Lihat ke Halaman Asli

Brutalisme Masyarakat (Respon Tindakan Main Hakim Sendiri Terhadap Pelaku Kejahatan)

Diperbarui: 4 April 2017   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Brutalisme Masyarakat

(Respon tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan)

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Kepala Pusat Pengembangan Bahasa Universitas Ahmad Dahaln Yogyakarta)

Baru-baru ini media kita banyak mengekspos tentang kebrutalan sosial yang dilakukan dengan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan. Berita terkini adalah pengeroyokan terhadap tersangka penjambretan yang diduga anggota sebuah geng motor, yaitu yang ada di Jakarta dan Medan.

Tindakan main hakim sendiri ini saat ini menjadi perbincangan banyak orang. Alasanya selain menyalahi prosedur hukum, tindakan ini akan berakibat fatal. Jika korban main hakim adalah memang pelaku kejahatan mungkin tidak begitu bermasalah, tetapi jika salah sasaran, sebagaimana yang sering terjadi tentu akan menimbulkan keprihatinan yang cukup mendalam bagi nilai-nilai kemanusiaan kita.

Ada banyak sebab kenapa masyarakat lebih memilih atau bersikap brutal dengan cara main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan. Alasan pertama adalah persoalan psikologis yang saat ini terjadi pada masyarakat kita. Alasan psikologis dapat ditimbulkan karena tekanan ekonomi. Kondisi ekonomi yang serba sulit akan menjadikan frustasi masyarakat. Sehingga mereka hidup dalam keadaan tertekan. Ditambah lagi adanya kesenjangan sosial antara yang kaya dengan yang miskin sangat mencolok. Kondisi ini lah yang sering menimbulkan gesekan sosial yang melahirkan tekanan emosi yang tidak setabil. Dengan demikian, tindakan main hakim ini dapat dianggap sebagai bentuk pelampiasan dari tekanan kejiwaan masyarakat kita yang tidak stabil.

Penyebab adanya tekanan psikologis masyarakat disebabkan juga karena kondisi negara yang tidak jelas. Masa depan perpolitikan negara yang tidak menetu akan membuat masyarakat frustasi. Masyarakat yang berharap banyak dengan pemerintah akan sangat kecewa ketika melihat tidak adanya upaya yang serius terhadap penyelesaian persoalan di negeri ini. Ditambah lagi sikap para pejabat yang hanya mementingkan diri sendiri dengan tidak memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat telah menimbulkan kondisi psikologis yang semakin parah. Itu sebabnya lahir berbagai kelompok masyarakat yang sering melakukan tindakan main hakim sendiri di negeri ini.

Penyebab kedua adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat hukum. Penegakan hukum di Indonesia ini sering tidak adil. Para koruptor yang jelas-jelas menilep uang milyaran bahkan triliunan dihukum tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Ironisnya sering juga terjadi, pelaku kejahatan yang diserahkan pada para penegak hukum justru diselesaian dengan uang. Hal ini tentu akan sangat merugikan masyarakat yang selama ini diperlakukan tidak adil oleh pemerintah. Penyelesaian hukum dengan uang ini akan sangat menyakiti hati rakyat yang membutuhkan keadilan di negeri ini. apalagi uang itu hanya masuk ke kantong para penegak hukum.

Selain ketidakpercyaan masyarakat, penyebab main hakim sendiri dapat juga dilakukan karena sulitnya komunikasi anatara masyarakat dengan pihak kepolisian. Tidak adanya nomor kontak yang mudah diketahui oleh masyarakat sering menimbulkan adanya persoalan main hakim sendiri. Hal ini terjadi karena jarak kantor pihak yang berwajib sangat jauh dari tempat kejadian. Ketidakseimbangan antara jumlah masyarakat yang harus diawasi dengan jumlah personil keamanan yang belum memadai sering menimbulkan masalah sulitnya komunikasi dengan pihak berwajib. Ironisnya, kenyataan ini terjadi bukan hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pelosok-pelosok desa. Walhasil, polisi datang setelah pelaku kejahatan dihakimi massa, atau bahkan para pelaku kejahatan sudah kabur tidak tahu rimbanya.

Solusi

Tindakan main hakim sendiri dapat diatasi dengan berbagai cara. Pertama, pererat komunikasi antara penegak hukum dengan masyarakat. Beri kesadaran akan pentingnya penegak hukum bagi keamanan masyarakat. Intensitas komunikasi antara penegak hukum dengan masyarakat akan meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum di negeri ini. Hal ini juga akan mempermudah komunikasi antara masyarakat dengan pihak berwajib. Implikasinya setiap ada kejahatan di suatu daerah masyarakat akan segera melaporkan kepada pihak yang berwenang.

Kedua, penegakan hukum yang tegas dan transparan. Penegakan hukum yang jelas atau sesuai dengan standar hukum yang berlaku akan memberikan kepuasan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan para penegak hukum. Transparansi ini akan semakin meningkatkan keparcayaan masyarakat karena mereka tidak akan dikecewakan dengan kesewenang-wenangan pihak berwajib yang sering bermain mata dengan keluarga atau family dari pelaku kejahatan. Jika ketidakadilan ini dilakukan maka hanya akan menyulut kemarahan masyarakat yang melahirkan kebrutalan sebagaimana sudah kita lihat di media massa selama ini.

Komunikasi antara pihak berwenang dengan masyarakat menjadi kunci ketertiban di negeri ini. Oleh karena itu sudah sepantasnya pihak berwajib (Polisi ataupun ABRI) menginisiasi adanya komunikasi yang harmonis dengan masyarakat. Kemudahan komunikasi ini akan memberikan rasa aman kepada masyarakat yang melahirkan kepercayaan terhadap penegak hukum di negeri ini. Wa Allah A’lam.

Yogyakarta, 06 Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline