Lihat ke Halaman Asli

Menikmati Tumis Kukuk di Bawah Guyuran Hujan

Diperbarui: 20 Februari 2017   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Gerimis sudah mulai turun saat saya dan ayah saya tengah asyik berkebun di sawah. Setelah selesai memetik berbagai jenis sayuran yang sudah panen, kami pun bergegas pulang agar baju kami tidak kebasahan. Sembari berlari kecil, kami memastikan sayuran yang kami bawa tidak berhamburan di jalanan.

Beruntunglah kami sudah sampai lebih dulu di rumah sebelum hujan semakin deras. Kami menyimpan berbagai jenis sayuran yang tadi kami bawa di dapur, lalu segera mengganti pakaian kami yang sudah kotor dipenuhi tanah.

Usai mengganti pakaian, saya kembali berjalan ke dapur untuk memasak, karena ibu sedang tak ada di rumah, sementara ayah dan keempat adik saya sudah kelaparan. Karena bahan masakan yang ada hanya sayuran, maka saya pun memilih kukuk dan jagung sebagai bahan utama masakan saya.

Bagi kalian yang belum pernah mendengar kukuk, biar saya jelaskan. Kukuk merupakan sejenis sayuran yang bentuk dan ukurannya mirip pepaya. Teksturnya sangat lembut saat dimasak. Rasanya agak manis meskipun sedikit bergetah. Sayuran ini memiliki warna hijau susu, namun saat dikupas, warnanya hampir putih sempurna. Meskipun baunya cukup menyengat, namun jika kita pandai mengolahnya, maka baunya akan hilang.

Kembali ke topik semula.

Saya mengupas sayuran bernama kukuk tersebut sampai tersisa dagingnya saja. Lalu, saya potong kukuk tersebut menjadi beberapa bagian. Selanjutnya, saya iris pinggirnya dan membuang bagian tengahnya karena tak bisa dikonsumsi. Irisan kukuk tersebut saya masukkan ke dalam baskom kecil berisi air garam agar getah dan baunya hilang. Setelahnya, saya langsung mengambil dua buah jagung dan mempreteli bijinya sampai habis. Lalu, saya mengiris dua siung bawang merah dan satu siung bawang putih. Tak lupa juga mengiris dua potong lengkuas dan agar wangi masakan semakin kuat. Terakhir, saya mengocok satu butir telur.

Setelah menyiapkan penggorengan dan minyak, saya langsung menumis bawang merah dan bawang putih sampai warnanya berubah kecoklatan. Selanjutnya, saya memasukkan telur yang sudah dikocok seraya mengacaknya di atas penggorengan. Lalu, saya memasukkan irisan lengkuas bersamaan dengan irisan kukuk dan biji jagung yang sudah dipreteli. Saya tutup penggorengan tersebut dengan tutup panci agar tekstur kukuk menjadi lembut, juga agar kandungan airnya keluar. Biasanya proses ini membutuhkan waktu sekitar 3 menit.

Usai memastikan tekstur kukuk lembut, tutup panci pun dibuka. Warna kukuk yang semula putih langsung berubah jadi sedikit kehijauan. Wangi masakan pun langsung tercium. Lalu, saya segera memasukkan sedikit garam ke dalam tumis kukuk tersebut. Tak lupa pula saya memasukkan mecin bertuliskan Ajinomoto pada bungkusnya ke dalam penggorengan. Mecin ini bukan hanya membuat masakan jadi lebih umami (ibu dan nenek saya yang sangat handal dalam memasak sudah membuktikannya selama puluhan tahun), namun juga sangat aman dan halal dikonsumsi karena sudah berlabel halal.

Tumis kukuk yang sudah matang pun akhirnya saya hidangkan di meja makan.

Di bawah guyuran hujan yang semakin deras, juga suara guntur menggelegar yang mengiringinya, saya beserta ayah dan keempat adik saya tengah menikmati tumis kukuk buatan saya bersamaan dengan sepiring nasi. Rasanya begitu nikmat dengan rasa gurih dan manis yang mendominasi. Ini berkat rasa alami kukuk yang pada dasarnya memang agak manis, juga tambahan mecin dari Ajinomoto yang terbukti membuat masakan jadi lebih gurih. Perut jadi kenyang, tubuh pun jadi ikut terhangatkan berkat masakannya yang masih fresh off the oven.

Senang sekali rasanya bisa membuat masakan khas Sunda dengan rasanya yang "nyunda" sekali seperti masakan buatan ibu saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline