Lihat ke Halaman Asli

Sumpah Serapah Jendral Susno Duaji

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumpah

Mulutmu adalah harimaumu. Sekali lancing ke ujian. Demikian pepatah lama menjelaskan kata-kata yang meluncur dari seorang jenderal kepolisian susno duaji, Cicak kok lawan buaya. Cicak sebuah personifikasi KPK yang terdapat 126 keluarga besar kepolisian, dan Buaya adalah personifikasi keluarga besar kepolisian itu sendiri. Tak mungkinlah buaya tak bisa mengendalikan cicak. Buaya kok dilawan!!! Cicak kok lawan buaya, kata-kata yang meluncur dari sang jenderal polisi pada saat dia menjabat tongkat komando tertinggi krimininalitas umum. Kata-kata diloncarkan awal dimulainya pertarungan, Polisi VS KPK. Show time is begin. Sebuah kalimat terlontar dengan nuansa emosional dan ambisius. Terdengar seperti sumpah serapah. Tak aneh bila semua telinga mendengar kalimat tersebut seperti sumpah. Terdengar sumpah sang jenderal untuk menangkap, memenjara dan mengajukan ke kejaksaan untuk diadili. Sumpah sang jenderal terbukti. Dua anggota KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah kini mendekam dipenjara dengan sangkaan yang berubah-ubah. Cicak sedang diujung gigi tajam sang buaya. Buaya tak melepas cicak meski ratusan ribu pecinta cicak berusaha melepas cicak dari koyakan gigi buaya. Sumpah sang jenderal direspon sama kapolri Bambang Hendarso Dahuri. Sumpah sang jenderal terbukti ampuh ditarik oleh sang jenderal atasannya. Sang jenderal atasan menari dengan ucapan, janganlah menggunakan kata-kata cicak lawan buaya lagi (baca: sumpah, red). Sumpah yang dianggap tak ampuh lagi, karena ada sumpah pecinta cicak yang menangkal hebat sumpah sang jenderal. Sumpah sang jenderal berhadapan dengan sumpah darah pecinta cicak. Sumpah tetaplah sumpah. Keberadaannya tak bisa ditarik oleh siapapun. Kekuasaan manusia tak akan bisa menarik sumpah. Uang bisa ga ya? He he he he. Saya yakin tidak. Hanya Tuhan yang Maha Kuasa menetralisir sumpah. Cicak sudah terlanjur memiliki makna semiotik KPK yang kini lemah bak binatang melata tersebut. Buaya sudah terlanjur memiliki makna semiotik Polri, yang memiliki kekuatan ampibi. Media mainstream mungkin bisa tidak memuat lagi kata-kata yang berbau sumpah tersebut. Namun sumpah tersebut telah tertempel di kaos-kaos, spanduk-spanduk, graffiti-grafiti jalanan, tulisan blog, tag-tag blog, tertempel kuat ditelinga anak-anak. Butuh waktu lama untuk menghilangkan sumpah tersebut. Sumpah bukan persoalan menang kalah. Namun sumpah adalah masalah kekuatan batin dan nurani. Kekuatan dua sumpah kini sedang bertarung yang meliputi negeri Indonesia raya tercinta ini. Sumpah sang jenderal dan sumpah pecinta cicak. Mana yang lebih kuat. Semua bergantung pada kekuatan batin dan nurani keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline