Lihat ke Halaman Asli

Ahnaf

Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Hukum Angkatan 2021

Pembukaan Kilang, Lahan Hilang, Petani Berkurang

Diperbarui: 21 Juni 2022   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Rencana konstruksi kilang minyak baru oleh PT Pertamina di Tuban pada tahun 2020 lalu banyak merugikan masyarakat sekitar pembangunan. Memang dari pembebasan lahan, pihak-pihak tertentu diberikan ganti rugi atas tanahnya yang dibebaskan untuk konstruksi kilang minyak tersebut, mereka adalah orang-orang yang memang memiliki lahan dan membebaskan lahannya yang akhirnya diberikan ganti rugi. 

Dari lahan miliknya tidak mungkin hanya pemilik lahan atau kerabatnya yang bekerja di lahan tersebut. Namun sudah pasti ada beberapa pekerja buruh tani yang dipekerjakan di lahan miliknya, ganti rugi karena pembebasan lahan, otomatis akan diberikan pada pemilik lahan, sedangkan buruh tani yang bekerja di lahan tersebut akan kehilangan pekerjaannya tanpa diberikan ganti rugi pekerjaan oleh pihak yang bertanggung jawab. Siapa yang tidak mengenal kampung miliarder di Tuban, mereka mendapat ganti rugi atas pembebasan lahan. 

Beberapa menggunakan uangnya untuk membeli mobil, motor bahkan sampai membangun rumah. Tidak banyak dari mereka yang dapat mempertahankan kondisi ekonominya, namun ada juga yang memang dapat memutar kembali uangnya untuk membuka sumber penghasilan baru.

Pihak Pertamina menjanjikan akan mempekerjakan masyarakat lokal dalam pembangunan kilang minyak tersebut, dalam pembukaan kilang minyak tentu harus dilakukannya land clearing (pembersihan lahan)yang telah dibebaskan, dalam hal ini Pertamina sudah mempekerjakan sekiranya 98 persen dari 300 pekerja adalah masyarakat lokal. Ada juga masyarakat sekitar yang terlibat dalam proyek pembangunan pagar di sekitar lahan, ada yang terlibat menjadi kernet truk Pertamina, ada yang terlibat menjadi surveyor, dll.

Dalam proyek pembangunan kilang minyak sendiri belum banyak dari masyarakat lokal yang dipekerjakan, sekiranya yang dipekerjakan menjadi security, atau dipekerjakan dalam land clearing tadi. Masih sedikit yang terlibat dalam konstruksi kilang minyak internal. Pihak pertamina dalam perekrutan tenaga kerja cenderung memprioritaskan kandidat yang berpendidikan dan masih kuat fisiknya, namun yang tidak berpendidikan dan sudah berumur tua tidak dilibatkan dalam pekerjaan apapun di proyek Pertamina ini. Salah satu masyarakat desa sekitar menyatakan bahwa petani-petani yang sudah tua itu tidak diberikan pekerjaan, banyak yang menganggur dan kehilangan mata pencahariannya, hidupnya sudah susah jadi tambah susah lagi. Kebanyakan jadi pekerja harian yang kesusahan memenuhi kebutuhan seharian keluarganya. 

Dilihat dari sudut pandang masyarakat yang merugi akibat pembukaan konstruksi kilang minyak ini, mereka sebagian besar merupakan buruh tani yang bekerja bukan di lahan miliknya sendiri, sebagian besar umurnya sudah tua dan sebagian besar pendidikan terakhirnya adalah SD atau bahkan tidak sekolah. Karena faktor-faktor tersebut mereka tidak dapat dilibatkan dalam pekerjaan proyek pertamina ini. Yang dimana pemilik lahan mendapat ganti rugi pemebebasan lahan, buruh tani dari lahan tersebut tidak mendapat ganti rugi, kehilangan pekerjaan dan menganggur. Petani mendapat penghasilan dari tiap panen, sekiranya membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk panen dan dapat pemasukan. 

Dari pemasukan hasil panen itu petani masih kesusahan dalam mencukupi kebutuhan keluarganya, belum lagi terkena dampak Covid-19 dari tahun-tahun sebelumnya, dimana tidak terurusnya lahan, gagal panen, sampai krisis ekonomi pada tahun-tahun kemarin. Pendapatan berkurang namun harga bahan-bahan pokok kebutuhan sehari-hari naik akibat adanya Covid-19.

Dalam hal tersebut sudah pasti akan berdampak pada menurunnya jumlah petani di Indonesia dari tahun ke tahun. Indonesia akan mengalami ancaman krisis regenerasi petani. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi, 42 tahun mendatang Indonesia tidak lagi mempunya petani bila hal-hal semacam ini terus berlanjut. Mengutip dari katadata.co.id dijelaskan bahwa "mungkin pada 2063 tidak ada lagi yang berprofesi sebagai petani seperti yang kita kenal," ujar Plt Direktur Pembangunan Daerah Kementrian PPN/Bappenas Mia Amalia dalam webinar "Sistem pangan dan perencanaan kota" pada Selasa, 23 Maret 2021. Mengutip dari misekta.id dijelaskan bahwa, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 29,59 persen tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor pertanian, namun jumlahnya terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Saat ini jumlah petani hanya 38,77 Juta jiwa, dimana 10 tahun yang lalu ada sebanyak 42,46 Juta jiwa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline