Lihat ke Halaman Asli

Diplomasi Hudaibiyyah, Bukan Diplomasi Kemayu

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_246552" align="alignleft" width="300" caption="diunduh dari http://images.newstatesman.com/articles/2007/952/952_p26.jpg"][/caption] Mengingat kembali perjanjian hudaibyyah setelah mendengar Pidato Presiden SBY tentang diplomasi terhadap Malaysia. Mumpung masih bulan ramadhan semoga kita dapat pencerahan yang luar biasa setelah hidup 1000 malam. Perjanjian hudaibiyyah adalah perjanjian genjatan senjata selama 10 tahun yang sebelumnya umat islam selalu mendapatkan gangguan terus menerus terhadap kaum Quraisy yang  merasa terusik ajaran Nabi Muhammad akan mengancam kekuasaan mereka. Ajaran Islam yang berusaha dikembangkan Muhammad saw secara damai mendapatkan gangguan yang serius. Namun dengan kesabaran yang luar biasa Muhammad tetap istiqomah dalam menyampaikan ajaran Islam. Perang pun dihadapi Muhammad. Masih ingatkah perang badar pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan kaum kafir quraish. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Pasukan kecil Muhammad berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy[1] dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang Inilah pertempuran besar Muhammad yang pertama yang sebelumnya Muhammad bersama pengikutkan terus mengalami pelecehan sejak hijrahnya dari Makkah. Konflik bersenjata skala kecil pun harus dihadapi skala kecil antara akhir 623 sampai dengan awal 624. Semua itu dilakukan untuk memperkuat posisi Umat Islam baik secara baik secara politik, ekonomi, keamanan, maupun kemajuan budaya yang Muhammad bangun di Madinah. pertempuran ini sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekkah. Mekkah saat itu merupakan salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia zaman jahiliyah. Kemenangan kaum Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah. Dari Madinah inilah Muhammad rajin mengirimkan surat ke perbagai otoritas kekuasaan termasuk otoritas romawi. Agar Dunia melihat bahwa ada kaum yang terusir dan teraniaya karena menyebarkan sebuah ajaran untuk mengeluarkan Arab dari kegelapan menuju ke terang benderang. Sebuah peradaban baru yang kelak dikenal dengan peradaban islam. Perang badar. Setahun kemudian berlanjut dengan perang Uhud. pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy pada tanggal 22 Maret 625 M. Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Perang yang hampir dimenangkan oleh Muhammad, akhirnya kalah karena tentara Muslim melihat para wanita Quraish mengangkat bajunya sehingga menampakkan gelang pergelangan kaki dan kaki2 mereka, mereka mulai berteriak-teriak dan menzalimi mereka. Sebuah strategi kaum quraisy untuk melemahkan spirit kaum Muhammad dalam memenangkan perang. Perjanjian Hudaibiyyah terjadi adalah buah dari Rasul Muhammad yang secara sabar dan gigih melakukan taktik gerilya menyebarkan ajarannya. Perjanjian Hudaibiyyah ditawarkan oleh kaum Qurasy meskipun pada akhirnya dilanggarnya sendiri. Pada masa ini, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Namun sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka melakukan aksi damai dengan  mempersiapkan hewan kurban untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Melihat kekuatan pengikut Muhammad semakin lama semakin besar paska perang badar dan uhud, Kaum Quraisy akhirnya menawarkan perjanjian yang di beri nama Hudaibiyyah, sebuah nama tempat antara Mekkah dan Madinah Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah" Perjanjian yang secara tidak langsung mengakui keberadaan Umat Muhammad Umat Muhammad bisa lagi masuk Mekkah untuk menunaikan Ibadah haji Umat Muhammad bisa menerapkan ajarannya tanpa gangguan teror lagi Umat Muhammad bisa melakukan diplomasi secara bebas dengan kerajaan-kerajaan seperti Ethipia-Afrika untuk dapat memperluas ajarannya. Hal ini sangat berbeda jauh dengan latar belakang dilpomasi yang baru saja diutarakan Presiden SBY yang sebelumnya didahului Ceramah Agama yang disampaikan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Nazaruddin Umar. Sebuah istilah yang kurang tepat seolah Agama dijadikan stempel kebijakan pemerintah. Meski saya tidak sepandai nazarudin umar namun saya tetap melek sejarah. Kalimat Rasulullah lebih sering berdiplomasi, namun yang lebih banyak diangkat adalah perang tidaklah tepat dalam perjanjian hudaibiyyah. Sebuah pernyataan yang menggunakan ajaran agama yang diplintir untuk membuat SBY PD dalam menyampaikan pernyataan tentang konflik malaysia Indonesia. Penyelesaian konflik Malaysia-Indonesia seperti yang diucapkan dalam Pidato Presiden SBY terkesan hanya sebuah penyelesaian aliansi secara pragmatis demi kekuasaan bukan sebuah pengembangan aliansi strategis  diantara pemimpin antar bangsa. Tidak ada nuansa spirit nasionalisme sama sekali. Aliansi jangka pendek yang pragmatis pada gilirannya akan menggerus spirit keindonesiaan serta integritas dan kehormatan kebangsaan. Kekuatan diplomasi sebuah negara sangat ditentukan oleh kondisi dalam negeri mereka, baik secara politik, ekonomi, keamanan, maupun kemajuan budaya. Tanpa kekuatan tersebut diplomasi tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi negara lain. Diplomasi yang akan dihasilkan hanya sebuah diplomasi semu alias diplomasi kemayu. Kalau pun pemerintah tak mampu melakukan diplomasi seperti tergambar dalam alasan-alasan dalam pidato presiden. Sebaiknya, proses diplomasi ini serahkan saja pada ormas-ormas yang telah siap untuk melakukan itu. Pasalnya, SBY tidak pernah menunjukkan ketegasan dan konsistensi. Seperti diplomasi yang dilakukan Presiden SBY dalam menghadapi masalah Palestina, terutama soal Gaza dinilai oleh Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad sebagai 'diplomasi kemayu'. ”Pernah suatu ketika, SBY menyatakan ingin memerikan bantuan Rp.20 M untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Akan tetapi keinginan tersebut hanya dalam batas keinginan dan belum terimplementasi”, ujar Sarbini dalam diskusi Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) Ke-57 di Intiland Tower, Jakarta pada Kamis (24/6) Diplomasi bukan rapat dan rapat. Diploasi bukan hanya untuk mempertahankan citra dan merias diri untuk sekedar tampil di forum perjanjian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline