Lihat ke Halaman Asli

Generasi Over Dosis

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Generasi Over dosis

Manusia itu diciptakan dengan ukuran dan takaran tertentu. Oleh Karena itu, segala sesuatunya harus diukur sesuai dengan ukuranya. Basar, kecil, tinggi, lebar dan lain sebagainya telah diatur sedemikian rupa. Dengan demikian manusia memiliki takaran dan ukuran dalam beraktivitas, baik itu aktivitas fisik maupun mental.

Karena manusia memiliki batas dan keterbatasan maka manusia harus mengikuti batasan-batasan itu. Dengan mengikuti batasan itu manusia akan tetap sehat dan tidak merusak diri sendiri. Sebaliknya, bila takaran dan batasan itu dilanggar maka alamat kehancuran atau kerusakan pada organ tubuh manusia itu sendiri. Seperti aktivitas makan, manusia harus membatasi diri. Manusia tidak boleh mengikuti hawa nafsunya dalam hal makan, karena kalau sampai makan secara berlebihan manusia akan mengalami over nutrisi yang berakibat fatal bagi dirinya sendiri.

Islam mengatur segala hal dalam diri manusia karena islam memahami kapasitas manusia yang serba terbatas. Untuk itu manusia diwajibkan mengikuti perintah agama agar ada keseimbangan di dalam dirinya. Seperti dicontohkan dalam urusan makan saja manusia tidak boleh berlebih-lebihan dan kalau bisa mengurangi. Karena memang di dalam ajaran mengurangi jumlah makan itu akan ada dampak yang sangat positif bagi manusia. Nah, ajaran mengatur dan mengendalikan ini bukan hanya pada aktivitas makan, minum, tidur, tapi juga kegiatan fisik lainnya.

Pengaturan dan pembatasan aktivitas itu bukan hanya yang bersifat fisik, tetapi juga mental. Oleh karena itu Islam mengajarkan umatnya untuk membagi pikirannya, yaitu untuk kepentingan dunia dan juga kepentingan akherat. Dunia adalah tempat manusia bercocok tanam yang hasilnya bisa dinikmati nanti di akherat. Oleh karena itu selama hidup di dunia manusia harus berjuang keras, tidak boleh berleha-leha atau memanjakan diri dengan kesenangan dunia sacara berlebihan. Meskipun menikmati apa yang ada di dunia ini sah-sah saja.

Sikap cinta dunia ini saat ini telah meraja lela di berbagai belahan dunia. Bahkan kebanyak masyarakat barat telah over dosis dengan kesenangan dunia. Lahirnya paham-paham yang ada di barat dengan semboyan hak asasi manusia telah merusak nilai kemanusiaan itu sendiri. Cobalah tengok, bagaimana kehidupan orang barat yang mengagungkan kebebasan, kesetaraan dan keadilan, telah menjadikan kehidupan mereka tak ubahnya binatang liar yang bebas tanpa kendali. Hal ini juga nampaknya menjalar di dalam masyarkat kita. Terutama di kota-kota besar telah lahir berbagai persoalan baru yang sangat mengancam nilai-nilai luhur bangsa. Pergaulan bebasan, yang ditandai dengan banyaknya kehamilan di luar nikah, perkosaan atau perbuatan zina saat ini sudah sangat sering kita dengar melalui media massa.

Itulah dampak memperturutkan hawa nafsu dunia yang mengunggulkan akal pikiran manusia tanpa ada pengendalian agama. Paham itu telah melahirkan manusia setengah binatang. Jika semua aktivitas manusia tidak mempertimbangan nilai-nilai moral masyarakat dan agama, itu berarti manusia sudah tidak ada bedanya dengan binatang yang hidup tanpa akal dan pikiran. Itulah yang selama ini digaungkan para liberalis, dan feminis yang saat ini sudah mengikis nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang santun dan berbudaya.

Lahirnya kaum gay dan lesbian merupakan dampak dari kerusakan mental manusia yang over dosis terhadap dunia. Karena hubungan kaum perempuan dan laki-laki yang sudah sedemikian terbuka, membuat intensitas hubungan private menjadi hal yang biasa bagi kalangan muda di luar nikah. Hal inilah yang sampai melahirkan pikiran-pikiran akan disangsikannya lembaga suci perkawinan di Negara-negara barat. Bukan hanya itu, karena kaum perempuan juga sudah terbiasa membuka aurot di muka umum, bahkan melakukan hubungan seksual dengan siapa saja yang dimaui telah melahirkan kejenuhan dan kebosanan di antara mereka. Dengan demikian lahirlah yang namanya golongan gay, atau lesbian yang lebih menyukai sesama jenisnya. Hubungan ini bagi mereka dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa dibandingkan dengan hubungan lawan jenis, yang meraka anggap sudah biasa.

Kenyataan ini tentunya patut menjadi pemikiran bagi kita bersama. Terutama umat islam yang memiliki nilai moral dan etika yang sangat sempurna. Sehingga kalau generasi kita tidak dibentengi dengan nilai-nilai keagamaan, mereka akan terjerumus dalam pandangan yang menyesatkan itu. Ingatlah bahwa di era keterbukaan ini, paham ideology menyebar dengan bebasannya melalui berbagai macam cara. Dengan demikian, gencarnya gempuran paham dan ideology asing itu harus ditanggulangi dengan pendampingan dan pengawasan yang ketat terhadap generasi muda kita.

Lembaga-lembaga pendidikan, LSM, dan Lembaga keagamaan memiliki peran penting di dalam mengendalikan, mengawasi dan menjaga generasi kita dari gempuran ketidakberadaban barat tersebut. Meskipun demikian, pemerintah adalah pemegang kuasa tertinggi di dalam memberi kebijakan yang bisa mengantisipasi atau paling tidak membendung derasnya arus aliran pemikiran atau paham yang menyesatkan ini. Untuk itu penghapusan terhadap lembaga sensor, atau undang-undang teknologi yang tidak ketat hanya akan melahirkan generasi yang kehilangan jadi diri dan produktivitas di Negara ini. Jika hal ini terjadi tentu bangsa dan nengara Indonesia akan terkikis, seiring dengan terkikisnya identitas pribadi-pribadi generasi muda kita. Wallahua’lamubishawab.
Bantul, 17 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline