan dan menghukum berhasil menjauhkan Palestina dari agenda negara-negara pemimpin Arab. Pendekatan politik perang yang digunakan Amerika Serikat mampu menakutkan negara-negara pemimpin Arab yang menentang Israel dan keterlibatan Amerika Serikat di Timur Tengah. Kapal-kapal Amerika Serikat disiagakan di perairan Teluk Arab dan siap bergerak mendekati wilayah-wilayah Arab untuk mempengaruhi politik dalam negeri di Timur Tengah.
Akibatnya, isu Palestina pun hanya sebatas menjadi isu solidaritas umat yang disuarakan oleh pemimpin agama dan masyarakat umum, tapi sepi ditingkat kebijakan pemerintah.
Persatuan dan kekuatan negara-negara Arab diharapkan mampu mendorong penyelesaian sengketa di Palestina ibarat jauh dari panggang api lantaran dunia Arab sendiri menghadapi persoalan internal dan ketergantungan luar biasa terhadap kekuatan asing, yakni Amerika Serikat dan Eropa.
Hegemoni AS, ekonomi dan legistimasi kekuasaan