Safari tempat ibadah adalah sebuah kegiatan yang kami lakukan untuk mengunjungi berbagai tempat ibadah dari beragam agama dan kepercayaan dalam satu rangkaian perjalanan. Tujuan utama dari safari tempat ibadah ini adalah untuk memperkenalkan dan memperdalam pemahaman tentang keberagaman agama serta memperkuat toleransi antarumat beragama. Safari 5 tempat ibadah ini merupakan bagian dari Program Kerja KKN Kolaboratif dengan tema besar yakni "MODERASI BERAGAMA"
Safari 5 tempat ibadah kali ini di muai dari kunjungan ke Masjid Besar Mujahidin, dimulai dari perkenalan dengan DKM di masjid tersebut kemudian di jelaskan mengenai apa itu agama islam, penjelasan sejarah dari mulai pembngunan masjid, ornmen kaligrafi yang ada di dalam masjid dan yang terakhir dilanjutkan dengan tour keliling lingkungan masjid bersama para DKM.
Selanjutnya kunjungan kedua ke Klenteng Hok Tik Bio, Klenteng ini merupakan tempat ibadah umat penganut agama konghucu, klenteng ini di Bangun sejak 150 tahun lalu bertepatan dengan pembangunan stasiun KA Ambarawa, di klenteng ini pelaksanaan ibadah nya setiap tanggal 1 imlek dan tanggal 15 imlek. menurut ajaran konghucu "Tuhan tidak ada bentuk tapi bisa dirasakan dan segala yang ada tiada tanpa dia"
Kunjungan ke 3 adalah Gereja Katolik Santo Yusup, gereja ini sudah ada sejak 165 tahun yg lalu, jumlah umat saat itu di ambarawa berjumlah 1250 (250 pribumi) Gereja Jago di Ambarawa memiliki sejarah panjang yang dimulai dari pembangunannya pada 27 April 1924. Tahun ini, gereja tersebut merayakan usianya yang mencapai satu abad, menjadi salah satu simbol keagamaan yang penting di kawasan ini. Gereja ini didirikan di sekitar kawasan yang sekarang menjadi terminal, tepat di sebelah Sekolah Dasar setempat. Pendirian gereja pada awal abad ke-20 ini dimulai sebagai respons terhadap kebutuhan umat Katolik di Ambarawa yang semakin bertambah. Sejak awal berdirinya, gereja ini menjadi pusat spiritual dan kegiatan keagamaan bagi masyarakat setempat.
Gereja ini dikenal dengan sebutan "Gereja Jago." Nama ini diperoleh karena adanya replika ayam jago yang ditempatkan di ujung atas bangunan gereja, yang berfungsi sebagai penunjuk arah mata angin. Lonceng di gereja ini, yang juga telah berusia 100 tahun, menambah nuansa klasik dan sakral pada tempat ibadah ini. Lonceng ini berbunyi setiap jam, menandai waktu bagi komunitas setempat. Saat ini, Gereja Jago melayani sekitar 9.200 umat dengan dukungan 400 pastor. Gereja ini menjadi pusat keagamaan yang aktif dengan berbagai kegiatan dan tradisi yang terus dijaga.
Tradisi Paskah di gereja ini sangat kental dengan nilai spiritual yang mendalam. Setiap dua tahun sekali, gereja ini mengadakan tradisi Pasio selama 40 hari. Pada hari Rabu Abu, umat hanya makan sekali dalam 24 jam, dan setiap Jumat diharuskan untuk pantang, yaitu menahan diri dari melakukan hal-hal yang paling disukai. Setiap Rabu ketiga dalam bulan Paskah, gereja mengadakan pembakaran doa ujub, sebuah tradisi yang menggambarkan pengorbanan dan penyerahan diri umat kepada Tuhan.
Gereja Jago di Ambarawa bukan hanya sebuah bangunan ibadah, tetapi juga merupakan simbol dari perjalanan spiritual dan kebersamaan umat Katolik di wilayah tersebut. Dengan sejarah yang panjang dan tradisi yang kuat, gereja ini terus menjadi mercusuar iman yang memberikan panduan dan penghiburan bagi ribuan umatnya.
Kunjungan ke 4 adalah ke Pura Giri Suci, Pura ini terdapat di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Pura ini merupakan tempat peribadatan umat hindu yang ada di wilayah Amabarawa dan sekitarnya, adapun kegiatan kami Disana adalah pengenalan tentang agama Hindu yang dijelaskan oleh Romo Istri, Istri dari pemangku adat di Pura tersebut, kemudian dilanjutkan dengan tour keliling pura untuk pengenalan lebih lanjut mengenai makna arsitektur dari bangunan yang ada dalam pura dan di akhiri tengan foto bersama.
kunjungan kami yang ke 5 adalah Vihara Vajra Bumi Honocoroko, Vihara ini terdapat di Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Vihara Vajra Bumi Honocoroko adalah sebuah vihara yang terletak di Ambarawa, Jawa Tengah. Vihara ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan spiritual bagi umat Buddha di wilayah tersebut. Dengan arsitektur yang megah dan lingkungan yang tenang, vihara ini menjadi tempat yang ideal bagi mereka yang mencari kedamaian batin dan ingin mendalami ajaran Buddha.Sejarah Vihara Vajra Bumi Honocoroko didirikan sebagai tempat ibadah dan pusat pembelajaran ajaran Buddha.
Nama "Vajra Bumi" mengacu pada elemen "vajra," yang melambangkan kekuatan dan keteguhan dalam ajaran Buddha, sedangkan "Honocoroko" mengingatkan pada aksara Jawa yang pertama, menandakan pentingnya pelestarian budaya lokal dalam praktik spiritual. Vihara ini dikenal sebagai salah satu vihara besar di daerah Ambarawa, dengan sejarah yang mengakar kuat dalam komunitas setempat.
Vihara ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya yang mendukung kerukunan antarumat beragama di wilayah tersebut. Arsitektur Vihara Vajra Bumi Honocoroko mencerminkan keindahan dan kedamaian yang menjadi inti dari ajaran Buddha.
Bangunan vihara ini dihiasi dengan ornamen-ornamen khas Buddha, termasuk patung Buddha yang besar dan berbagai relief yang menggambarkan kisah-kisah dari kehidupan Sang Buddha. Lingkungan vihara yang asri dan tenang menambah suasana meditasi dan refleksi yang mendalam bagi para pengunjung.
Vihara Vajra Bumi Honocoroko aktif dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan, seperti puja bakti, meditasi, dan pembelajaran Dharma. Setiap hari besar Buddha, seperti Waisak, vihara ini menjadi pusat perayaan dan ritual yang diikuti oleh banyak umat.