Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah: Tukang Perintah

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi, ketika saya mengantar anak-anak sekolah, sekonyong-konyong, pikiran saya terpaku pada kata pemerintah. Kata dasarnya apa, maknanya apa, termasuk kebenaran dugaan saya jika kata pemerintah disandingkan dengan kata-kata lain seperti pemerhati, pemerinci, atau pemrakarsa.

Mengapa kata pemerintah tiba-tiba muncul dan menggelitik saya. Tak lain, karena belakangan ini, pemerintah terlalu banyak memberi perintah. Pemberitaan di media massa yang begitu masif, membuat apapun yang diperintahkan pemerintah, dalam hitungan detik dapat diketahui oleh khalayak.

Sebut saja keputusan pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Dengan berbagai dalih yang berujung pada pembenaran kebijakan Migas ini, pemerintah seolah tak peduli dengan berbagai protes dari segenap elemen masyarakat yang menentang kebijakan kenaikan BBM. Mulai dari Sabang sampai Merauke, jika rakyat ditanya satu-satu, hasil polling akan menunjukkan, mayoritas masyarakat akan menentang kebijakan kenaikan harga BBM. Bahkan, di Makassar, seorang pendemo harus meregang nyawa saat menyuarakan penentangan ini bersama teman-temannya. Hasilnya apa? Karena pemerintah sudah memberi perintah kenaikan, maka harga BBM belum juga menunjukkan digit penurunan angka.

Persoalan lain terkait himbauan MenPAN agar para PNS menjauhkan diri dari gaya hidup Priyayi dan mengedepankan kesederhanaan. Sontak himbauan ini mendapat beragam respon dari masyarakat, baik yang berstatus sebagai PNS maupun pegawai luar negeri (swasta). PNS yang bertugas di daerah terdalam, terluar, dan tertinggal, sampai harus menulis surat terbuka di media online untuk menyuarakan isi hatinya. Sedangkan yang bukan PNS, hanya menanggapi santai karena tidak ada hubungannya dengan kehidupan yang mereka jalani.

Yang paling terbaru adalah keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah. Menteri Anis Baswedan menginstruksikan pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya pada 6.221 sekolah yang telah menerapkan kurikulum ini sejak Tahun Pelajaran 2013/2014. Sedangkan sekolah lainnya, sementara ini harus ‘balik kucing’ ke kurikulum KTSP 2006. Benar dugaan masyarakat, ganti menter, pasti ganti kebijakan.

Pro Kontra tentu saja terjadi. Mereka yang sudah ‘kesengsem’ dengan kurikulum ini, harus gigit jari dan bersedih karena harus berpisah dengan ‘pujaannya’. Sedangkan yang sejak awal menganggap kurikulum ini membingungkan, ‘bersuka ria’ atas kembalinya kurikulum 2006. Tidak mengapa dibilang balik kucing, yang penting sudah membuat kebijakan baru.

Memang, kalau dipikir-pikir agak aneh, dalam satu negara ada 2 kurikulum yang berbeda. Dua-duanya diterapkan bersama. Yang membedakan hanya kesiapan sekolah dalam mengaplikasikan kurikulum ‘njlimet’ ini. atau mungkin ini efek dari demam tandingan di negeri ini? Ada DPR tandingan, gubernur tandingan, dan sekarang kurikulum tandingan.

***

Kembali lagi pada kata pemerintah, yang menurut saya pekerjaannya suka memerintah, maka apapun perintah itu, mau tidak mau, suka tidak suka, sebagai rakyat yang mendapat perintah, harus ‘manut’ kepada perintah pemerintah. Meskipun untuk menyampaikan keberatan atas kebijakan pemerintah yang kadang tidak bijak, tetap diberi ruang asal tidak anarkhis. Tidak perlu khawatir keberatan kita tidak ditampung. Soal dijadikan pertimbangan sebagai evaluasi atas kebijakan yang memberatkan, tentu ceritanya lain lagi. Yang penting ditampung.

Kalau BBM naik dan kita termasuk yang tidak setuju, mau tidak mau kita harus beli dengan harga yang diperintahkan pemerintah. Jika anda yang menjadi PNS kurang ‘sreg’ dengan himbauan MenPAN agar menjauhkan diri dari gaya hidup priyayi dan sederhana, dengarka saja himbauan itu dengan tetap menjalani keserhanaan hidup yang memang sudah biasa dijalankan. Bagi sekolah-sekolah yang sudah terlanjur ‘jatuh cinta’ dengan Kurikulum 2013 tetapi baru menerapkannya pada Tahun Pelajaran 2014/2015, jangan bersedih hati. Bukankah di setiap perjumpaan ada perpisahan?

Sebagai rakyat yang menjadi objek, ikutilah perintah pemerintah sepanjang perintah itu tidak menyalahi prinsip dan pedoman hidup kita. Yang juga penting adalah konsistensi pemerintah terhadap ‘perintah-perintah’ yang sudah ada. Jangan sukanya memberi perintah tapi perintah yang sudah ada dilanggar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline