Lihat ke Halaman Asli

Ahmed Tsar Blenzinky

TERVERIFIKASI

Blogger | Content Creator | Sagitarius

Infotainment = Jurnalisme Sosialita

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_45101" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi didapat dari thesocialite.proboards.com"][/caption] Kaget juga, mendengar dan membaca wacana sebuah ormas keagamaan  mengeluarkan fatwa haram infotainment. Pertama kali saya dengar wacana tersebut di Radio Elshinta ketika diskusi interaktif tanggal 27 Desember 2009. kaget karena kok ormas keagamaan  tersebut mengurusi hal yang remeh-temeh…….ehm…..maksudku, ada ruang terpisah antara masalah keagamaan dengan masalah hiburan. Selintas, pikiranku begitu. Fatwa hanya berguna umtuk umat, bukan untuk sosialita (istilah sosialita ini aku dapatkan di suratkabar Kompas Minggu yang selalu melaporkan budaya masyarakat urban dan pernak-pernik gaya hidupnya). Ya, infotainment merupakan “anak pungut” sosialita. Tak ada lagi berbagai hal yang remeh-temeh dalam lingkungan sosialita. Dan jangan sekali-kali menganggap remeh pada berbagai macam produk sosialita, sekalipun itu anak kandung, anak haram ataupun anak pungut. Kalau dalam ranah filsafat, sosialita menganut paham relativisme. Dengan kalimat lain, masyarakat sosialita bukannya membentuk atau meniadakan oposisi biner melainkan mengemasnya menjadi satu. Ini terbukti dengan adanya kemasan produk bernama infotainment. Apakah produk tersebut berkarakter jurnalisme atau entertaint? Jangan mencoba menjawab secara teori menurut kepakaran anda. Jawabnya, nikmati saja seperti halnya tagline sebuah iklan “nggak ada loe, nggak rame”. Roh Karl Marx mungkin akan tertawa kegirangan sambil mengerutkan dahi kalau melihat lingkungan sosialita serta anak pungutnya di era sekarang. Dia terheran-heran “horee tesisku terbukti, tapi kok jadi begini”.Sambil mengelus-elus jenggotnya yang lebat, dia berkata lagi “Aku bangga, musuh beratku kapitalisme menciptakan masyarakat tanpa kelas. Akan tetapi, kenapa sistemku hanya efektif di masyarakat mikro? Seharusnya ada peralihan antara masyarakat kapitalis menuju masyarakat tanpa kelas”. Jawab roh Adam Smith ( tokoh penggagas invisible hand) “lho aku juga heran, bisa-bisanya para penggagumku mengkudeta sistem yang aku ciptakan. Kreatif, mereka melahirkan berbagai dunia sosialita. Nampaknya kita berdua harus hormat kepada Derrida dan mungkin tokoh “dunia yang dilipat” Yasraf Amir Piliang”. Lalu, bagaimana menyikapi maraknya infotainment? Lagi-lagi ini pertanyaan menghakimi, mungkin pertanyaannya bukan menyikapi tapi menghindari. Maksudnya menghindari kabar infotainment, tetapi diam-diam masih menikmati acara tersebut. Ya, sesuka anda untuk beralih ke dunia sosialita infotaiment ke dunia sosialita lainnya. Akan tetapi, beralihnya anda bukan berarti anda tidak lagi menjadi anggota dunia sosialita infotaiment. Maksudnya begini, syarat menjadi anggota dunia sosialita rata-rata mudah. Hanya tinggal berkomentar misal “eh, Luna Maya di infotaiment…..bla….bla…bla”, anda sudah menjadi anggota. Walaupun ada sebagian dunia sosialita yang harus registrasi dulu, tetapi melakukan itupun juga mudah. Jadi, selamat datang di dunia-dunia kecil sosialita, yang di dalamnya terdapat masyarakat tanpa kelas. Anda tak perlu repot-repot mencitrakan diri sebagai bagian dari anggota berbagai komunitas sosialita. Cukup mengkonsumsi aneka produk yang dihasilkannya, maka anda sudah menjadi member. Begitu pula infotainment. Apakah Kompasiana termasuk sosialita?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline