"Sahabat Masih Ingatkah Kau!" *
Lirik dalam judul tersebut pernah menjadi bagian dari sebuah lagu, dalam dimensi genre yang mengusung pesan moral bertemakan, kritik, sosial oleh Iwan Fals, seorang musisi legendaris tanah air.
Di antara lain, di masanya, lagi tersebut, menjadi fenomena hit, dari popularitas lagu tersebut di kancah musik tanah air. Juga memberi ruang terhadap pengertian trend kebudayaan yang populer di tengah-tengah masyarakat, secara meluas. Yang menyuarakan kondisi sosiologis, dari relasi bentuk hubungan masyarakat satu sama lain, mengahadapi ruang persoalan yang setidaknya hampir mirip, dari segala aspek dan lapisan struktur masyarakat, Yang tidak, saja terpecah belah oleh dikotomi ruang kekuasaan yang otoritatif terhadap segala urusan pada wilayah yang terkadang tidak seharusnya menjadi suatu sorotan dari kekuasaan politik. Sehingga, menciptakan jurang satu sama lain, akan terjadinya krisis hilangnya kepercayaan yang menumbuhkan kecurigaan terhadap keakraban bermasyarakat.
Persahabatan tentu saja, dimensi hal yang semestinya, menjadi parameter yang mengikat keakraban diantara, bangunan relasi dan fondasi nilai ke - Indonesiaan kita adalah memungkinkan seseorang bicara dalam rangka sebagai representasi keadaan sosiologis semua lapisan masyarakat sebagai parameter nilai yang mengarahkan kepada nilai integritas dalam membangun relasi tersebut sebagai jendela dimensi motifasi dan nilai spirit kepada hal-hal yang membangun tidak saja sebuah citra positif dari kerukunan antara sesama warga negara, namun juga meletakan peta pemaknaannya, dari persaudaraan, dan faktor integritas, satu kesatuan identitas dan integritas politik, sebagai kesadaran terhadap kehidupan bersama.
Meski, pun dalam dimensi persoalan yang berbeda, dalam segi beberapa hal, terkait, suku bangsa, profesi, dan agama, bukanlah suatu persoalan yang mendorong untuk melupakan ruang persahabatan itu, sebagai integralistik nilai yang melihat, ruang kelas dalam dimensi sosiologisnya berdasarkan, struktur ekonomi, sekalipun, bukanlah, suatu alasan mendeskripsikan nilai buruk dari suatu ikatan persahabatan secara baik, dan bermanfaat, bagi satu sama lainnya.
Sehingga kelupaan tersebut harus diingatkan oleh satu lirik dalam bait lagu untuk kembali membangun, bangunan nilai tersebut lebih dalam sebagai keakaraban, dari suasana, kondisi sosial, bahwa kenyataannya, identitas kita di tengah masyarakat adalah merupakan peran serta orang lain, sebagai pembanding dari sikap sosial kita, dengan keberadaan realitas persahabatan sebagai relasi keterhubungan seseorang baik secara nilai, tradisi, moralitas, tujuan, dan pandangan menyoal objektifitas yang sama, dalam dimensi yang integral. Sebagai, jendela yang menyangkut kesetaraan dan nilai Egaliter, sebagai manusia dan kemanusian, yang memanusiakan manusia lainnya.
Dengan kata lain, persahabatan sendiri memiliki makna, nilai yang sangat luas, sebagai bentuk nilai spiritualitas, yang menyederhanakan struktur nilai conflik of interest, yang komplek akan segala kebutuhan pada prinsip-prinsip nilai-nilai mendasar, selain nilai sosilogisnya, yang seksama dan bersamaan, muncul dalam interaksi relasi persahabatan, dan lingkungan seseorang. Yang tampil sebagai prinsip nilai, yang mengikat seseorang dengan interaksi dan keakraban bersama, terhadap lingkungan sosial masyarakatnya sendiri.
Pada sekitar era tahun, 2002, di tahun ajaran baru, saya tiba di Ciputat, untuk menyelenggarakan study saya dengan melanjutkan kuliah, di fakultas humaniora, jurusan sejarah.
Sebagai anak kost, yang tampil dan muncul dalam interaksi lingkungan persahabatan dalam ruang lingkup sosial, masyarakat dan para calon intelektual, dan para akademisi muda saat itu. Di jalan Pesanggrahan, Ciputat. Banyak, nilai yang saya dapatkan sebagai kebijaksanaan dan motifasi serta pelajaran, dalam relasi persahabatan, di semua lapisan masyarakatnya, tanpa harus mengucapkan bahwa seseorang itu, adalah sahabat saya, bahkan, saya setara dalam prinsip nilai yang sama, sebagai seseorang yang mencari arah dan tujuan dari masa depan, pergulatan keilmuan saya, di bangku kuliah, saat itu.
Saya, tidak pernah merasa sendiri dalam kenyataan kesendirian tersebut. Sebagai pendatang, dan perantau, dari lokalitas daerah yang jauh dari keberadaan ibukota sebagai tradisi, dan kultur, serta kebiasaan secara mandiri.
Jejak perjalanan yang, selalu mengingatkan, akan sulitnya, bertahan pada suatu kondisi, yang jauh dari keluarga. Selain, seorang teman, dan sahabat itu, selalu, berada bersama sebagai nilai yang dibawa kemana-mana, sebagai keakaraban. Yang menyederhanakan semua perbedaan ruang dan waktu, atau pun segala persoalan yang rumit, terkait, ego-sentris seseorang, dan terkadang kebutuhan finansial, karena keberadaan nilai persahabatan tersebut, membangun, jendela sederhana, untuk dapat melihat suatu nilai integritas dari perbedaan dan pertentangan prinsip, baik tradisi, kebiasaan dan segala, segenap, kepentingan di dalamnya sebagai faktor dan jalan yang membangun ingatan seseorang, akan pentingnya seorang sahabat yang kita kenal, sebagai bagian dari suatu nilai positif dari kehidupan yang, serba mudah untuk melupakan, bahkan dirinya sendiri, dalam waktu yang singkat, oleh keberadaan aspek prinsip nilai di luar koridor persahabatan.