Lihat ke Halaman Asli

Menelaah Eksistensi Sastra Profetik di Indonesia

Diperbarui: 4 April 2017   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar

Tulisan ini saya tulis saat berada di Bandara Internasional Melbourne, Australia. Waktu tunggu yang sangat lama memberikan kesempatan penulis untuk melakukan brain-storming tulisan ini. Pasalnya, sesaat sebelum melakukan perjalanan pulang ke Indonesia beberapa teman dari Indonesia meminta penulis untuk membuatkan “coretan alakadarnya” sebagai bahan diskusi. Meskipun sejak awal penulis sudah mengetahui adanya beberapa jadwal berdiskusi tentang sastra Islam di Indonesia (diantara dengan FLP Jakarta, FLP Bandung, Forum Sastra/Mahasiswa S2 Jur. Sastra UGM, Fmepi DIY dan KAMADA), tetapi saat itu belum terpikir untuk membuat tulisan seperti ini.

Tulisan ini mungkin masih terlihat serampangan  mengingat tenggat waktu yang begitu mepet untuk merumuskan sebuah konsep besar yang disebut dengan Sastra Profetik. Dalam waktu yang hanya sekitar dua sampai tiga hari penulis harus menyiapkan artikel dengan tema yang masih terasa ”asing”, sangat tidak mungkin bisa memaparkan secara gamblang. Tetapi bagaimana pun mudah-mudahan tulisan ini bisa membuka ruang diskusi sehingga memungkinkan adanya tukar pikiran yang bermanfaat bagi para pembaca dan terutama bagi penulis sendiri.

Meskipun istilah sastra Profetik sudah lama terdengar di telinga penulis, namun tema ini merupakan “barang baru” mengingat penulis awalnya lebih fokus pada peran ideologi dan hegemoni dalam sastra Barat. Namun demikian, kiranya masih ada kaitan antara karya sastra profetik dengan persoalan ideologi dalam karya sastra secara umum. Pada dasarnya karya sastra profetik juga membahas persoalan ketuhanan atau lebih spesifiknya ideologi keislaman. Itu sebabnya saya ingin membatasi bahwa sastra profetik disini selalu saya kaitkan dengan sastra Islami atau sastra yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman. Menurut subjektifitas penulis, hanya karya sastra keislamanlah yang benar-benar mewarnai dinamika sosial dan politik di negeri yang mayoritas berpenduduk muslim ini, khususnya pasca reformasi.

Lahirnya istilah sastra profetik

Membicarakan sastra profetik tidak bisa lepas dari dua tokoh yang sudah tidak asing lagi; Kuntowijoyo dan Abdul Hadi WM. Kedua tokoh ini merupakan pelopor penggunaan istilah sastra profetik dibandingkan dengan sastra islam, sastra islami, sastra pesantren ataupun sastra transenden. Kuntowijoyo misalnya menyampaikan gagasan ini dalam tulisanya berjudul “Maklumat Sastra Profetik (Kaidah, Etika dan Struktur sastra)” yang dimuat di majalan Horison tahun 2005. Sedangkan Abdul Hadi WM menuliskan sebuah artikel dengan judul “Kembali ke Akar, Kembali Ke sumber” dalam jurnal Ulumul Quran pada Agustus 1998. Kedua tulisan tersebut dianggap oleh banyak kritikus sebagai cikal-bakal lahirnya istilah Sastra Profetik di Indonesia.

Kuntowijoyo mendefinisikan sastra profetik sebagai karya sastra yang memiliki ruh untuk kembali kepada nilai-nilai kenabian (Ketuhanan). Dimana pada tahun 1980an kecenderungan akan karya sastra yang seperti ini sangat mewarnai sastra Indonesia. Kuntowijoyo meyakini hal ini disebabkan oleh pengaruh pemikiran dari Timur Tengah yang dibawa oleh para pelajar atau guru-guru yang pernah dan belajar agama baik di Timur Tengah maupun di dalam negeri. Sastra profetik merupakan refleksi ideologi Islam yang mengkritisi realitas sosial masyarakat yang bertentangan dengan pandangan standard atau nilai moral ideologi Islam (Zaini, 2013).

Keberadaan sastra profetik sebenarnya sudah lama ada, bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa sastra profetik telah ada di negeri ini sejak abad ke 13, yaitu sejak kerjaan Samudera pasai di Aceh. Pada masa itu telah terkenal penulis-penulis sastra yang bernafaskan keagamaan, khususnya keislaman. Diantara mereka adalah Hamzah Fansuri pernah menulis syair Perahu Kertas, Raja Ali Haji dengan Gurindam Duabelanya dan syair Abdul Muluk(Zaini, 2013). Mereka adalah penulis-penulis sastra yang memiliki corak keagamaan atau ketuhanan yang sangat kental.

Macam atau ragam istilah sastra profetik

Lahirnya istilah sastra profetik, menurut hemat penulis sebenarnya dilatarbelakangi oleh banyaknya karya sastra, khususnya hikayat (cerita) dan syair tentang kenabian atau yang berkaitan dengan keimanan yang terefleksikan dalam karya sastra itu. Itu sebabnya jika istilah ini dapat digeneralisasikan maka sastra profetik juga bagian dari sastra islami atau sastra islam. Atau jika dilihat dari isinya maka sastra profetik sebenarnya adalah salah satu jenis dari sastra islami itu sendiri.

Istilah sastra islami atau islam memang lebih umum dan lebih luas sehingga di dalam sastra islami itu sendiri jika ingin disepesifikasikan akan terdiri dari beberapa istilah yang lebih sempit: dianataranya sastra sufi, sastra profetik, sastran zikir dan sastra pesantren. Sedangkan istilah yang mencakup istilah sastra islami dan cabangnya itu adalah sastra religious atau sastra transenden. Sastra religious  bisa mencakup berbagai karya sastra yang memiliki corak keagamaan bukan saja islam tetapi mungkin Kristen, hindu, buda dan agama lainya. Demikian juga dengan istilah sastra transenden yang menghubungkan kehidupan manusia dengan Sang Pencipta.

Jika kita kembali pada pengertian yang lebih luas, yaitu sastra islami maka keberadaan sastra islami tidak lepas dari eksistensi agama islam. Oleh karena itu apa yang direfleksikan di dalam sastra islami adalah representasi dari ideologi islam atau istilah popularnya Islamic world view. Istilah sastra islam dalam bahasa arab disebut dengan al adab al islami, yaitu sebuah karya yang merefleksikan nilai-nilai moral berdasar pada agama islam. Nilai-nilai khas dalam agama islam adalah nilai yang berdasar pada nilai ketuhanan sekaligus nilai kemanusiaan: kejujuran, keberanian, keteguhan, sedangkan ciri yang paling khusus adalah nilai kesopanan dan keindahan berdasar atas nilai-nilai ketauhidan (Osman, 2008).

Sebagai representasi atas nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan yang sangat luhur dan mulia, sastra islam ditulis oleh mereka yang benar-benar memahami  nilai islam itu sendiri. Penulis karya sastra islami adalah mereka yang dipercaya memiliki kecenderungan dan kepribadian yang memadai sebagaimana yang dia refleksikan dalam karya-karya mereka. Penulis seperti Hamka misalnya, selain terkenal sebagai sastrawan, ia juga seorang intelektual, kiayi dan tokoh masyarakat yang sangat disegani. Itulah sebabnya sastra islam memiliki muatan yang sangat konsisten antara isi dengan latarbelakang pengarangnya. Itu sebabnya, Sayyid Qutb mendefinisikan sastra islam sebagai sebuah ekspresi yang dihasilkan oleh intuisi kreatif yang diciptakan oleh jiwa dan imajinasi pengarannya.

Berdasarkan dari pengertian dan ketentuan di atas Kailani (1992) mendeskripsikan beberapa ciri-ciri khas karya sastra islami sebagai berikut;

1.Merupakan sebuah ekspresi

2.Gambaran seseorang yang beriman (percaya kepada kekuasaan Tuhan)

3.Merupakan sebuah interpretasi kehidupan antara manusia dengan alam

4.Merupakan gambaran akan keyakinan atas islam

5.Menginspirasi, menghibur dan bermanfaat

6.Merangsang pemikiran dan emosi

7.Menyiapkan pembaca bagaimana menghadapi perubahan dan tantangan kehidupan.

Keberadaan Sastra Islami/Profetik di Indonesia

Masa Reformasi adalah kesempatan emas bagi para penulis yang memiliki interest di bidang keisalaman untuk mengekspresikan pemikirannya melalui karya sastra. Itulah sebabnya pasca reformasi lahir ratusan atau bahkan mungkin ribuan penulis yang beraliran ke-islaman. Beberapa kritikus mengatakan bahwa puncak kemunculan sastra Islam adalah antara tahun 2008 sampai dengan 2010. Dimana pada masa itu adalah booming-nya sastra bernafaskan ke-islaman di Indonesia.

Keberadaan sastra Islam pasca reformasi, tidak akan pernah lepas dari keberadaan FLP(Forum Lingkar Penah) yang merupakan organisasi penulis beraliran ke-islaman di Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh Helvy Tiana Rosa ini bahkan bisa dikatakan sebagai organisasi penulis terbesar di dunia. Pasalnya anggotanya bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri seperti: Mesir, Jepang, Cina, Australia, dan Belanda. Organisasi yang didirikan pada tahun 2007 ini memiliki anggota lebih dari sepuluh ribu anggota yang tersebar di seluruh dunia. (Kailani, 2012) .

Organisasi kepenulisan ini memiliki ciri khas pada landasan kembali pada keyakinan atas kekuasaan Tuhan. Itu sebabnya organisasi ini bukan sekedar kumpulan para penulis yang membahas tentang metode dan cara kepengarangan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai ajaran Islam. Kegiatannya pun sangat variatif dari persoalan kepenulisan, keagamaan, sosial bahkan politik. Hal itu ditandai dengan kedekatan tokoh-tokoh FLP dengan salah satu partai Islam besar di Indonesia, yaitu Partai keadilan Sejahtera.

Sastra profetik dan realitas sosial

Sastra profetik atau lebih mudahnya sastra islami merupakan karya sastra yang lebih dekat dengan persoalan-persoalan sosial di Indonesia. Pasalnya karya sastra jenis merupakan idealisme para pengarang atas keyakinan yang mereka pegang atas kebenaran islam. Itu sebabnya karya ini menjadi sangat dekat dengan masyarakat pembacanya. Bahkan jika diperhatikan karya bercorak keislaman terlihat terlihat sebagai sebuah karya motivasi kepada pembaca untuk lebih baik dalam menapaki kehidupan. Sastra Islami bukan sekedar mengkritisi, tetapi memberi contoh dan tauladan akan kepribadian yang bermanfaat bagi para pembaca. Sastra ini menawarkan gagasan, nilai sekaligus model yang mudah ditiru dan diikuti dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya banyak yang mengaitkan sastra islam dengan istilah sastra pembangun jiwa, sastra spirit, sastra motivasi dan lain sebagainya (Jalil, 2012).

Bangsa Indonesia yang saat ini masih carut-marut memang membutuhkan sebuah upaya pendidikan yang bukan hanya mencerdaskan tetapi juga merubah karakter. Modal cerdas saja tidaklah cukup untuk membangun bangsa ini. Negera ini sudah banyak memiliki sumber daya manusia yang cerdas-cerdas, namun kecerdasan yang tidak dilandasi spiritualitas tidak akan mampu berbuat banyak untuk menyelesaikan masalah bangsa yang begitu kompleks dan rumit.

Karya sastra yang memberikan nilai tambah tentunya diukur dari karya yang memiliki bobot karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sastra profetik adalah salah satu dari corak karya sastra yang sangat mempertimbangkan nilai ideologis dan sosiologis yang sangat bermanfaat bagi generasi bangsa ini. Dengan demikian peran karya sastra, khususnya sastra profetik akan turut memberikan andil besar terhadap perbaikan peradaban bangsa. Sebagaimana pesan Umar Bin Khatab “Ajarilah anak-anakmu tentang sastra, karena sastra membuat anak yang pengecut menjadi pemberani”.

Ungkapan Umar sangat pas rasanya dijadikan sebagai pijakan bahwa mempelajari karya sastra dapat membentuk kepribadian seseorang. Karya sastra bukan hanya sekedar sebuah hiburan tetapi di dalamnya akan kita dapatkan menfaat baik secara emosional mapun spiritual. Itulah sebabnya Rene Wellek menyebutkan bahwa karya sastra itu berfungsi sebagai dulce et utile, karya sastra yang menghibur sekaligus mendidik.

Berdasarkan pada kenyataan di atas, maka karya sastra bisa menjadi salah satu media yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Karya sastra mampu mengajarkan nilai-nilai kepribadian yang lebih baik. Karya sastra memiliki peran besar dalam merubah watak dan karakter bangsa (Jalil, 2012). Adanya beberapa karya sastra best-seller yang diangkat ke layar lebar dan media lain semakin meningkatnya peran karya sastra dalam merubah masyarakat Indonesia. Transformasi yang positif sekaligus massif akan semakin mudah terwujud.

Kehadiran sastra profetik diharapkan akan mendorong lahirnya manusia-manusia unggul yang memiliki kepribadian teguh, pemberani dan jujur. Tiga sifat yang rasanya menjadi barang langka di negeri ini, mengingat hiruk-pikuk perpolitikan kita lebih banyak diisi oleh mereka-mereka yang pengecut, hedonis, dan oportunis. Lebih ironis lagi negeri ini saat ini langka kepemimpinan yang mampu memberikan keteladanan universal yang memberi harapan positif kepada generasi muda bangsa ini.

Penutup

Meskipun konsep dan pengertian sastra ke-islam-an masih menjadi perdebatan di kalangan kritikus, penulis berkeyakinan bahwa corak karya sastra yang disebutkan dalam tulisan ini sudah nyata adanya. Eksistensinya sudah bukan barang baru termasuk kontribusi yang sudah nyata di masyarakat kita. Itu sebabnya hanya diperlukan upaya untuk mempopulerkan adanya corak sastra ini di media yang lebih luas. Diskusi yang lebih intensif akan eksistensi sastra islam akan memberikan dampak diakuinya keberadaanya karya ini sebagai karya bercorak khas keislaman. Lebih penting lagi dengan adanya discourse yang terbuka akan semakin mempopulerkan keberadaan sastra bercorak keislaman di kancah dunia, karena tidak menutup kemungkinan disangsikannya istilah khusus sastra Islami karena masih langkanya para kritikus yang memiliki concern di bidang ini.

Akhirnya, tentunya tulisan ini masih jauh panggang dari api. Diskusi yang lebih intens masih sangat diperlukan guna menemukan konsep-konsep yang lebih matang sekaligus peningkatan  kemampuan mengungkap tabir yang lebih luas sehingga keberadaan dan manfaat sastra islam bisa lebih terasa dalam kehidupan sosial dan politik di negari yang notabene mayoritas Muslim ini.  Wallahua’lam bishawab.

Referensi:

Musa, Mohd Faizal. "Fenomena Sastera Islam Di Indonesia." International of The Malay World and Civilisation 1.30 (2012): 41-53. Print.

Zaini , Marhalim. “Sastra profetik, Tradisi Melayu. Riau Pos, 31 Maret 2013

Tulisan ini akan disampaikan dalam diskusi sastra pada Forum Sastra dan Budaya di Yogyakarta pada tanggal 15 Februari 2015. Terima kasih kepada Mas Muh. Fathoni (Mhs program Pasca UGM), yang menginisiasi terselenggaranya acara ini sehingga penulis berkesempatan bertukar pikiran mengenai sastra profetik. Terimakasih juga kepada Mas Koko Nata (FLP Jakarta), Mbak Nurul (FLP Bandung), Mbak Aprilia ( FMEPI DIY), dan mas Purnomo (Kamada) yang memungkinkan penulis berkesempatan berdiskusi tentang berbagai hal yang pada intinya tidak jauh dari tulisan ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline