Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Zainudin

Seorang pengajar di SMPN 51 Surabaya yang berminat dalam bidang bahasa dan literasi.

Hadiah dari Aida

Diperbarui: 23 Desember 2021   11:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maaf, Zul, hubungan kita kakak adik saja ya," kata Aida pelan, sambil memegang lembut tanganku yang sedang menggenggam mouse di meja komputer. Seolah ingin meredam reaksiku. Kulihat bibirnya tersenyum melengkapi dinginnya kata-kata yang barusan dia ucapkan.

"Iya, Ai," jawabku pendek, dingin, dan layu seperti tunas yang batal memunculkan daunnya.

Rupanya jawabanku membuat Aida tak merasa bersalah. Ia bersikap biasa saja. Baginya, jawabannya atas ungkapan hatiku sebelumnya adalah jawaban teraman. Jalan tengah. Dianggapnya tidak menyakitkan. Dengan santainya dia tetap memintaku mengajari mengoperasikan komputer di depannya.

Harapanku bisa duduk berjajar dengan Aida di laboratorium komputer ternyata tak seindah yang kubayangkan. Justru menjadi awal petaka yang tak terbayangkan. Selama ini, aku hanya membaca di cerita dan sinetron jawaban seorang cewek mengajak hubungan kakak adik. Tapi itu kini benar-benar menimpaku dengan cara yang sangat biasa. Tanpa drama dan adegan setingan. Tanpa mengharu biru.

"Yang ini bagaimana, Kak?" tanyanya mulai mengganti panggilan dengan kata sapaan 'Kak'.

Dengan berusaha tidak menunjukkan rasa kecewa, tanganku meraih mouse-nya. Kali ini aku berusaha menjaga jarak aman dengannya. Kutunggu tangannya pergi dari atas mouse dulu. Stelah itu, baru aku genggam mouse-nya dengan penuh geram.

"Klik ini dulu ya, baru bisa dimasukkan username dan password-nya," tuntunku pelan sambil menatap monitor yang menampilkan program Microsoft Office 365. 

Intruksi dari Pak Joko, guru komputer yang juga guru Matematika, sudah tidak begitu bisa kuterima dengan baik. Pikiranku masih kacau oleh jawaban Aida yang tak terduga. Kekacauan pikiran yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Sungguh terlalu. Ternyata kedekatanku dengannya selama ini belum mampu meluluhkan hatinya. Atau jangan-jangan selama ini hatinya sebetulnya hampir luluh, tapi membeku lagi. Entahlah, ibarat di pengadilan, keputusan sudah ketuk palu. Kini aku harus menghapus semua bayangan dan impian.

"Hai, Kak, ayo keluar. Sudah bel pulang," gertak Aida sambil menggoyang lenganku yang dari tadi memegang mouse tanpa aktivitas.

Ya Allah, benar-benar blank pikiranku. Sampai bel pulang aku gak dengar. Entah pelajaran apa saja yang sudah terlewati dari yang disampaikan Pak Joko tadi. Teman-teman sudah meninggalkan ruang komputer.

"Terima kasih ya Kak, sudah banyak ngajari aku tadi," ucap Aida kepadaku bernada pamit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline