Lihat ke Halaman Asli

Miskonsepsi Proyek Gedung Kebudayaan Eyang Ranggawulung Kabupaten Subang, Apa yang Kurang?

Diperbarui: 9 Juni 2022   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gedung Pusat Kebudayaan Eyang Ranggawulung, Kabupaten Subang | Sumber: www.pasundanekspres.co

Gedung Kebudayaan Eyang Ranggawulung merupakan proyek milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Proyek ini dibangun diatas lahan seluas 4 hektar yang berlokasi di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Pemerintah Kabupaten Subang dalam hal ini berperan sebagai pemilik lahan. 

Dana yang diturunkan oleh PemProv Jabar untuk proyek ini adalah senilai 33 (tiga puluh tiga) miliyar rupiah. Jadi dalam kasus ini, PemProv berposisi sebagai pemberi anggaran sementara PemKab Subang sebagai pemilik lahan yang juga berotoritas atas pemilihan lahan. Proyek ini dimulai pada tahun 2019. Yu Sing, dari Akanoma Studio, ditunjuk sebagai Arsitek untuk proyek ini.


Masalah yang Mencuat

Semenjak dimulainya proyek pembangunan Gedung Kebudayaan Eyang Ranggawulung pada tahun 2019, muncul banyak kritik dan komentar "pedas" dari berbagai kalangan. Mulai dari pegiat seni, budayawan, hingga atensi turun langsung dari "kursi kemayoran". Bahkan, kritik ini kerap muncul dari Pemerintah Daerah Kabupaten Subang itu sendiri. 

Beberapa kritik yang keluar dari kalangan pegiat seni dan budayawan adalah terkait dengan bentuk dan material yang digunakan oleh Yu Sing pada Gedung Kebudayan ini. Salah satunya yang paling sering disorot adalah penggunaan material bambu untuk sebagian besar struktur di Gedung Kebudayaan. 

Godi Suwarna, seorang pegiat seni dari Ciamis mengkritik struktur Gedung Kebudayaan yang sebagian besar menggunakan bambu. Namun hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pengkritik terkait jenis bambo yang digunakan oleh Yu Sing. 

Yu Sing mengatakan bahwa modul pada fasad ruang ini didesain dengan menggunakan deretan bambu mikro. Tujuannya adalah untuk digunakan secara fleksibel dengan berbagai fungsi oleh pengguna yang beraneka ragam. 

Yu Sing pun menambahkan bahwa penggunaan bambu didasari oleh kebudayaan Sunda yang sejak dahulu segala sesuatunya menggunakan bambu. Bahkan Yu Sing mempertanyakan beberapa kritik terkait bambu  bahwa apakah orang Sunda sudah lupa dengan kebudayaan dan sejarahnya sendiri.


Fasad Gedung Pusat Kebudayaan Eyang Ranggawulung, Kabupaten Subang | Sumber: www.tintahijau.com

Lalu kritik lainnya muncul menyinggung bentuk bangunan yang terlihat seperti kandang burung merpati. Namun, hal ini masih menjadi pertanyaan karena ada masalah lain yang menjadi sorotan publik, yaitu proyek pembangunan ini ternyata "terbengkalai" semenjak tahun 2020. Keterkaitannya dengan komentar "kandang burung merpati" adalah terkait berhentinya proses pembangunan proyek. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline