Lihat ke Halaman Asli

Upaya Barat Runtuhkan Islam

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Dunia Islam saat ini mengalami sebuah kondisi yang sangat ambigu. Di sisi lain ada kebanggaan adanya peningkatan pemeluk lain yang berpindah ke agama Muhammad ini. Namun demikian, di dalam islam sendiri nampaknya mengalami sejenis pengeroposan nilai-nilai islam. Pengeroposan itu terlihat dari rendahnya aplikasi keimanan atau keyakinan dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya para pakar dan ilmuan di bidang agama ini, namun nilai-nilai islam yang sesungguhnya justru jauh dari panggang dari api. Korupsi, manipulasi, persebaran kedengkian dan peperangan masih merajalela antar sesama pemeluk Islam. Padahal semua tindakan itu jelas-jelas di dalarang dalam agama Islam.

Runtuhnya nilai-nilai islam sebenarnya tidak lepas dari lunturnya nilai kesakralan ajaran agama itu sendiri. Akibat rasionalitas yang dijadikan tumpuan di dalam mempelajari dan memahami agama menjadikan agama ini bak sebuah musium besar yang hanya sekedar diketahui tetapi tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Agama hanya dipelajari untuk mengetahui adanya Tuhan atau sejarah ajaran-ajaran Muhamad dan nabi-nabi lain. Pengetahuan agama tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan hanya dianggap objek pemahaman dan bukan untuk ditakuti, karena ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran dianggap sebagai pengetahuan belaka. Inilah yang pernah di lontarkan Nurkholish Madjid, bahwa kita harus membedakan mana Islam sebagai pengetahuan dan mana islam sebagai kepercayaan.

Pemahaman Islam sekedar sebagai pengetahuan berdapak pada pemahaman tidakpentingnya nilai-nilai untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Itu sebabnya dalam konsep ini, ahli ilmu Islam boleh berfikir semaunya sesuai dengan rasionalitas manusia. Manusia dalam konteks ini juga dapat menegasikan perintah, larangan dan hukum-hukum islam bahkan menegasikan Tuhan itu sendiri. Tuhan dianggap sebagai hasil imajinasi manusia yang dibuat oleh para pendahulu untuk menakut-nakuti, agar manusia tidak berbuat jahat. Hal ini sama halnya dengan cerita anak-anak yang dibuat untuk mengendalikan kenakalan anak yang dilakukan orang tua mereka atau cerita mitos yang dibuat oleh para raja agar rakyat tunduk kepada sang raja.

Meskipun berpandangan agama sebagai pengetahuan saja, para ilmuan masih juga memiliki sedikit keyakinan islam sebagai kepercayaan. Para ilmuan agama masih juga melaksanakan shahadat, shalat, puasa, zakat, dan bahkan haji, tetapi beberapa nilai-nilai amalan duniawi jauh dari nilai-nilai islam. Larangan agama untuk menikah dengan non-muslim dianggap sudah usang dan tidak relevan lagi bagi manusia moderen. Bahkan dalam beberapa hal implementasi ajaran agama dirombak untuk menyesuaikan dengan selera para ilmuan agama ini. Bahayanya lagi, para ilmuan menganggap semua agama sama. Semua agama adalah benar dan akan menuju pada Tuhan yang sama hanya saja jalur atau arah yang digunakan berbeda-beda.

Faham semua ajaran agama sama sebagaimana yang diyakini di dalam agama kristen, akan sangat berbahaya jika diterapkan dalam Islam. Islam adalah agama penyempurna, bahkan firman Tuhan jelas bahwa HANYA Islam, agama yang membawa keselamatan (Ali Imron: 19, 85). Itu sebabnya sebagai muslim kita wajib mengatakan kepada agama lain “agamaku agamaku dan agamamu agamamu” (Al-Alaq). Jika konsep ini kita pegang tentu akan membawa kebaikan bagi kita semua. Tetapi sayang, gagasan menyamakan semua agama telah menjadikan nilai sakral ajaran-ajaran islam semakin melemah. Akibatnya, pelanggaran terhadap nilai-nilai islam itu dianggap biasa dan tidak memiliki konsekuensi. Walhasil, korupsi, kolusi, manipulasi, pembunuhan dan perzinahan dianggap sebagai hal yang bukan kesalahan luar biasa bagi kehidupan manusia.

Pengaruh orientalis terhadap rasionalitas agama

Sejarah menunjukan bahwa perkembangan agama islam tidak pernah lepas dari dinamaika yang ada di dalam agama kriten. Agama kriten yang dibawa oleh barat sudah banyak mengalami perombakan akibat interpretasi yang dilakukan dalam kitab injil. Kitab injil dianggap sebagai sebuah buku yang dibuat oleh para ilmuan biasa sehingga di dalamnya terdapat berbagai penafsiran sehingga lahirlah berbagai versi yang ada di dalam kitab ini. Akibatnya antara versi yang satu dengan yang lain berbeda dan tidak jarang justru bertentangan. Akibatnya terjadilah perpecahan di dalam umat kristen pada masa itu.

Menyimak semua kejadian yang ada di dalam agama kristen, nampaknya rasionalitas penafsir dari kitab injil memiliki peran besar terhadap isi dan arah pemikiran kitab itu. Perubahan itu tidak lepas dari kepentingan-kepentingan politik yang dilakukan oleh para penafsirnya. Itu sebabnya agama kriten dalam sejarahnya sangat dekat dengan pemerintahan. Agama kristen juga digunakkan sebagai legitimasi kekuasaan untuk melakukan suatu kebijakan sesuai dengan keinginanpenguasa. Rasionalitas yang ada dalam agama ini juga menjadikan agama kristen mengalami kekeringan nilai-nilai kesakralan dalam agama itu.

Tidak jarang ketentuan hukum yang sangat dilarang di dalam kitab injil justru dilanggar demi mendapatkan legitimasi di dalam masyarakat kristen. Kejadian paling fenomenal di dalam kristen baru-baru ini adalah diperbolehkannya kaum gay untuk menjadi Uskup. Padahal jelas-jelas seorang uskup haruslah orang suci yang jauh dari perbuatan dosa dan pelanggaran. Injil melarang dan mengharamkan kaum gay (Kitab Imamat: 20:13). Tetapi kenyataannya justru pada masa Gene Robinson yang notabene seorang gay diangkat sebagai Uskup Gereja Anglikan di New Hampshire, Amerika Serikat (Husaini, 2004). Kaum liberal terus mendorong adanya perombakan-perombakan hingga akhirnya larangan yang ada di dalam ajara agama itu dinegasikan termasuk yang terbaru adalah dibolehkannya aborsi dan dilegalkannya homoseksual.

Apa yang terjadi di dalam agama kristen itu nampaknya akan merambah di dalam Islam. Mengingat saat ini pusat studi-pusat studi Islam yang ada di Barat yang disebutnya dengan orientalis gencar melakukan penelitian islam. Mereka belajar agama islam bukan untuk menganut dan mempraktekananya dalam kehidupan, tetapi sengaja mempelajari untuk meruntuhkan dari dalam. Hal ini pun di dukung dengan banyak ilmuan-ilmuan muslim yang belajar ke barat untuk belajar aqidah islam. Para pemikir muslim ini belajar berbagai ilmu dan pengetahuan tentang Tuhan dan hukum-hukumnya pada para orientalis yang sebenarnya ingin meruntuhkan islam.

Langkah ini adalah kekalahan besar bagi umat muslim yang dengan rela hati telah menyerahkan harga diri tunduk dan patuh pada para Orientalis. Walhasil, agama islam pun saat ini hanya menjadi sebuah raksasa yang terkenal dimana-mana tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Banyak para ilmuan dan ahli agama tetapi nilai-nilai agama sangat kering diimplementasikan di dalam kehidupan. Bahkan tidak jarang larangan-larangan di dalam islam dianggap sebagai hal biasa. Hukum di rombak sesuai dengan rasionalitas kemauan manusia. Dengan demikian banyak terjadi ketimpangan dan kontradiksi di dalam islam itu sendiri. Apakah ini pertanda akhir dari agama Muhamad? Wallahua’lamubishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline