Pernahkah kalian mendengar adanya sebuah lahan penuh rerimbunan rawa-rawa atau semak namun pada akhirnya diambil alih dengan alasan pembukaan lahan baru, atau semak belukar yang tak terjamah tiba-tiba di sana berdiri gagah pabrik batu bara dan sebagainya.
Tapi kali ini penulis mendapatkan hal berbeda. Beberapa anak muda yang mengatasnamakan dirinya perkumpulan Toalean sebuah wadah yang isinya banyak komunitas dan organisasi yang memiliki visi yang sama terkait keberlangsungan bumi dan isinya.
Kesadaran anak muda itulah yang membuat mereka mengubah sebuah semak belukar yang dahulunya adalah rumpun bambu yang tak terjamah.
Mereka mengubah sekejap tempat itu menjadi kebun yang menarik. Pada bagian tengah ada ruang diskusi, dapur, bahkan di pojokan ada kamar kecil untuk buang air. Semuanya dibangun dengan kolektif kolegial.
Sejak peresmian beberapa waktu lalu, penulis turut hadir. Mereka membuka beberapa kelas, membuka diskusi lingkungan dan doa bersama. Mereka menamainya Maros Point.
Sejak saat itu, barulah penulis kembali berkunjung untuk kali kedua pada Sabtu 25 Mei 2024.
Seorang yang mengaku dirinya adalah petani membuat workshop pertanian alami. Namanya adalah Yohanes Benediktus seorang anak muda yang hobi bercocok tanam. Penulis akhirnya ikut dalam kegiatan itu.
Yohanes menjadi pembicara, ia tidak langsung masuk pada pokok pembahasan. Yohanes bertanya pada para peserta terkait permasalahan apa saja yang ada di sekitar mereka khususnya terkait masalah pertanian.