Lihat ke Halaman Asli

Tentang Ibu dan Kita (part.1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dini hari sekitar pukul 3 sepulang dari tempat kawan, di jalan aku melihat seorang wanita persisnya ibu-ibu melihat dari perawakannya berumur 50 tahunan, ibu tadi sambil menuntun sepeda ontelnnya dengan barang dagangannya yang besar sekali hingga ibu tadi kepayahan menuntun sepedanya. Pagi dini hari waktu itu malam hujan dan tak pelak hawa dingin minta ampun aku rasakan yang waktu itu menggunakan jaket, namun ibu tadi kalau tidak salah memakai rok atau mungkin jarik karena pukul 3 waktu itu masih gelap. Yang aku fikir ketika melihat ibu tadi bagaimana payahnya berjuang agar dapur tetap mengepul, lalu jika ibu tadi punya suami atau anak kemana gerangan?

Kehidupan yang sekali ini apa akan menjadi kehidupan yang naas buat diri kita dan orang yang kita cintai dan sayangi, orang tua adik kakak dan tentunya istri atau dalam istilah jawa garwo (sigaring nyowo). Dulu sewaktu kita masih kecil dalam buaian seorang ibu (itupun kalau kita tidak dititipkan pada pengasuh atau dalam istilah modernya adalah baby sister) tentunya kita merasakan betapa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dalam mengasuh dan mendidik, waktu kecil kita hanya bisa merengek nangis setiap popok kita basah oleh air kencing kita sendiri, atau tenggorokan terasa haus atau juga perut lapar, kita hanya bisa merengek dan menangis tanpa tahu keadaan ibu kita pada saat itu yang payah mengurus  kita yang belum bisa apa-apa kemudian pekerjaan rumah yang tentunya juga tidak sedikit, tapi seorang ibu yang benar-benar sayang kepada kita dengan keringat dan tenaga yang payah berusaha membuat kita diam sewaktu menangis kehausan ataupun repotnya mengganti popok kita yang telah basah. Betapapun jika diharga tak akan pernah sebanding dengan uang berapa juta triliun-pun untuk menggantinya.

Lalu kemudian disaat ibu sudah tua dan tak bisa apa-apa dengan hati yang harus ikhlas pula (sedikit ada nada pakasaan “harus” karena banyak kita jumpai seorang anak ketika sudah besar tidak peduli dengan orang tua lebih tepat ibunya) kita akan merawat ibu meski sudah tidak dapat lagi berbicara dengan jelas, dengan ingatan yang semakin mengalami penurunan yang drastis, sampai untuk mengerti dengan apa yang dibutuhkan dan diinginkanpun tidak tahu, kalau sedikit agak kasar mungkin bisa disebut orang pikun. Ya tapi seberapun keadaanya tetap beliau adalah ibu kita yang dulu sewktu kecil kita diasuh dengan penuh kasih sayang yang tiada tara, bukankah manusia ketika kecil dengan  masa lansia hanya terdapat perbedaan yang kecil, mungkin hanya secara fisik saja yang menjadi perbedaan yang paling nyata.

Namun keadaan sangat kontras dengan cerita diatas ketika seorang ibu sudah sibuk dengan pekerjaannya untuk mencari kekayaan yang setiap harinya hanya menjadi seorang wanita karir dan hanya peduli dengan uang jajan anaknya, ketika kita terlahir dari rahim seorang ibu yang workaholic tentunya berbeda dengan terlahir dari rahim seorang ibu petani atau ibu rumah tangga biasa. Jika kita terlahir dari rahim seorang ibu yang wanita karir mungkin setelah kita lahir kasih sayangnya akan dipasrahkan kepada baby sister dan hanya dot yang setiap hari kita rasakan, mungkin hanya kecupan sayang di jidat kita ketika malam sudah menyelimuti alam.

Kemudian  tidak mengherankan jika anak-anak kota yang ibunya pekerja sampai lupa dengan anaknya...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline