Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Yudi S

#Ngopi-isme

Perpeloncoan MABA Mesti di Akhiri!

Diperbarui: 4 September 2018   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : agrotekinfo.blogspot.com

Siapa yang tidak bangga ketika setelah lulus dari SMA/SMK dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, apalagi mengetahui namanya tercantum dalam daftar nama-nama yang diterima di perguruan tinggi yang didambakannya. 

Rasa haru sekaligus momen yang membanggakan bagi dirinya maupun kedua orangtuanya ketika mengetahui anaknya kini menyandang status mahasiswa. Mahasiswa selalu disebut-sebut sebagai agent of change, kaum intelektual dan terpelajar dengan pemikirannya yang terbuka, idealis dan kritis.

Selepas dinyatakan diterima oleh perguruan tinggi, para mahasiswa baru wajib mengikuti kegiatan masa orientasi mahasiswa atau yang kini dikenal dengan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Masa orientasi mahasiswa ini bertujuan untuk mengenalkan budaya akademik dan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru sebelum memulai perkuliahan.

Mirisnya ketika pelaksanaan kegiatan pengenalan kampus, mahasiswa baru langsung disesaki dengan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan atau tidak mengarah kepada nilai-nilai pendidikan, justru dijadikan sebagai ajang perpeloncoan senior kepada juniornya. Kegiatan ini masih saja subur bahkan dianggap sebagai tradisi penyambutan mahasiswa baru di beberapa kampus saat tiba musim ospek.

Dengan memasang raut wajah yang sangar dan memperlihatkan sikap tegas bahkan kasar, para senior yang mendaku sebagai panitia ospek bisa melakukan apa saja yang diinginkannya kepada juniornya dan tak tanggung-tanggung memberikan syarat yang wajib dipenuhi mahasiswa baru (baca : maba). Jika terdapat mahasiswa baru yang tidak memenuhi persyaratan yang diminta senior, maka berbagai hukuman baik itu fisik maupun psikis siap mendera mereka (maba) yang dianggap melanggar aturan.

Persyaratan ospek yang dibebankan senior kepada juniornya (baca : maba) terbilang cukup kreatif hingga fantastis. Ada yang diminta untuk membuat papan nama dengan berbahan koran, karton, atau kardus; membuat tutup kepala dari bahan bekas; disuruh membeli makanan dan minuman dengan perintah menjawab teka-teki, hingga mewajibkan membeli busana maupun kerudung (baca : maba perempuan) dengan bahan yang telah ditentukan senior dengan biaya yang juga dibebankan kepada mahasiswa baru.

Menapaki kemelut yang terjadi di Kampus bahkan telah dilakukan secara turun-temurun yang menimpa mahasiswa baru di masa pengenalan kampus, dirasa kurang efektif dan tidak relevan dalam program pengenalan budaya akademik. 

Masa orientasi mahasiswa baru yang seharusnya diisi dengan kegiatan yang bernilai pendidikan justru diselewengi oleh seniornya dengan kegiatan yang tidak menunjukkan nilai-nilai moral dan pribadi mahasiswa. 

Beberapa diantaranya bahkan menganggap ospek ini sebagai ajang kesenangan senior semata, pembulian, atau balas dendam senior ketika dulunya menjadi mahasiswa baru, kini melampiaskan hal yang sama dilakukan senior sebelumnya kepada mahasiswa baru yang sekarang menjadi juniornya. 

Ini menggambarkan betapa bobroknya moral dan elitism di kalangan akademisi yang berdampak pada semakin suburnya sikap hedonis dan konsumtif dalam jiwa mahasiswa.

Dalam buku "Catatan Seorang Demonstran"  yang merupakan buku catatan harian Soe Hok Gie atau lebih dikenal dengan panggilan Gie, Alumni Universitas Indonesia, sewaktu Gie menjadi mahasiswa baru di Universitas Indonesia, ia pernah mendapatkan perlakuan yang buruk dari seniornya ketika masa Ospek. Dalam buku hariannya, ia mencurahkan isi hatinya ketika menjadi mahasiswa baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline