Lihat ke Halaman Asli

Kebodohan Rakyat Indonesia Memilih Pemimpin

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBODOHAN RAKYAT INDONESIA MEMILIH PEMIMPIN

Oleh

Wajiran, S.S., M.A.,

Bangsa Indonesia yang sudah berumur lebih dari setengah abad ini kondisinya semakin memprihatinkan. Hal ini pasti disebabkan oleh kesalahan dalam pemilihan pemimpin di negeri ini. Jika dianalisa, ada dua kelompok dominan yang menguasai pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif yaitu artis dan pengusaha. Masyarakat memilih mereka karena tergiur kepopularan dan kekayaan. Kekayaan diangggapnya berkorelasi dengan ketidaktertarikan untuk melakukan korupsi. Itu sebabnya calon pemimpin yang memiliki modal besar dan popular rata-rata memenangkan kompitisi dalam setiap pencalonan.

Cara pemilihan pemimpin ini sangat berpengaruh terhadap cara kepempimpinan di negeri yang “super kaya” ini. Adanya dua kekuatan besar (artis dan pengusaha) di dalam lingkup pemerintahan telah menjadikan arah pembangunan Indonesia berubah haluan. Hal ini terlihat dari kebijakkan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, yang bukannya menguntungkan rakyat jelata tetapi sebaliknya memeras mereka sendiri. Rakyat telah dibohongi dan dibodohi dengan iming-iming kesejahteraan dan kemakmuran.

Logika sederhananya sudah bisa kita lihat dari cara berfikir para wakil rakyat dari latarbelakang mereka. Jika para artis adalah pemimpin negara, maka negara dianggapnya sebagai sumber penghasilan utama untuk memenuhi hasrat hedonisme atau gengsi sosial. Kita tahu bahwa para artis umumnya memiliki kehidupan yang mewah, sehingga sangat sulit bisa merasakan apalagi memikirkan kesulitan rakyat kecil yang dihimpit oleh kebutuhan ekonomi. Pemimpin yang berasal dari kalangan artis bukanlah pejuang yang ingin mengorbankan diri mereka demi rakyat, tetapi sebaliknya akan mengorbankan rakyatnya untuk bisa hidup mewah. Meskipun ini tentu tidak terjadi pada semua artis, tetapi bisa dibayangkan jika mereka harus berfikir keras untuk menentukan kebijakan, membuat konsep-konsep, undang-undang dll,  sedangkan latar belakang kehidupan mereka bertolakbelakang dengan kenyataan yang harus mereka kerjakan sebagai wakil rakyat.

Selanjutnya jika kita berorientasi pada kekayaan dan menjatuhkan pilihan pada para pengusaha. Bisa tidak bisa sang wakil rakyat pasti akan mengelola lembaga pemerintah seperti lembaga bisnis yang harus mendatangkan keuntungan. Dengan demikian, wakil rakyat yang dipilih pasti akan mengorbankan rakyat yang telah memilihnya demi keuntungan lembaga pemerintah. Mereka tidak lagi memikikirkan kesejahteraan rakyat, tetapi akan lebih mengutamakankan bagaimana lembaga pemerintah termasuk BUMN mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Walhasil, rakyat bukan lagi dianggap sebagai masyarakat yang harus dilindungi, tetapi dianggap sebagai pasar atau konsumen potensial.

Fenomena kesalahan orientasi kepemimpinan ini nampaknya akan menjadi bomerang bagi kemajuan Indonesia. Para pemegang dan penentu jalannya  pemerintahan baik di legislatif maupun eksekutif telah secara nyata menindas dan membohongi rakyatnya sendiri. Akibatnya masyarakat pun semakin sengsara dengan kondisi yang mereka hadapi. Kepercayaan yang rakyat berikan kepada para calon yang sekarang memerintah, telah dihianati bahkan rakyat di pemeras dengan dalih keselamatan negara dan lain sebagainya.

Menjadi wakil rakyat baik legislatif maupun eksekutif bukanlah sebuah lahan untuk berfoya-foya atau untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi sebaliknya, harus mau berkorban demi rakyat yang telah memilihnya. Itu sebabnya menentukan wakil haruslah susai dengan bakat dan kapasitasnya. Dengan kata lain, kita harus mampu menempatkan seseorang sesuai dengan kemampuannya, the right man on the right job. Karena jika kita salah menentukan maka yang akan menanggung akibatnya adalah diri kita sendiri, bangsa Indonesia.

Untuk itu perlu dipertimbangkan bahwa mengurus negara adalah persoalan manajerial, persoalan kepemimpinan. Pemimpin yang memiliki visi memperjuangkan rakyat adalah pilihan terbaik. Jika visinya susah dipahami maka tolak ukurnya adalah kemampuan yang terlihat dari latar belakang pendidikan dan pekerjaannya. Di sisi lain, para wakil rakyat yang ada di lembaga legislatif adalah penentu kebijakan. Merakalah yang membuat undang-undang sekaligus mengawasi jalannya pemerintahan. Oleh karena itu, wakil yang kita pilih di lembaga inipun haruslah mereka yang mempunyai kemampuan dalam bidang konseptual dan pemikiran sesuai dengan bidangnya. Bisa dibayangkan jika jabatan super-strategis ini dikuasai oleh para artis dan pengusaha, bisakah mereka melahirkan undang-undang dan kebijakan yang membela kepentingan rakyat? Hasilnya tentu tidak!  Wallahua’lam bishawab.

Hobart-Australia, 18 Desember 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline