Lihat ke Halaman Asli

Hukum Asal sebuah Pengantar dan Cabang Pohon

Diperbarui: 10 Juli 2024   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Filsafat Hukum: Analisis Puritas Nilai Otentisitas Hukum & Positivisme Di dalam Konteks Klaritas Hukum Asal

Oleh : A.W. Al-faiz.

Pendahuluan : Sebuah Pengantar Menuju Cabang Pohon.

          

                 Filsafat hukum merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat, tujuan, dan aplikasi hukum dalam masyarakat. Dua konsep penting dalam filsafat hukum yang akan dibahas dalam makalah ini adalah puritas nilai otentisitas hukum dan positivisme hukum sebagai klaritas hukum asal. Kedua konsep ini memiliki peran signifikan dalam membentuk pemahaman dan praktik hukum modern.

 II. Metode Penelitian.

             Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari berbagai sumber literatur, termasuk buku, jurnal ilmiah, dan studi kasus hukum yang relevan.

 Pembahasan.

A. Puritas Nilai Otentisitas Hukum

            Puritas nilai otentisitas hukum merujuk pada gagasan bahwa hukum memiliki nilai intrinsik yang murni dan otentik, terlepas dari pengaruh eksternal. Konsep ini berakar pada pemikiran filsuf hukum seperti Hans Kelsen dengan teori hukum murninya (Pure Theory of Law). Menurut Kelsen (1967), hukum harus dipahami dan dianalisis sebagai entitas yang terpisah dari moral, politik, dan sosial.

[1]. Ia menekankan bahwa validitas hukum harus didasarkan pada norma dasar (Grundnorm) yang menjadi sumber legitimasi bagi norma-norma di bawahnya. Studi Kasus: Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian UU Perkawinan Dalam kasus pengujian UU Perkawinan terkait batas usia minimal perkawinan (Putusan MK No. 22/PUU-XV/2017), Mahkamah Konstitusi menerapkan prinsip puritas nilai otentisitas hukum. MK memutuskan bahwa penetapan batas usia perkawinan merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, terlepas dari pertimbangan sosial atau moral [2]. B. Positivisme sebagai Keberadaan Klaritas Hukum Asal Positivisme hukum menekankan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang berdaulat dan harus dipatuhi terlepas dari pertimbangan moral. Konsep ini dikembangkan oleh tokoh seperti John Austin dan H.L.A. Hart. Austin (1832) dalam karyanya "The Province of Jurisprudence Determined" menegaskan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa yang didukung oleh sanksi [3]. Sementara itu, Hart (1961) dalam "The Concept of Law" mengembangkan teori positivisme hukum dengan memperkenalkan konsep aturan pengakuan (rule of recognition) sebagai dasar validitas sistem hukum [4]. Positivisme hukum memberikan klaritas terhadap hukum asal dengan menekankan pentingnya hukum tertulis dan prosedur formal dalam sistem hukum. Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung dalam Kasus Korupsi E-KTP Analisis Kasuistik : kasus korupsi E-KTP sebagai contoh penerapan positivisme hukum dalam sistem peradilan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline