Lihat ke Halaman Asli

Jelita

Diperbarui: 12 Agustus 2024   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jelitanya.

Puisi-puisi retoris nampak khutbah
 bagi pendengar setianya;
Diksi-diksi yang terpajang adalah
suatu kisah yang jelas melekat sebagai kejeniusannya

Cinta tak pernah pudar bagi kembali
Sebuah rumah di sudut pengertian makna pulang
Lelaki yang takluk oleh rindu yang tumbuh
Setia mengasuh membesarkan kesetiaan bagi takdir
Untuk tetap sejalan berjalan di bawah payung Ehada

Sayang, bisakah dimana saja kita kelak, tak terucap kata amarah;
Tak terucap kata untuk pergi dari sejoli

: sepasang angsa terbang melayang
Melintasi dunia; membawa anak-anak dari jenisnya sendiri

Berbeda, kita tetap berbeda sayang!
Untuk setiap kehidupan dan makhluk hidup;

Bertemu, berpisah, atau bersama, tak jua ada bedanya;
Engkau cinta, yang mulia, bagi setiap derita jiwa dan tubuh renta ini, - lelaki yang rapuh, - tenggelam dalam wajahmu
Yang nampak pada mekar bunga mawar merah:
Tertulis aksaramu pada wajah-wajah yang lain:

Engkau Dewi di malam gelap bagai cahaya purnama
Senja jelata, di tapal batas kota.

Engkau cinta yang jelita
Engkau cinta yang pertama, - yang tiada satu jua manusia mengenalmu dalam jaga. -
Mereka!

Khayal batinmu, kisah cinta yang terlukis di semenanjung perjalanan -

Menulis nasib dan takdir bagi lelaki ;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline