Lihat ke Halaman Asli

Logika Terbalik Orang Indonesia (Penyebab Ketertinggalah Kita)

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Logika Terbalik Orang Indonesia

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Kepala Pusat Pengembangan Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Saya tidak tahu apa yang ada di kepala saya saat itu, tiba-tiba muncul suatu pemikiran yang konyol seperti ini. Jujur pikiran konyol ini muncul saat ada di Malaysia. Saat di University of Malaya, ngobrol dengan seorang mahasiswa s3 jurusan Asian Studies. Tiba-tiba ia menanyakan kenapa orang Indonesia bangga dengan Borobudur, Prambanan, dan peninggalan lainya?

Bagi orang yang belajar tentang budaya seperti saya, pertanyaan ini bukanlah pertanyaan yang sederhana. Meskipun saya sendiri belum tahu, apakah motif pertanyaan ini mengejek atau benar-benar ingin tahu. Atau ingin menegaskan kalau pola pikir orang Indonesia itu ke belakang bukan ke depan.

Saya hanya menjawab pertanyaan itu seadanya dan tidak ada unsur politis apapun. Karena awalnya saya mengira dia bukan mahasiswa jurusan Asian Studies, bahkan diapun awalnya mengira saya orang Philipina. Saya katakan Borobudur adalah benda cagar budaya yang memiliki nilai yang sangat penting. Penting, karena disitulah terdapat tanda-tanda kehebatan orang Indonesia pada jaman duhulu (ribuan tahun yang lalu). Kita tidak habis pikir bagaimana ribuan tahun yang lalu orang Indonesia bisa mendirikan bangunan yang super besar tanpa bantuan alat apapun.

Jawaban itu tidak ditanggapi secara serius oleh si penanya. Saya juga tidak tahu, ia tidak melanjutkan pertanyaan karena sepakat dengan ku atau karena bingung memahami bahasa Inggris saya yang tidak karuan. Selang beberapa menit kemudian, dia malah bercerita tentang kehebatan angan-angan negeri Malaysia. Malaysia punya gedung pencakar langit, Petronas. Petronas sekarang menjadi kebanggaan masyarakat Malaysia. Bukan hanya gedungnya yang super megah, super tinggi, super mewah, super canggih dan super-super lain, tetapi perusahaan Petronas telah mendunia. Siapa dan negara mana yang tidak pernah mendengar petronas? Dua puluh tahu ke depan Malaysia dengan perusahaan otomotifnya, di bawah naungan Petronas beropsesi mengalah kan Jepang dan China. Lima puluh tahun ke depannya harus bisa bersaing dengan Amerika. Sungguh sebuah pemikiran yang luar biasa katanya. Hasilnya pun sudah mulai bisa di lihat sekarang.

Saya hanya bisa mendengarkan penjelasan dia tentang opsesi Malaysia. Karena dengan begitu saya bisa kuliah private gratis padanya. Apalagi dia mahasiswa s3 jurusan Asian Studies yang tidak begitu jauh dengan jurusan yang saya pelajari. Momen itu saya gunakan untuk mencari tahu sebanyak-banyaknya terutama tentang idealisme dan cara pandang negara Jiran itu. Meskipun hanya dari sudut pandang dia.

Kembali pada perenungan ku terhadap pertanyaan pertama; Dari pertanyaan itu akhirnya saya mengabil beberapa kesimpulan. Pertama, kita selama ini kayaknya berfikir dengan logita terbalik. Kalau orang barat berfikir seratus tahun ke depan. Tetapi kita berfikir seratus tahun kebelakang. Hal ini juga sudah saya sampaikan berkali-kali kepada mahasiswa. Dan mungkin inilah yang membuat kita tidak maju-maju, alias stagnant.

Bukti logika terbalik kita bisa dilihat dari berbagai aspek. Aspek pertama adalah kebanggaan nasional kita. Di masyarakat kita lebih membanggakan tentang peninggalan sejarah. Kejayaan masa lalu menjadi cerita yang selalu menjadi favorit di negeri kita. Kita lebih berbangga dengan kejayaan kerajaan-kerajaan masa lalu dari pada apa yang harus kita kerjakan saat ini atau seratus tahun ke depan. Ironisnya lagi, kebanggaan ini juga merambah dalam ranah keluarga. Kita lebih berbangga dengan pencapaian orang tua kita, daripada capaian kita sendiri saat ini. hasilnya kita tidak memiliki opsesi pretasi yang harus kita raih saat ini apalagi nanti.

Saya tidak tahu apakah pengaruh pendidikan model Belanda masih menggurita di dalam benak kita. Karena dalam beberapa literatur yang saya baca, Belanda lebih suka pada hal-hal yang berbau sejarah lama. Bahkan lama sekali. Apakah ini hanya doktrin agar kita tertinggal, atau memang budaya Belanda seperti itu juga saya kurang tahu. Tetapi yang jelas, dalam buku-buku S1 dan S2 saya kalau ada hasil penelitian barang-barang langka akan selalu mengacu pada negera itu. Bukan hanya itu, menurut beberapa Profesor di tempat saya kuliah, beliau sering menyarankan kalau mau mencari dokumen kuno datanglah ke Leiden (Belanda). Di sanalah gudangnya segala hal tentang sejarah nusantara.

Kedua, logika terbalik kita juga terdadap dalam bebarapa produk budaya modern. Karya sastra dan film adalah dua produk budaya modern yang menggambarkan sudut pandang suatu bangsa. Karya sastra kita, kalau kita perhatikan sangat banyak yang berbau sejarah kejayaan masa lalu. Sejarah tentang kejayaan kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia masa lalu menghiasi karya sastra dan film kita. Bahkan karya sastra semacam ini yang paling digemari oleh pemirsa. Di samping persoalan masa silam, produk budaya ini juga dipenuhi dengan pikiran-pikiran mistik yang irasional. Jika anda mengakses karya drama atau novel atau film anda akan disuguhi dengan hal-hal irasional seperti ini. Misteri gunung Merapi, Tutur Tinular, dan Wiro Sableng adalah karya sastra dan film yang sangat digemari oleh masyarakat kita.

Itulah logika terbalik yang ada di dalam produk budaya masyarakat kita. Perlu di ingat produk budaya sangat ditentukan oleh penikmatnya, dimana sesuatu yang laris, maka disitulah orang akan berusaha menciptakan sebuah karya yang sesuai dengan minat pemirsanya. Disitu pula akan tergambar karakteristik dan logika berfikir masyarakat dari suatu bangsa. Oleh karena itu wajar jika produk budaya adalah cermin identitas suatu bangsa.

Apakah peninggalah sejarah tidak penting? Saya sendiri tidak menafikan betapa pentingnya peninggalan sejarah itu. Di negara-negara semaju apapun masih mengajarkan sejarah. Tetapi yang perlu diingat adalah porsinya harus jelas. Karena konsumsi budaya masyarakat akan membentuk kepribadian kita. Jika produk budaya kita menggambarkan sesuatu yang optimis, dinamis kreatif dan idealis, tentu akan mendorong masyarakat kita untuk segera melakukan perubahan. Dengan demikian, kita akan mencapai capaian yang lebih cepat dari pada ketika kita hanya mengagungkan sejarah masa lalu. Sejarah masa lalu adalah pelajaran juga bagi kita, tetapi kita tidak harus meniru sejarah itu apa adanya, karena jaman memang sudah berbeda. Untuk menjadi manusia Indonesia, kan tidak harus seperti Wiro Sableng atau Sembara yang kemana-mana membawa kapak dan bisa terbang?

Begitulah pemikiran konyol yang sering menghantui pemikiran saya. Mungkin su’udhon saya berlebihan bahwa ketertinggalan negeri ini karena logita terbalik yang ada pada masyarakat kita. Bagaimanapun kita tetap bersyukur berada di belahan surganya dunia yaitu Indonesia. Kita tetap optimis bahwa suatu saat pola pikir kita akan berubah dan segera bisa menyusul Malaysia, singapura, dan juga Amerika. Kalau Amerika bercita-cita jadi icon dan polisi dunia, maka cita-cita kita orang Indonesia harus jadi icon dan polisi dunia akherat. Semoga! Wa Allah a’lam.

Lesehan, 30 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline