Lihat ke Halaman Asli

Ahonk bae

Menulis Untuk Perdaban

Dilema Kades 9 Tahun dan Angka Fantastis Dispensasi Nikah 2022 di Indramayu

Diperbarui: 20 Januari 2023   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi petani desa/Freepik

Pada 17 Januari 2023 kemarin gedung DPR RI di geruduk oleh ribuan kepala desa dengan membawa tuntutan revisi UU Desa No.6 Tahun 2014 tentang masa jabatan kades (kepala desa) dan tentu hal ini menjadi krusial mengingat kinerja yang selama ini dilakukan masih jauh dari harapan salah satunya angka perceraian di Indramayu

Perpanjangan masa jabatan atas kepala desa tersebut dinilai kurang tepat mengingat kinerja dan juga prestasi dari kepala desa yang setidaknya belum mampu merealisasikan janji politik disaat kampanye pemilihannya sebagai kades tersebut, dan hal ini ditambah dengan segunung persoalan yang hinggap di desa sampai saat ini belum juga tuntas, sehingga periodisasi jabatan bukan solusi atas masalah yang dihadapi. 

Persoalan ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya seharusnya menjadi sebuah tantangan dan pembuktian seorang kades dalam memimpin roda pemerintahan di desa. Sebab "Sepinya desa adalah modal utama untuk bekerja dan mengembangkan diri." kata Iwan Fals dalam penggalan lirik lagu berjudul Desa. Jadi memang desa bukan hanya tempat yang nyaman karena sepinya suasana sehingga persoalan menjadi tertutup dan jarang menyeruak ke permukaan seperti halnya persoalan yang ada di kota

Kaleidoskop Indramayu dalam tahun 2022 lalu memberikan angka yang fantastis dalam angka perceraian yang terjadi. Sebanyak 7.771 perceraian terjadi sepanjang tahun tersebut dan salah satu faktor yang menyebabkannya ialah ekonomi dan tentu ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah yang secara estafet dibenahi oleh seluruh kades dalam memecahkan persoalan ekonomi desanya masing-masing dan apakah perpanjangan masa jabatan bisa menyelesaikan persoalan ekonomi tersebut? Sebaliknya, data menunjukkan bahwa angka korupsi semakin melonjak sepanjang 2021 lalu terdapat 154 kasus yang berasal dari Dana Desa dengan kerugian Rp. 233 Miliar.

Kemudian dari angka 7.771 tersebut dikonversi dalam jumlah 572 anak usia SMA yang mengajukan dispensasi nikah menjadi persoalan yang sangat serius di tangan kepala desa. Namun apakah ini menjadi tanggung jawab kades? Jelas bukan. Namun kades memiliki peran vital atasnya. 

Maka dalam perpanjangan masa jabatan dari kades tersebut terdengar 'menggelikan' jika dalam praktiknya adalah akumulasi ADD dari besarnya cost politic yang dikeluarkan saat pemilihan dan menjadi gurita korupsi yang terstruktur, masif dan sistematis dalam mengeksploitasi desa dengan aliran dananya yang fantastis. Bayangkan saja angka 572 siswi tersebut adalah satu sekolah jika statusnya sekolah negeri dan bisa menjadi 5 sekolah jika swasta dan pada tahun lalu mengajukan dispensasi nikah akibat pergaulan bebas yang sudah 'ugal-ugalan'.

Bisa dipastikan predikat desa dengan budaya adi luhungnya akan hilang, jika tidak terdistorsi, dengan adanya hal tuntutan masa perpanjangan masa jabatan tersebut jika dalam kerjanya tidak setimpal dengan apa yang diminta, hanya pemenuhan hak dan mengabaikan kewajiban.

Dengan geografis yang kecil dan kondisi demografis yang, meskipun kurang memadai namun seharusnya kades mampu mengakomodir masyarakatnya dengan hanya sering bersilaturahim kepada warga, dengan bahasa lainnya 'nongkrong' maka suasana cair pasti terjadi bukan malah sebaliknya menjadi sebuah menara gading yang sulit dijangkau oleh rakyatnya.

Lagi, salah satu alasan yang dikemukakan oleh kades yang hadir dalam demonstrasi tersebut mengatakan bahwa hal yang menyebabkan masa perpanjangan jabatan itu salah satunya adalah kurangnya waktu dalam kurun 6 tahun dan hanya baru melerai konflik horizontal pasca pemilihan.

Senyatanya di lapangan bahwa hal semacam itu merupakan ulah dari timses (Jawa; cucuk) dari setiap calon tersebut yang membuat gaduh suasana pikades dan senyatanya pilkades merupakan pemilihan yang sangat mengkhawatirkan untuk keberlangsungan demokrasi. Sebab kekacauan yang terjadi bukan hanya merusak keberlangsungan dari alamiah kebudayaan desa yang erat menjaga persaudaraan namun juga masa depan bagi generasi penerusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline