Lihat ke Halaman Asli

Ahonk bae

Menulis Untuk Perdaban

Melerai Artikel 'Masa Depan Kita Adalah Pertanian'

Diperbarui: 11 Oktober 2021   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dimulai dari mana tulisan ini ialah berangkat dari sebuah abstraksi yang penulis baca sebelumnya di sebuah portal Nu Online Jabar yang menayangkan artikel berjudul "Masa Depan Kita Adalah Pertanian" artikel tersebut ditulis oleh seorang sekretaris PCNU Indramayu juga dalam jajaran kontributor dari portal Nu Online Jabar itu sendiri.

Setelah membacanya beberapa kali, mirip buah karya Ibnu Rusyd dalam mensyarahi Republik-nya Plato, yang sebenarnya tulisan itu adalah pesanan seorang raja. hal ini di indikasikan pada penghujung terdapat kalimat ucapan selamat hari jadi untuk Indramayu yang sedang ramai dilakukan oleh banyak instansi di Indramayu, sehingga dalam membacanya pun menjadi bingung dalam fokusnya - antara tema irigasi pertanian atau harapan terhadap Indramayu itu sendiri.

Kemudian yang lebih membingungkan ialah pada paragraf ke empat, dikatakan bahwa Indramayu adalah lumbung pangan dunia. Ini yang menjadi benang merah. Jika lumbung padi Jawa Barat atau nasional mungkin sebab Presiden tempo lalu pernah menyambangi petani. Namun sejak kapan Indramayu dinobatkan sebagai lumbung pangan dunia? Barometernya apa sehingga Indramayu dikatakan sebagai lumbung pangan dunia? Jika memang ia lumbung pangan dunia, maka masyarakat kita tidak harus berjibaku mengantri BNPT lagi. Lagi, sekrasio harga pupuk yang timpang dengan harga penjualan juga tak kunjung digubris oleh pemangku kebijakan merupakan qarinah atas lemahnya pemangku kebijakan dalam menangani persoalan pertanian di Indramayu, ini tentu bukan pekerjaan petani jika membicarakan persoalan litigasi.

Lantas irigasi adalah persoalan utama dalam pertanian Indramayu yang sampai saat ini sedang bersolek dengan total nilai proyek 3,1T yang diampu oleh PT. HK dan PT. Berantas untuk wilayah Indramayu sendiri. Akan tetapi bagaimana jika dalam tulisan tersebut menghadirkan pula mega proyek Segitiga Rebana yang akan mengejawantahkan lahan pertanian itu sendiri, 20.000 Ha lahan produktif petani dari 10 kecamatan yang 'siap santap' bagi investor dan hal ini sudah sah dan mulai penggarapannya di beberapa titik. Kemudian apa yang benar menjadi masa depan petani ketika salah satu alat produksinya 'di hilangkan'?. Ini belum lagi akan terdapat 39 Kawasan Industri Jawa Barat juga akan bertengger gagah di samping areal persawahan, pun hal ini tidak terlepas dari bagaimana mengkondisikan limbah yang bisa merusak mikro organisme tanah, air dan udara. Memang sebagaimana limbah berbahaya dan beracun sekelas batu bara telah dikeluarkan dari kategori berbahaya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lahan yang hilang serta berbahayanya limbah mungkin bisa juga dianasir oleh aturan-aturan selanjutnya. 

   

Lalu kejadian tempo lalu yang dilakukan oleh sekelompok petani di lahan tebu juga merupakan buntut dari sebuah pembiaran atas berlarutnya kasus kericuhan tersebut, yang pada penghunjungnya telah memakan 2 korban jiwa disusul dengan di tangkapnya seorang anggota DPRD dari fraksi Demokrat juga merupakan representasi atas kekurangseriusan pemerintah setempat dalam persoalan pertanian.  

Sampai disini mungkin tergambar betapa pentingnya metode komparasi dalam menulis, sehingga para pembaca setidaknya memberi hipotesa yang atas apa yang dibacanya, bukan sebaliknya. Dan pada petani tidak memiliki self determination dari segala kebijakan yang memang tidak pro dengan petani itu sendiri, malah sebaliknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline