Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa dengan Kelamin dan Porno?

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul tulisan seringkali membuat orang penasaran. Apalagi judul itu menyangkut ‘barang’ paling pribadi yang dimiliki manusia, kelamin. Belum lagi disambung dengan kata yang berkonotasi ketelanjangan, porno. Hmm...agak dijamin, tulisan itu akan banjir pengunjung. Apakah ini sebuah fenomena yang layak diteliti atau ada unsur lain yang menyebabkan rasa penasaran itu begitu besar?

Bergaya pendekatan pembelajaran 5M (Mengamati, Menanya, Mencoba, Menalar, Mengkomunikasikan), sayamengamati gejala sosial yang melanda masyarakat negeri ini. Betapa ketelanjangan menjadi sebuah magnet yang cukup kuat menarik minat para ‘penikmatnya’.

Dalam acara-acara pagelaran musik, film, reality show, dan hiburan-hiburan jenis lainnya, ketelanjangan hampir pasti terjadi. Seakan bertelanjang ria adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Entah telanjang di bagian belahan dada, paha, pusar, sampai ketelanjangan semi berupa pakaian full press body. Ah, siapa kira-kira yang tidak tertarik dengan itu semua. Parahnya, sebagian besar masyarakat tidak ada yang protes dengan ketelanjangan yang sebenarnya tidak pantas disandang manusia. Lalu apa yang pantas? Kiranya saya tidak perlu menjawabnya.

Selanjutnya, M yang kedua, Menanya. Siapa yang ditanya? Karena data yang dibutuhkan berkaitan dengan apa yang akan saya komunikasikan, maka saya bertanya pada pihak yang berwajib. Berapa banyak kasus perkosaan dan tindak asusila yang disebabkan oleh tontonan film porno? Saya kutp saja beritanya, Sesuai data unit PPA Reskrim Polresta Manado, Rabu (6/8/2014), tercatat 126 kasus pencabulan yang terjadi dari Januari hingga Agustus 2014. Sumber (http://www.tribunnews.com/regional/2014/08/08/minuman-keras-dan-film-porno-picu-kasus-asusila-di-manado).

Untuk 2 M berikutnya (Menalar dan Mengkomunikasikan), sedang saya lakukan. Yaitu menalar ragam fenomena yang ada dengan informasi yang saya miliki sebelumnya, kemudian saya komunikasikan. M yang di tengah, kiranya tidak perlu saya lakukan karena harus diuji coba. Maaf, saya tidak berani.

Kesimpulan singkat setelah saya mengamati, menanya, dan menalar, maka saya berpendapat bahwa fenomena kesukaan masyarakat terhadap hal-hal yang ‘berbau’ kelamin dan kepornoan adalah akibat pandangan hidup yang mereka anut. Pandangan hidup itu adalah hedonis, permissive, materialis, dan individualis yang menganggap bahwa hidup itu adalah untuk memperoleh kebahagiaan yang bersifat materi. Caranya dengan menjadi kaya. Setelah kaya, semuanya serba boleh. Boleh ini boleh itu asal tidak menggangu orang lain.

Tidak ada lagi aturan langit yang mengikat dan mengendalikan hawa nafsu mereka karena jiwa dan pikiran mereka telah dipenuhi oleh ide-ide bahwa hidup harus bahagia. Hidup harus kaya. Entah bagaimana caranya, itu perkara lain. Trus apa hubungannya dengan kelamin dan porno?

Keduanya adalah pemikat agar semua mendekat. Mendekat untuk melihat, lalu menjadi penikmat.

Apakah dibiarkan begitu saja fenomena ini? tentu tidak. Akan jadi apak kehidupan manusia jika semua berpikir tentang kelamin dan kepornoan. Diperlukan kemauan kuat untuk merubah pandangan manusia terhadap dua hal ini menjadi pandangan yang manusiawi dan bermartabat agar manusia tidak jatuh d bawah derajat makhluk lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline