Lihat ke Halaman Asli

Political Expose Person (PEP) di Sektor Keuangan

Diperbarui: 29 Juni 2024   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://media.licdn.com/dms/image/C5612AQHQiYlcSSefeQ/article-cover_image-shrink_600_2000/0/1572518424778?e=2147483647&v=beta&t=yjitIxvrydDHYmwgFBWwtcHfRJaqI2s0gtAr1LuSj-I

Di sektor jasa keuangan, khususnya di Indonesia, terdapat perhatian khusus terhadap individu-individu yang dikenal sebagai Politically Exposed Person (PEP). PEP adalah individu yang memiliki atau pernah memiliki jabatan publik penting, dan karenanya dianggap berisiko tinggi terkait dengan tindak pidana korupsi atau pencucian uang. Dalam konteks ini, penting untuk memahami kategori PEP, regulasi yang mengaturnya, serta kewajiban pelaporan transaksi keuangan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010.

Kategori PEP di Sektor Jasa Keuangan

PEP dapat dikategorikan berdasarkan tingkat risiko yang mereka bawa, dengan klasifikasi dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah sebagai berikut:

  1. PEP Domestik: Individu yang memegang atau pernah memegang jabatan publik penting di dalam negeri, seperti presiden, wakil presiden, menteri, anggota DPR, gubernur, walikota, serta pejabat tinggi lainnya. Mereka dianggap memiliki risiko tertinggi karena akses dan pengaruh mereka di dalam pemerintahan.
  2. PEP Asing: Individu yang memegang atau pernah memegang jabatan publik penting di luar negeri, seperti kepala negara, anggota parlemen asing, serta pejabat tinggi internasional lainnya. Risiko mereka sedikit lebih rendah dibandingkan PEP domestik namun tetap signifikan.
  3. PEP Keluarga dan Rekanan Dekat: Keluarga dekat dan rekanan dari PEP, seperti istri, anak, orang tua, dan mitra bisnis. Mereka mungkin terlibat dalam kegiatan yang terkait dengan PEP utama dan karena itu juga berisiko tinggi.

PEP Keluarga dan Rekanan Dekat

Kategori ini mencakup individu-individu yang memiliki hubungan erat dengan PEP, baik melalui ikatan keluarga atau hubungan profesional. Berikut beberapa contoh dan elaborasi lebih lanjut tentang kategori ini:

  • Keluarga Dekat: Termasuk pasangan, anak, orang tua, dan saudara kandung dari PEP. Risiko yang terkait dengan keluarga dekat PEP adalah karena mereka dapat digunakan untuk menyembunyikan aset atau melakukan transaksi yang tidak wajar atas nama PEP. Misalnya, anak dari seorang menteri yang memiliki rekening bank dengan transaksi besar yang tidak sesuai dengan profil pendapatan pribadinya.
  • Rekanan Dekat: Termasuk mitra bisnis, teman dekat, atau individu yang sering berinteraksi dengan PEP dalam kapasitas pribadi atau profesional. Mereka mungkin terlibat dalam pengaturan bisnis yang tidak transparan atau membantu PEP dalam melakukan kegiatan yang mencurigakan. Contohnya, seorang pengusaha yang sering melakukan transaksi bisnis dengan seorang PEP dan terlibat dalam transfer dana besar antar negara.
  • Strawman atau Proxy: Individu yang secara resmi tidak terkait dengan PEP tetapi bertindak atas nama PEP untuk menyembunyikan aset atau aktivitas ilegal. Mereka biasanya adalah rekan bisnis yang dipercaya atau individu yang bersedia menjadi perantara dalam transaksi mencurigakan.

UU No. 8 Tahun 2010 dan Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan oleh penyedia jasa keuangan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pelaporan ini harus dilakukan oleh berbagai entitas, baik bank maupun non-bank, untuk mendukung transparansi dan integritas sistem keuangan nasional.

Berikut beberapa alasan mengapa pelaporan tersebut harus dilakukan:

  1. Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana: Pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan membantu dalam mengidentifikasi dan mencegah tindak pidana pencucian uang serta pendanaan terorisme. Dengan melaporkan transaksi yang mencurigakan, penyedia jasa keuangan berperan penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas keuangan negara.
  2. Memastikan Kepatuhan: Penyedia jasa keuangan wajib mematuhi peraturan yang berlaku. Pelaporan kepada PPATK adalah salah satu bentuk kepatuhan terhadap peraturan yang dirancang untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan sistem keuangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
  3. Meningkatkan Transparansi: Dengan melaporkan transaksi mencurigakan, penyedia jasa keuangan membantu meningkatkan transparansi dalam sistem keuangan. Ini sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor terhadap integritas sistem keuangan nasional.
  4. Mengurangi Risiko Reputasi: Kegagalan dalam melaporkan transaksi yang mencurigakan dapat merusak reputasi penyedia jasa keuangan. Kepatuhan terhadap regulasi pelaporan membantu melindungi reputasi institusi keuangan dari potensi dampak negatif terkait dengan keterlibatan dalam tindak pidana keuangan.

POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU-PPT

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) di Sektor Jasa Keuangan menggarisbawahi pentingnya kepatuhan terhadap prosedur pelaporan dan identifikasi PEP. Peraturan ini mengatur langkah-langkah yang harus diambil oleh penyedia jasa keuangan untuk mengenali dan mengelola risiko yang terkait dengan PEP, termasuk penerapan uji tuntas yang ditingkatkan (enhanced due diligence) bagi individu-individu yang termasuk dalam kategori PEP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline