Telkomsel Pemerasan
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Kepala Pusat Pengembangan Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
Dalam dunia bisnis kita menganal adanya keuntungan dan kerugian. Setiap pebisnis (bisnisman/woman), tentu hanya mengharapkan keuntungan dan tidak mau mengalami kerugian. Karena tujuan sesungguhnya daripada bisnis adalah mendapatkan yang lebih banyak dari investasis yang sudah ditanam. Namun dalam kenyataan, dunia bisnis tidaklah selalu untung, tetapi juga akan mengalami kebuntungan/kerugian.
Setiap pebisnis tentu akan sangat mempertimbangkan segala resiko yang bakal dihadapi. Itu sebabnya para pebisnis melakukan segala cara agar tidak mengalami kerugian. Cara-cara untuk menghindari kerugian bisa dilakukan dengan berbagai cara. Bisa dengan meningkatkan pelayanan, agar konsumen tetap mencintai produknya. Tetapi ada juga yang melakukan kecurangan-kecurangan dengan harapan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Cara-cara yang kedua inilah yang akan sangat merugikan konsumen.
Setiap usaha tentu akan pernah mengalami kondisi-kondisi kritis. Kondisi kritis ini biasanya ditentukan oleh berbagai faktor. Bisa faktor dari dalam, bisa juga dari luar pebisnis itu sendiri. Faktor dari dalam, biasanya dialami karena kelemahan menejemen perusahaan bersangkutan. Sehingga meskipun usaha itu potensial, perusahaan tetap saja mengalami kebangkrutan. Sifat boros sang pengusaha, atau perencanaan pengembangan yang tidak matang, sangat mungkin mengakibatkan suatu perusahaan mengalami kehancuran.
Sedangkan faktor kedua adalah faktor dari luar. Faktor ini berupa faktor lingkungan, yang berupa persaingan. Bagi pengusaha jasa, lingkungan sangat menentukan. Lingkungan yang tidak strategis, apapun itu usahanya, dapat menjadikan sebuah usaha berhenti di tengah jalan. Faktor lingkungan juga bisa dilihat dari faktor persaingan. Banyak perusahaan yang awalnya maju dengan pesat, tetapi karena begitu banyaknya pesaing baru, dapat mengguncang perusahaan yang sudah mapan.
Persaingan yang ketat ini, sering mendorong para pengusaha melakukan segala cara untuk tetap menjaga pelanggan. Ada yang dengan model pemberian hadiah,ada juga yang menggunakan model pengikat (kontrak), atau perjanjian yang sangat mengikat konsumen. Pemberian hadian atau disebutnya door prize adalah cara-cara yang paling umum dilakukan di berbagai negara. Cara ini adalah cara yang sangat wajar karena tidak merugikan pelanggan, tetapi sebaliknya dapat memberikan keuntungan bagi pelanggan yang mendapatkan hadiah itu.
Namun demikian, ada perusahaan ataupun lembaga tertentu yang menggunakan model perjanjian. Perjanjian ini bersifat mengikat dan tidak bisa dibatalkan di tengah jalan. Perusahaan bisa dengan seenaknya mengurangi kualitas layanan, tanpa pemberitahuan kepada pelanggan. Sedangkan pelanggan harus tetap menerima segala ketentuan yang sudah tertera dalam perjanjian. Pengikatan seperti ini sangatlah tidak seimbang, di sisi lain pengusaha bisa mengurangi layanan, sedang pelanggan tetap membayar jumlah kewajiban yang sama. Bisnis model seperti ini dapat kita lihat di bidang jasa dengan model pulsa (agak bingung mengistilahkannya). Binis seperti ini adalah sutu penindasan yang sangat merugikan bagi para konsumen. Belum lagi maraknya pencurian pulsa yang selama ini sudah kita alami bersama.
Telkomsel adalah salah satu contoh konkrit model perusahaan yang menindas atau bahkan memeras konsumen dengan model perjanjian yang sangat mengikat. Penjualan paket telkomsel yang disebut dengan Telkomflesh adalah model yang sangat merugikan pelanggan. Pasalnya pelanggan merasa terikat dan tidak berkutik dengan ketentuan yang sudah dibuat. Seharusnya, ketikakonsumen merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan, pelanggan bisa kapan saja untuk berpindah ke provider yang lain. Tetapi nyatanya hukum ini tidak berlaku di Telkomsel.
Penulis yang dulunya sangat fanatik dengan pelayanan telkomsel harus menelan pil pahit akibat ketidakjelasan ketentuan yang dibuat oleh provider ini. Pasalnya, ketika penulis merasa tidak mendapatkan kepuasan atas layanan yang diberikan, penulis tidak bisa serta merta berhenti dari layanan. Ironisnya lagi, meskipun sudah membuang produknya alias tidak menggunakan jasa layanan, tetap saja dikenakan kewajiban membayar sama persis ketika pelanggan itu menggunakan secara aktif.
Tulisan ini tidak bermaksud menjelek-jelekan suatu perusahaan atau pun produk tertentu, tapi ini adalah pengalaman riil yang penulis alami. Model seperti Inilah yang merupakan sebuah bentuk penindasan dalam perbisnisan kita*). Model-model ini jelas sangat merugikan konsumen bila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan. Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lain, sehingga lebih selektif memilih provider yang memberi pelayanan secara maksimal dan tanpa keterikatan. Semoga!
Yogyakarta, 04 Mei 2012
*) Baca tulisan saya Kanibalisme Dalam Dunia Perniagaan Kita http://wajiran.com/?p=344
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H