Lihat ke Halaman Asli

Tradisi "Begawe Monggok" Menghibur Masyarakat

Diperbarui: 14 April 2016   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Begawe Monggok ini dilaksanakan di Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah. Suatu tradisi yang di turunkan secara turun-temurun dari nenek moyang  yang dulu sampai saat ini masih dilaksanakan sesuai dengan adat Desa Ungga, pada saat ini pelaksanaan begawe monggok masih murni dengan adat yang dulu sehingga begawe monggok ini tidak akan pernah pudar pengaruh dari globalisasi.

Pada zaman nenek moyang yang dulu Begawe monggok ini dilaksanakan bagi orang yang kaya atau ekonominya tinggi sehingga pada zaman dulu itu hanya kaum yang kaya saja melakukan begawe monggok ini, tapi zaman sekarang ini siapa saja yang punya uang banyak atau orang kaya bisa melakukan begawe monggok ini. Pada saat melakukan begawe monggok pada pernikahan supaya anaknya itu merasa senang dengan acara yang telah di sediakan oleh kedua orang tuanya dan keluarga dekatnya mendukung, sehingga pada saat begawe monggok ini perlu musyawarah dengan keluarga-keluarga supaya diberikan suatu kesimpulan tentang begawe monggok ini sehingga apakah keluarga mendukung begawe monggok ini.

Pada saat pelaksanaan begawe monggok ini pada sore sabtu dinamakan “naiken” artinya naikan sehingga para keluarga yang menyiapkan musik gendang belek, oncer kecimol dam (singge) untuk memeriah acara begawe monggok ini, sehingga pada sore sabtu itu dilaksanakan begawe monggok untuk di ponggok itu dari keluarga dekat seperti sepupu dan lain-lain. Sehingga para keluarganya itu disambut kerumahnya dengan musik seperti gendang belek, oncer, kecimul. Kemudian keluarganya itu membawa suatu “gembuli” artinya simbol orang kaya yang berisi jajan seperti rengi, kecipur, tupat, tekel, angin-angin dan lain-lain, kemudian buahan seperti kelapa muda, pisang  dan lain-lain. Gembuli ini di antar ke tempat keluarga yang mempunyai acara begawe monggok ini.

Setelah itu selesainya di jemput para keluarga yang sebagai peserta di ponggok itu, kemudian para pembelai wanita dan laki-laki di ponggok dengan keluarga terdekat keliling ke Desa Ungga, setelah selesai sholat magrib pemleai wanita dan laki-laki di ponggok dan para kerabatnya sehingga memeriahkan acara begawe monggok. Setelah selesai acara monggok kemudian acara pada malam harinya itu ada hiburan seperti joget, rudat/drama. Pada harinya itu acara monggok digelar secara besar-besaran “singe” artinya tempat untuk di monggok, singe dan singe jaran banyak lebih kurang jumlah kira-kira 20 lebih sehingga acara begawe monggok lebih meriah dan ramai pada saat mulainya monggok para peserta di ponggok di dandan seperti kayak pengantin pergi nyongkolan, misalnya sudah selesai didandan di jemput oleh para musik itu seperti kecimul, gendang beleq, oncer, gemelan.

Sehingga para orang tua peserta di ponggok menghabiskan uangnya untuk supaya anaknya senang seperti “ngorek” artinya melempar sesuatu ketempat depan anak/atas kepala anaknya seperti, uang, jajan, minuman spirite, bir, minuman keras supaya bisa menyemprot ke atas. Sedangkan ada peserta di ponggok itu sudah dewasa atau sudah punya pacar maka pacarnya itu akan mengorek, tapi sebagian besar cewek saja yang di mengeorek tidak  ada cewek yang mengorek cewok.

Acara begawe monggok ini sehari full acaranya hanya pada saat azan berkomandan saja, selesai sholat berhenti beristirahat acara monggok ini, sehingga bisa menghibur masyarakat di Desa Ungga pada saat selesai  sholat magrib maka pemleai pria dan wanita diponggok beserta para kerabatnya yang sudah dewasa di ponggok jarang anak kecil diponggok pada malam hari tidak kayak pada pagi harinya baru banyak para anak kecil diponggok, kemudian pada siang hari peserta baru besar, setelah selesai sholat asar pesertanya banyak yang dewasa. Sehingga peserta cewek yang dewasa itu diberikan suatu kejutan oleh pacarnya yang berupa melempar uang, minuman sprite, fanta dan bir kedepan/atas kepala pacarnya itu, yang cowok ini mengajak temannya untuk membantu untuk mengorek kepada cewek supaya lebih ramai lagi, jalan Ungga itu full dengan peserta monggok pada saat itu.

selesai acara begawe monggok acara penutup namanya “perebak jangkih” dengan berupa hiburan penutup seperti rudat/drama, wayang kulit. Acara roah.

Menurut pendapat Rindawan Spd, M, Pd. “ begawe monggok tidak terlepas dari faktor keturunan yang turun-temurun, budaya, ekonomi mendukung. Yang mengadakan begawe monggok ini Keluarga yang melakukan acara begawe monggok ini banyak mengeluarkan uang utnuk biaya monggok dan keluarga juga menyumbang untuk begawe monggok, sehingga begawe monggok ini berjalan dengan baik.

Aq. Dawat: begawe monggok ini hanya turun temurun dari keluarga yang kaya bisa mengadakan begawe monggok, tapi pada zaman sekarang ini bisa mengadakan begawe monggok dominan pada ekonomi yang mendukung untuk melakukan acara begawe monggok ini. Misalnya kakaknya itu dulu diadakan cara begawai monggok maka otomatis adiknya pun disamakan dengan kakaknya dengan mengadakan begawai monggok pula pada anak yang paling kecil, tapi anak yang laki-laki saja melakukan acara begawe monggok.

Aq. Dawan: begawe monggok harus ada kerja sama dengan keluarga yang mendukung supaya didukung oleh keluarga supaya mengadakan begawe monggok, zaman dulu dinamakan “naikan” artinya naikan, berugak itu dinaikan oleh gendeng supaya tinggi dan dibikin besar berugaknya tempat sebagai tempat setelah di ponggok, berugak itu dihias supaya kelihatan lebih menarik.  

Dampak positif dan negatifnya adalah:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline