Lihat ke Halaman Asli

Agama Adalah Fitrah

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Agama adalah Fitrah

Globalisasi telah memungkinkan percaturan dan pertukaran pemikiran antarnegara secara terbuka. Percaturan antarbudaya itu kini semakin mudah, melalui dialektika budaya yang ditayangkan atau diakses melalui media massa. Kondisi seperti inilah yang melahirkan pertentangan-pertengan nilai-nilai budaya, sebagai akibat dari perbedaan standar nilai dari pertemuan antar-budaya itu.

Negara-negara barat dengan slogan kemanusiaannya, telah menggaungkan prisip kebebasan dan kesetaraan. Slogan kemanusiaan yang dibawah oleh barat bersandar murni pada daya pikir manusia atau pada agama Kristen. Selain itu slogan kemanusiaan yang dibawa oleh Negara Amerika memiliki nilai-nilai politis yang ingin dicapai oleh Negara tersebut. Persoalan inilah yang akhirnya melahirkan pertentangan-pertentangan. Jastifikasi kemanusiaan yang dibawa Negara barat juga sangat berbeda dengan prinsip kemanusiaan Negara lain karena adanya perbedaan kultur dan kepercayaan-kepercayaan Negara setempat.

Pemikiran liberalis sangat mengagungkan kekuatan akal manusia. Sehingga nilai-nilai normatifnya sangat dipengaruhi oleh kehendak manusia itu sendiri. Hal inilah yang menjadikan pemikiran liberal ini, menjadi kontra produktif dengan pemikiran-pemikiran agama. Jika sebuah norma, atau ketentuan itu hanya berdasar pemikiran dan nilai rasa manusia. Maka akan melahirkan sebuah kontradiksi yang sangat berbahaya bagi manusia itu sendiri. Karena manusia itu memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat jahat. Oleh karena itu jika norma dan nilai masyarakat itu diukur dengan nilai rasionalitas manusia saja, maka tidak akan pernah menemukan titik temu. Walhasil, kehidupan manusia tidak akan berbeda dengan binatang.

Lahirnya pemikiran liberalisme yang menuntut kebebasan berfikir manusia telah melahirkan persoalan-persoalan hilangnya identitas kemanusiaan. Bagaimana mungkin, atas nama kemanusiaan, pemerintah Amerika dan sekutunya harus membunuh begitu banyak orang di negara Iraq dan Afganistan,padahal hanya untuk membunuh seorang Osama Bin Laden. Apakah harus begitu jika atas nama kemanusiaan? Justru itulah nilai-nilai atau norma yang menggunakan standar kemanusiaan itu telah merubah sikap manusia menjadi kanibal. Dan itu tandanya manusia melebihi buasnya daripada binatang. Sebuas-buasnya binatang, ketika ia punya musuh maka dia tidak akan membunuh semua binatang di daerah itu. Tetapi Amerika yang menganggap Negara paling beradab telah melakukan cara-cara yang biadab atas nama kemanusiaan.

Sehebat-hebatnya pikiran manusia, tetap saja akan mengalami kekalahan terhadap ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, manusia harusnya tidak menuhankan akalnya untuk kehidupan dunia ini. Potensi akal dan pkiran itu harus diselaraskan dengan ketentuan Tuhan, agama. Karena agama memberikan batasan-batasan yang memungkinkan manusia untuk menjadi lebih baik dari pada makhluk lain. Dengan agamalah kehidupan manusia ini akan terhindar dari kehancuran. Manusia yang paham dan menggunakan agama sebagai patokan akan berusaha mengendalikan dirinya atau tidak mengikuti hawa nafsunya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Manusia secara fitrah membutuhkan sebuah pegangan. Karena manusia tidak akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan dan tuntunan dari Tuhan. Mungkin ada saja manusia yang mangkir dari agama, tetapi ketika manusia tidak bisa menghindarkan diri dari kematian, ia akan menyadari keberadaan Tuhan itu sendiri. Sekuat-kuatnya akalnya, dia akan menemukan titik temu ketidaktahuannya, bahkan terhadap keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu agama akan tetap dicari, dipelajari dan dibutuhkan oleh manusia sepanjang jaman. Hanya saja kadar keimanan seseorang berbeda-beda. Ada yang memiliki kadar yang sangat tinggi tetapi ada pula yang sama sekali tidak memilikinya. Itulah hidayah, yang oleh Allah hanya akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki.

Seperti di sampaikan Khurisihab (2012), manusia itu dilahirkan di muka bumi ini dengan kecemasan-kecemasan atau kegalauan. Saat perasaan atau pikiran seperti inilah sebenarnya sebagaitanda bahwa manusia membutuhkan pegangan. Karena manusia tidak bisa melepaskan diri dari perasaan ini tanpa sesuatu yang bersifat spiritual. Oleh karena itu sejak kelahiran manusia, telah lahir agama-agama atau keyakinan-keyakinan yang dapat menenangkan manusia (agama/keyakinan/kepercayaan). Lahirnya agama Hindu, Budha merupakan wujud dari kebutuhan manusia atas sesuatu yang bersifat ruhiyah itu.

Jika manusia secara alami mengalami kecemasan-kecemasan itu telah melahirkan sebuah kesadaran akan ketidakmampuan dirinya. Bisakah kemudian manusia lepas dari agama? Tentu ini menjadi sebuah persoalan ketika manusia melepaskan agama. Lihatlah bagimana masyarakat yang tidak beragama, banyak orang frustasi dan putus asa atas kehidupan karena ketidakpercayaannya terhadap agama. Pemikir-pemikir barat yang semuanya adalah orang pintar, justru banyak yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Hal ini mengindikasikan bahwa meraka tidak sanggup hidup dengan akalnya sendiri. Karena bunuh diri adalah bukti ketidakberdayaan mereka terhadap persoalan yang di hadapi di dunia ini.

Di sinilah peranan agama yang bisa memberi harpan kepada setiap manusia. Bahwa kehidupan adalah sebuah proses untuk mencapai kehidupan selanjutnya yang leibh baik. Hidup di dunia adalah tempat mengolah dan menempa diri agar kehidupan selanjutnya nanti kita lebih baik. Oleh karena itu jika kita menghadapi kesulitan hidup, yang ditandai dengan adanya kegelisahan, maka kita akan menjalani kehidupan itu dengan tetap optimis, karena setelah itu kita akan mendapatkan balasan atas kelulusan kita menghadapi ujian di dunia ini. Ujian hidup berupa kegelisahan, kesusahan dan penderitaan di dunia yang fana ini adalah bagian penting dari proses mencapai kejayaan manusia itu sendiri. Wa Allah A’lam.

Bantul, 18 Mei 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline