Manusia diberikan kelebihan bila dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya. Tuhan memberikan kelebihan akal kepada manusia. Dengan akal yang dimiliki, manusia dapat mempertahankan hidup, beradaptasi, dan mewariskan kebudayaan yang telah dihasilkan kepada generasi penerusnya. Proses pewarisan suatu kebudayaan dilakukan secara langsung melalui pengajaran, dan secara tidak langsung lewat pemberian contoh perilaku sehari-hari.
Masyarakat Indonesia sejak masa lampau telah memiliki kebudayaan. Salah satu bentuk kebudayaan yang telah dihasilkan adalah folklor. Tradisi lisan dalam suatu masyarakat diwariskan secara turun-temurun, sehingga jejaknya masih ditemukan sampai sekarang. Perkembangan folklor dalam kehidupan masyarakat, merupakan perwujudan dari usaha dan cara-cara kelompok tersebut dalam memahami serta menjelaskan realitas lingkungannya, yang disesuaikan dengan situasi alam pikiran masyarakat di suatu zaman tertentu. Alam pikiran masyarakat yang dipandang sebagai lahan paling subur bagi berkembangnya pemikiran seperti itu, menurut Peursen (1976), adalah alam pikiran mistis. Alam pikiran mistis sangat menjiwai (mendasari) tradisi lisan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu sampai sekarang.
Cara masyarakat menjelaskan atau memahami realitas seperti di atas, bukan merupakan suatu kesengajaan untuk mengacaukan fakta dengan khayalan, tetapi memang merupakan suatu cara dalam menangkap realitas sesuai dengan alam pikiran mereka. Oleh karena itu, tradisi lisan dalam suatu masyarakat bisa beragam bentuknya, tegantung masyarakat yang mendukungnya. Seperti yang dikemukakan oleh Danandjaja (1983), bahwa bagian budaya yang disebut folklor itu dapat berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka-teki (pertanyaan tradisional), sajak dan puisi rakyat, cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng (lelucon dan anekdot), nyanyian rakyat, teater rakyat, permainan rakyat, kepercayaan, seni rupa rakyat, musik rakyat dan gerak isyarat. Iskandar, dkk (2004), menambahkan jenis folklor tersebut berupa pertanyaan tradisional (sama dengan teka-teki), sajak dan puisi rakyat.
Folklor yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dalam suatu masyarakat, bukan berarti tidak memiliki nilai guna (fungsi). Folklor memiliki fungsi yang sangat mendasar (penting) bagi masyarakat pendukungnya. Menurut Iskandar, dkk (2004) trandisi lisan melukiskan kondisi fakta mental tradisi masyarakat yang mendukungnya, simbol identitas bersama masyarakatnya sehingga menjadi simbol solidaritas dari masyarakatnya, dan menjadi alat legitimasi bagi keberadaan suatu kolektif, baik sebuah marga, masyarakat maupun suku bangsa. Atau seperti yang dikemukakan oleh Danandjaja (1983) yang mengutip pendapat dari Bascom menyatakan bahwa bentuk-bentuk folklor mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) sebagai sistem proyeksi; 2) sebagai alat pengesahan budaya; 3) sebagai alat paedagogik; dan 4) sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma masyarakat dan pengendalian masyarakat.
Beranjak dari pendapat di atas, maka tradisi lisan yang sudah berkembang dalam masyarakat Indonesia sejak masa lampau, sesuangguhnya masih layak dipertahankan (dilestarikan) dalam kehidupan dewasa ini (masa kini), disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Terlepas dari unsur-unsur mistis yang ada di dalamnya, folklor memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang sangat relevan untuk mendukung kehidupan masyarakat secara kolektif, dan menjadi filter terhadap pengaruh-pengaruh negatif akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau era globalisasi. Nilai-nilai dan norma-norma itu menjadi ciri khas dari kelompok masyarakat, mengatur tentang perilaku dan hubungan antarindividu dalam kelompok tersebut. Nilai-nilai dan norma-norma kemudian dikembangkan menjadi adat-istiadat dari suatu kelompok masyarakat pendukungnya. Adat kebiasaan tidak selamnya mecerminkan kekolotan atau keterbelakangan suatu kelompok masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini, adat-istiadat tersebut justeru dapat menjadi modal dasar dalam kehidupan kolektif. Nilai-nilai kearifan lokal suatu masyarakat dapat memberikan keseimbangan dan ketertiban (keharmonisan) hidup, melestarikan alam atau lingkungan hidup, dan lain-lainnya. Pewarisannya pada generasi penerus, juga sangat bermanfaat dalam rangka memperkecil adanya kesenjangan budaya pada generasi muda. Pewarisan yang efektif dapat dilakukan melalui pendidikan.
Daftar Pustaka :
Danandjaja, James (1983). "Folklor sebagai Bahan Penelitian Antropologi Psikologi", dalam Analisa Kebudayaan Th. IV No. 3 1983/1984. Jakarta : Depdikbud. Halaman 61-71.
Iskandar, dkk (2004). Indonesia dalam Perkembangan Zaman, Pelajaran Sejarah untuk Kelas 1 SMA. Bandung : Ganeca Exact.
Peursen, C.A. van (1976). Strtaegi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius.
Jerowaru Lombok Timur, 5 Desember 2011.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H