Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Yudi S

#Ngopi-isme

Kesmas; Apa Kabar UKOM?

Diperbarui: 7 Januari 2020   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Romadecade.org

Perdebatan kembali terjadi ketika sistem Ukom hendak dirombak menjadi "exit exam". Hal tersebut menjadi bahan perhatian terutama bagi mahasiswa maupun perguruan tinggi kesehatan masyarakat, mengingat kesehatan masyarakat bukanlah pendidikan profesi. Kesehatan Masyarakat yang sejatinya merupakan pendidikan akademik hendak di "pukul rata" bersama dengan pendidikan profesi dan vokasi kesehatan lainnya. Pertanyaannya adalah siapkah jika Ukom kesmas berbasis "exit exam"?

Sebelum menjawabnya, alangkah baiknya kita merujuk kembali UU No. 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan. STR (Surat Tanda Registrasi) menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing tenaga kesehatan kepada tenaga kesehatan yang telah diregistrasi. Untuk mendapatkan STR, maka harus mengikuti Uji Kompetensi (Ukom).

STR adalah sertifikat profesi bagi tenaga kesehatan. Menurut UU No. 12 Tahun 2012 sertifikat profesi merupakan pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Kementerian dan Organisasi Profesi (Orprof) yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam UU 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, berupa Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan 36/th 2013 no. 1/ IV /PB/2013 tentang uji kompetensi bagi mahasiswa perguruan tinggi bidang kesehatan. Mekanisme penyelenggaraan Uji Kompetensi (Ukom) di pasal 4 ayat 2 secara jelas tertulis untuk peserta didik pada pendidikan vokasi dan pendidikan profesi. Pun dalam Permendikti 12 Tahun 2016, pasal 4 ayat 3, dengan sangat jelas disebutkan bahwa "Peserta Uji Kompetensi berasal dari mahasiswa yang telah menempuh pendidikan program vokasi dan program profesi."

Seperti yang telah kita ketahui bersama, kesehatan masyarakat atau SKM bukanlah pendidikan profesi melainkan pendidikan akademik, dimana lebih diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal, SKM sebagai akademisi tidak melakukan praktik profesi seperti tenaga kesehatan profesi lainnya. Namun, sebagai bentuk pengakuan terhadap tenaga kesehatan, maka mengikuti Ukom untuk mendapatkan STR adalah sebuah kewajiban bagi calon SKM terutama yang hendak bekerja di lingkungan Kementerian Kesehatan ataupun ASN (Aparatur Sipil Negara).

Dalam penyelenggaran dan peningkatan mutu Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (UKSKMI), kurikulum merupakan kunci dalam menghasilkan Ahli Kesehatan Masyarakat yang berkualitas. Penyamarataan kurikulum secara nasional di setiap institusi bertujuan untuk menyamaratakan acuan pendidikan yang harapannya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing nasional maupun global. Faktanya, dari sekian ratus institusi kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia, masih banyak institusi kesehatan masyarakat yang belum menerapkan kurikulum nasional sehingga terjadi kesenjangan antara institusi yang telah menerapkan kurikulum nasional dengan institusi yang belum menerapkan kurikulum nasional.

Mahasiswa kesehatan masyarakat yang berasal dari institusi kesehatan masyarakat yang belum menerapkan kurikulum nasional, maka dampaknya akan terasa ketika mahasiswa tersebut mengikuti uji kompetensi. Dalam soal uji kompetensi jelas menyesuaikan dengan kurikulum nasional, sedangkan mahasiswa kesehatan masyarakat yang ditempa dengan tanpa kurikulum nasional harus mencari referensi tambahan dengan buku ajar dari institusi yang telah menerapkan kurikulum nasional. Tidak meratanya bahan ajar di setiap institusi pun menjadi persoalan dalam pelaksanaan uji kompetensi kesehatan masyarakat.

Polemik yang dihadapi SKM cukup eksplisit. Dalam regulasi tenaga kesehatan sudah jelas Ukom hanya dilaksanakan oleh pendidikan profesi dan vokasi, namun agar diakui sebagai tenaga kesehatan maka calon SKM yang merupakan jebolan pendidikan akademik mesti melompat tanpa batu loncatan menuju Ukom demi mendapatkan STR. Sekiranya dalam regulasi tenaga kesehatan khusus kesehatan masyarakat di 'dispensasi' menanti terbentuknya pendidikan profesi, maka sudah selayaknya Ukom tidak wajib diikuti calon SKM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline