Pemilu 2019 telah dilaksanakan dengan diikuti oleh dua Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Selayaknya duel, Pemilu 2019 bagi masing-masing Paslon berakibat kalah atau menang yang akan selalu dibarengi puas dan tidak puas. Bagi yang menang, untuk merasa puas hanya butuh satu alasan, yaitu telah memenangi duel. Tapi bagi yang kalah, untuk merasa tidak puas, sedikit banyak harus mencari (memiliki) alasan.
Ketidak puasan salah satu Paslon yang kalah pada Pemilu 2019 ini adalah dugaan adanya kecurangan. Menurut yang saya pahami, kecurangan yang dimaksud Tim Sukses terjadi sebelum pelaksanaan, saat pelaksanaan, dan setelah pelaksanaan Pemilu tanggal 17 April 2019. Pada tulisan ini, saya hanya akan membahas kecurangan (andai ada) yang terjadi setelah dilaksanakan pemungutan dan penghitungan suara, sebab menurut Paslon yang kalah, mereka memiliki data yang menunjukkan bahwa merekalah yang menang. Ini artinya, andai benar, kecurangan terjadi setelah hari pemungutan dan penghitungan suara.
Keputusan apakah kecurangan yang didakwakan salah satu Paslon tersebut memang terjadi atau tidak, berada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK), yang akan memberikan putusan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan pihak yang keberatan. Saya yakin, apapun keputusan MK, hampir dipastikan tidak akan memuaskan. Tidak memuaskan bagi Paslon tergugat apabila keputusan MK menerima gugatan tersebut, dan memutuskan benar telah terjadi kecurangan. Tidak juga memuaskan Paslon penggugat apabila MK menolak gugatan atau memutuskan tidak terjadi kecurangan.
Berdasarkan hal tersebut, saya berharap MK tidak memberikan putusan kalah menang terkait dugaan tersebut. Saya berharap MK memberikan putusan rekapitulasi ulang hasil pemungutan suara, mulai dari tingkat desa (PPS) dengan cara membuka ulang Model C1.Plano-PPWP. Pada tahap berikutnya (tingkat PPK sampai dengan tingkat Nasional) rekapitulasi dilakukan dengan cara merekap hasil rekapitulasi dari PPS.
Pelaksanaan rekapitulasi ulang tidaklah sulit, bahkan bisa menjadi win win solution bagi semua pihak. Rekapitulasi ulang akan menunjukkan dengan pasti, telah terjadi kecurangan atau tidak. Namun ada persyaratan yang harus dilakukan oleh masing-masing Paslon, yaitu menyiapkan saksi yang benar-banar kredibel mulai dari tingkat Desa (PPS), sehingga tidak ada lagi ruang untuk mengatakan adanya kecurangan.
Perlu diketahui, rekapitulasi ulang yang saya maksud di sini hanya satu jenis hasil Pemilu, yaitu Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (PPWP). Dilihat dari volume pekerjaan, rekapitlasi hasil PPWP hanya sekitar 5% dari pekerjaan rekapitulasi lima jenis pemilu.
Saya yakin, dengan perencanaan yang matang, kegiatan rekapitulasi di tingkat Desa/Kelurahan di seluruh wilayah Indonesia, yang dilakukan dengan cara membuka C1.Plano bisa diselesaikan dalam waktu sehari. Begitu pula rekapitulasi pada tingkat di atasnya, baik PPK dan KPU. Rekapitulasi di tingkat Desa (PPS) dilakukan serentak pada hari yang sama. Hari berikutnya dilakukan rekapitulasi di tingkat Kecamatan (PPK), lalu tingkat Kabupaten, Provinsi, dan Nasional.
Rekapitulasi di tingkat PPS dengan cara membacakan hasil yang tertera di dalam C1.Plano-PPWP per TPS. Di tingkat PPK cukup membacakan hasil rekapitulasi per Desa. Di tingkat KPU Kabupaten cukup membacakan hasil rekapitulasi per Kecamatan. Di tingkat KPU Provinsi cukup membacakan hasil rekapitulasi per Kabuapten. Di tingkat KPU RI cukup membacakan hasil rekapitulasi per Provinsi. Dengan demikian, rekapiptulasi secara nasional dapat dilakukan dalam waktu kurang dari sepuluh hari. Selain itu, saksi Paslon akan lebih mudah melakukan koreksi apabila ada selisih data.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan rekapitulasi ulang ini adalah:
- Distribusi kotak suara PPWP dari KPU Kabupaten ke PPS melalui PPK dengan keterjaminan keamanan yang maksimal.
- Distribusi kotak ke PPS oleh PPK dilakukan pada hari H rekapitulasi. Waktu pelaksanaan rekapitulasi di PPS disesuaikan dengan jarak dan jumlah desa di setiap Kecamatan.
- Masing-masing Paslon harus menyiapkan saksi yang kredibel di masing-masing tingkatan (PPS, PPK, KPU Kab/Kota, KPU Prov, KPU RI). Apabila Paslon tidak bisa menyiapkan saksi, maka rekapitulasi tetap dilaksanakan dan hasilnya tidak bisa diganggu gugat.
- Berita acara dan lampiran hasil rekapitulasi perolehan suara Paslon dibuat sedemikian rupa agar tidak terlalu rumit, tetapi tetap memenuhi standar kepastian hukum.
- Berita acara dan lampiran hasil rekapitulasi perolehan suara Paslon, harus dilaporkan kepada penyelenggara tingkat di atasnya pada hari itu juga, kecuali KPU Provinsi kepada KPU RI. Untuk KPU Provinsi diberi waktu sampai dengan 2 hari berikutnya.
- Kotak suara harus tetap berada di desa. Hal ini dimaksudkan agar kotak suara tidak berada berdampingan dengan Berita Acara dan lampiran hasil rekapitulasi perolehan suara Paslon, yang bisa memudahkan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan kecurangan.
- Keamanan kotak suara tetap menjadi tanggungjawab PPS yang harus difaslititasi oleh Pemerintah Desa.
- KPU RI menyajikan hasil rekapitulasi dalam SITUNG yang mudah diakses, sebagai media kontrol bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
- SITUNG dimaksud harus dibuat agar menyajikan hasil rekapitulasi yang mudah diakses. Hal ini dimaksudkan agar hasil akhir bisa dikoreksi secara maksimal.
- Keberatan atas hasil rekapitulasi harus diselesaikan di tingkat masing-masing.
- Keberatan atas hasil rekapitulasi di tingkat Desa, dikembalikan kepada C1.Plano-PPWP. Apabila data rekapitulasi telah sama dengan data di C1.Plano-PPWP, keberatan tidak bisa diterima.
- Untuk mengantisipasi agar keberatan tidak terjadi, diperlukan ketentuan bahwa apabila terjadi keberatan padahal hasil rekapitulasi telah sesuai dengan C1.Plano-PPWP, maka keberatan tersebut dikategorikan sebagai upaya menggagalkan Pemilu dan harus diberi sangsi seberat-beratnya.
- KPU RI menetapkan hasil rekapitulasi ulang perolehan suara Paslon, seminggu setelah menyajikan data rekapitulasi ulang perolehan suara secara keseluruhan dalam SITUNG.
- Tim Sukses diberi waktu seminggu untuk melakukan koreksi hasil rekapitulasi secara nasional.
- Siapapun yang dengan sengaja menyajikan data rekapitulasi tidak sesuai dengan Berita Acara dan Lampiran Hasil Rekapitulasi di tingkat PPS, dikategorikan sebagai upaya menggagalkan Pemilu dan harus diberi sangsi seberat-beratnya.
Pati, 23 Mei 2019.
AH. NUR ALI