Lihat ke Halaman Asli

Hegemoni Budaya Asing di Negeri kita

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hegemoni Budaya

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen dan Kepala Pusat Pengembangan Bahasa UAD)

Di era modern ini kita sering mendengar keluhan tentang berbagai fenomena sosial yang melanda bangsa kita. Fenomena ini berkait erat dengan kondisi bangsa yang semakin lama semakin memprihatinkan. Kemiskinan yang melahirkan berbagai kejahatan social, dan juga budaya korupsi merajalela di negeri ini.

Di sisi lain masyarakat kita berada dalam kemiskinan, tetapi para pejabat dan segelintir orang di negeri ini hidup mewah. Ironisnya kemewahan itu selalu identik dengan penggunaan produk-produk asingyang menjamur di negeri ini. Inilah bukti keterjajahan kita di jaman modern ini.

Keterjajahan itu sebenarnya disebabkan kita sendiri. Kita lebih membanggakan produk yang berasal dari negara lain, ketimbang produk dalam negeri. kebiasaan lebih memilih produk asing ini berdampak sangat luas bagi kehidupan kita. Itu sebabnya kita terjajah baik secara ekonomi, ideologi dan juga politik. Akibatnya kita tidak berdaya menentukan diri sendiri.

Kebiasaan menggunakan produk asing sebenarnya diawali kekalahan kita secara ideologis. Mindset kita yang beranggapan bahwa produk asing lebih unggul dan lebih bermanfaat sebenarnya tidak seutuhnya benar. Buktinya banyak produk lokal yang sebenarnya tidak kalah berkualitas, tetapi karena pertimbangan gensi dan prestis kita sering mengesampingkan produk dalam negeri. Paham seperti ini merupakan ciri keterjajahan secara hegemonis. Kerelaan kita menggunakan produk asing dibanding produk sendiri adalah sebuah penjajahan idelogis yangoleh Antonio Gramsci disebutsebagai hegemoni budaya.

Bangsa kita telah dihegemoni oleh bangsa barat dalam segala hal. Penjajahan ideologis atau hegemoni itu dilakukan dengan produk budaya; musik, mode pakaian, teknologi, bahkan makanan. Gaya pakaian yang menghiasi tubuh generasi muda kita lebih banyak meniru barat. Corak musik, bahkan yang paling sederhana adalah model makanan juga meniru gaya barat. Model makanan cepat saji saat ini telah menjamur di negeri ini. Demikian halnya dengan minuman, rokok, dan lain sebagainya.

Budaya hedonis, materialis dan konsumtif telah menjadikan kita diperbudak oleh negara lain. Sikap atau paham inilah yang menjadikan hidup kita bersikap boros. Generasi kita lebih banyak menghabiskan uang untuk hal-hal yang bersifat konsumtif atau kebutuhan sekunder. Dengan demikian, barang-barang yang dimiliki bukan atas pertimbangan nilai guna, tetapi nilai prestis atau kebanggaan semata.

Hilangnya identitas

Kebanggaaan terhadap produk asing sebenarnya telah menjadikan kita kehilangan identitas. Kebiasaan meniru dan menggunakan milik orang lain adalah bukti keterjajahan kita secara ideologis. Walhasil, kita telah kehilangan jati diri yang berakibat pada hilangnya identitas diri. Itu sebabnya kita hanya menjadi korban kemajuan bagi negara lain. Uang yang kita habiskan akan mengalir ke negara dimana produk-produk itu berasal. Itu artinya negara lain mendapatkan keuntungan, sedangkan kita mengalami kemiskinan karena sikap boros kita sendiri.

Bayangkan saja betapa Cina yang pendudukannya lebih dari satu milyar, kenyataannya lebih makmur daripada kita yang hanya ratusan juta. Hal ini tidak lain karena produk dari negara itu telah merambah di hampir semua negara, termasuk negara kita ini. Cina juga menjadi negara yang sangat disegani oleh negara lain karena kekonsistenan terhadap budaya dan juga kreatifitas masyarakatnya dalam bidang ekonomi. Itu sebabnya Cina menjadi satu-satunya ancaman Amerika Serikat yang dikhawatirkan akan mengungguli negara super power itu.

Kembali pada ideologi

Mungkin kita perlu mengingat kembali pada apa itu kebudayaan nasional. Undang-Undang Dasar 1945, penjelasan pasal 32 menerangkan bahwa; Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Itu sebabnya, satu-satunya jalan yang bisa ditempuh untuk bangkit dari keterpurukan bangsa adalah dengan kembali pada ideologi kita sendiri. Pancasila adalah sebuah ideologi negara yang dibuat oleh para Founding Father kita. Kita harus kembali pada ideologi ini agar tercipta sebuah bangsa yang memiliki harga diri dalam percaturan global.

Kekonsistenan kita pada ideologi pancasila, akan menjadikan kita sebagai negara yang bermartabat. Dan inilah identitas kita. Konsekuensi dari kembalinya kita pada ideologi bangsa adalah keberanian kita pada prinsip hidup. Prinsip hidup kita akan; kemandirian, kesopanan, kebersamaan dan kesederhanaan akan sangat penting bagi pembangunan bangsa ini. Sikap seperti ini akan melepaskan diri kita dari budaya hedonis dan materilis yang mengakibatkan kerusakan moral yang merugikan bangsa ini. Lahirnya budaya korupsi, kolusi dan berbagai kejahatan lainya sebenarnya karena ketidakmampuan diri kita untuk mengendalikan emosi terhadap budaya-budaya hedonis dan materialis ini.

Semoga kesadaran kita akan ideologi bangsa sendiri, akan mengembalikan jati diri kita yang sesungguhnya. Hanya dengan cara inilah kita akan menjadi bangsa yang bermartabat di hadapan bangsa lain. Semoga!

Yogyakarta, 01 Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline