Lihat ke Halaman Asli

Negara dalam Kondisi Kritis Pasca Pilpres 9 Juli 2014

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara dalam Kondisi Kritis Pasca Pilpres 9 Juli 2014

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.

(Dosen FSBK UAD & Mahasiswa Program Doktor (S3)

University of Tasmania, Australia)

Pilpres 9 Juli 2014 menimbulkan kondisi yang kurang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Kontestasi yang hanya diikuti dua calon presiden menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Dua calon presiden sudah saling klaim kemenangan meskipun masih berdasar pada lembaga survei.

Deklarasi kemenangan pertama kali digaungkan oleh Megawati Sukarno Putri pendukung Jokowi-JK. Putri poklamator sekaligus mantan presiden ke-5 itu sudah menyatakan kemenangan JKW-JK calon yang diusung oleh partainya. Seolah tidak mau kalah dengan kubu Jokowi-JK, tim pemenangan Prabowo-Hatta pun tidak lama kemudian mendeklarasikan kemenangan berdasar pada lembaga survei yang mendukung mereka. Berdasar hasil perhitungan lembaga survei yang mendukung pemenangan calon presiden Prabowo-Hatta, mereka pun menang dengan jumlah prosentasi yang hampir sama yaitu 51, 67 persen untuk Prabowo sedangkan Jokowi haya 48,33 persen. Sementara itu versi lembaga survei pendukung jokowi-Jk adalah 52,95 persen untuk Jokowi sedang untuk prabowo 47,05 persen.

Kondisi saling klaim kemenangan ini menimbulkan kondisi yang berbahaya jika kedua calon tidak bisa meredam emosi para pendukungnya. Tensi ketegangan masing-masing pendukung semakin meningkat ketika media sosial, televisi, koran dan internet menampilkan klaim kemengan masing-masing fihak. Kita lihat di bebera stasiun televisi secara massif mengupas kemangan yang masih semu itu. Metrotvdan Tvone adalah dua stasiun televisi swasta yang paling nampak mengunggulkan calonnya masing-masing. Metro TV mendukung dan mengunggulkan Jokowi sedangkan kubu Prabowo didukung oleh Tvone. Nampaknya tidak ada media yang netral, tasiun televisi lainnya meskipun secara tidak langsung juga mensiratkan keberaviliasi pada salah satu calon, tak terkecuali Global TV, SCTV, RCTI juga kompas TV.

Sungguh sangat tidak bijak jika pilpres kali ini menimbulkan kondisi chaos di dalam masyarakat. Kondisi masyarakat yang sudah terbelah ke masing-masing calon akan semakin memanas saat para tim pemenangan saling klaim kemenangan mereka. Apalagi beberapa lembaga survei pendukung salah satu calon sudah memberikan nada “ancaman” menyalahkan KPU jika ternyata calon yang mereka unggulkan kalah dalam hitungan versi KPU. Hasil hitungan cepat (Quick Count) yang disampaikan oleh lembaga survei belum tentu menggambarkan hasil yang sesungguhnya. Apalagi Lembaga survei ini memiliki interes tersendiri. Bisa jadi karena dibentuk dan didanai oleh salah satu calon maka mereka pun berusaha mengunggulkan calon yang mendanai mereka.

Masyarakat harus bersabar menantikan pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh Komisi pemilihan umum. KPU lah yang memiliki otorisasi mengumumkan kemenangan salah satu calon yang ikut kontestasi pilpres tahun ini. KPU sebagai lembaga resmi pemerintah tidak boleh melakukan kecurangan sekaligus tidak boleh goyah pendirian meskipun sudah mendapat tekanan dari salah satu calon dalam kontestasi pilpres kali ini. Meskipun hasilnya nanti berbeda dengan beberapa lembaga survei yang sudah mendeklarasikan kemengan, KPU harus tegas menyampaikan hasil perolehan suara masing-masing calon secara transparan.

Agar kondisi lebih kondusif maka diperlukan uluran tangan para tokoh masyarakat di negeri ini. Tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat harus turut serta mengantisipasi adanya perang sipil akibat berbedaan hasil hitung cepat calon presiden kali ini. Para tokoh masyarakat harus aktif menyerukan kedamaian agar massa tidak melakukan tindakan destruktif yang bisa memancing kerusuhan. Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama juga ormas-ormas lain adalah lumbung kekuatan rakyat. Mereka harus bisa meredam suhu ketegangan yang semakin memanas ini.

Kita berharap adanya pertentangan saling klaim ini tidak berlangsung lama. Kedua calon harus bisa bersabar sekaligus bisa menenangkan para pendukungnya untuk tidak memancing adanya kerusuhan. Keduanya harus bersabar sampai Komisi Pemilihan umum selesai melakukan penghitungan pada 22 Juli nanti. Jika sudah diumumkan oleh KPU maka barulah klaim kemenangan itu disampaikan. Masyarakat tentu akan menghargai hasil final perhitungan KPU yang transparan pilpres kali ini secara dewasa. Semoga! Wallahu a’lam bishawab.

Yogyakarta, 11/07/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline