Lihat ke Halaman Asli

Ahonk bae

Menulis Untuk Perdaban

Desa Wadas dan Prototipe Bisnis Cuan ala Taipan

Diperbarui: 11 Februari 2022   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potongan Video twitter @Jaringan GUSDURian

Sempat membayangkan dengan apa yang terjadi di Desa Wadas kemarin, Rabu 08 Februari 2022 saat aparat gabungan dengan senjata lengkap masuk ke Desa Wadas Kecamatan Bener Purworejo Jawa Tengah. Puluhan warga di tangakap hingga warga yang berlindung dalam masjid pun tak puput dari pengepungan

Cuplikan video yang berseliweran telah menjadi titik terang akan adanya tindakan kekerasan verbal maupun non verbal yang dialami oleh Desa Wadas tersebut. Dengan data terakhir menyebutkan bahwa puluhan warga ditangkap oleh aparat. Tentu saja hal ini menimbulkan rasa trauma di kemudian hari. 

Sebelum dimulainya rencana yang dihimpun oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) yang merupakan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang membangun Bendungan Bener di Desa Guntur, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Planingnya bahwa material batu pembangunan bendungan itu akan diambil dari bumi bukit Desa Wadas dengan luas tanah yang terdampak 114 hektar dari desa tersebut. 

Sehingga lokasi pembangunan Bendungan Bener terletak sekira 10,5 kilometer sebelah barat Desa Wadas. Nantinya hendak dibangun sebuah jalan akan dibuat untuk transportasi truk mengangkut tanah dari Desa Wadas ke lokasi Bendungan Bener sebagai titik akhirnya.

Disisi lain, kepala Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Bendungan Bener, M. Yushar menjelaskan bahwa di bukit Desa Wadas memiliki kandungan batu andesit dengan jumlah 40 juta meter kubik. Akan tetapi yang keperluan bendungan hanya akan mengambil 8,5 juta meter kubik selama dua hingga tiga tahun sebagaimana disampaikan di berbagai media. Meskipun sebenarnya menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan perkebunan. 

Hingga sampai saat ini banyak warga yang ditangkap dan dibawa ke polsek Bener dan dari pantauan media dukungan untuk Desa Wadas juga terus mengalir baik dukungan personal maupun komunal, seperti kecaman dan menarik mundur polisi dari Desa Wadas dengan tindakan yang tidak pantas dilakukan hanya demi kepentingan proyek bendungan.

Dan implikasinya ialah apa yang terjadi di desa Wadas menjadi sebuah pelajaran berharga terhadap kita, desa kita yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang dengan tanpa di sadari atau tidak telah juga masuk dalam RTRW untuk dikeruk isi 'desanya' dengan berbagai dalih pembangunan, kesejahteraan bahkan percepatan ekonomi yang menjadi sebuah prioritas, meskipun sebenarnya ini merupakan bisnis cuan ala taipan.

Pembangunan masif yang terjadi di berbagai daerah telah juga membuktikan bahwa tak ada kesejahteraan bagi warga sekitar, dan masyarakat sekitar hanya menjadi kuli kasar dan serta pedagang kecil seperti sedia kala. Dengan dalih tingkat pendidikan dan persyaratan administratif lainnya yang menjadikan masyarakat setempat terpinggirkan, dan jauh dari kata sejahtera. Contoh kasus yang nyata ialah 'desa milyarder' di Tuban yang setelah menjual tanahnya menyadari bahwa keberlangsungan hidupnya telah hilang begitu saja. 

Keberlangsungan atas hak hidup dengan bergantung pada sektor pertanian adalah lini pertahanan terakhir setelah persaingan pasar sebegitu liciknya, dengan berbagai dalih harga jual yang rendah dan cost produksi yang melambung menjadi salah satu sektor pemicu akan pelolosan warga yang menjual tanahnya, meskipun bukan solusi atas himpitan perekonomian namun itu adalah alasan warga menjual sebidang tanahnya kepada kepada para pemilik modal dan sirkulasi transaksi dengan pemegang proyek pun bisa mulus dengan adanya 'sosialisasi ganti untung' yang 'diakomodir' oleh pamong desa. 

Duka mendalam dengan atas apa yang terjadi di desa Wadas menjadi sebuah prototipe atas bisnis cuan ala taipan yang saat ini tengah populer di kalangan konglomerat kita, dan tak pernah terbayang sedikitpun jika hal itu terjadi di tempat kaki ini berpijak, betapa traumanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline