Lihat ke Halaman Asli

Beternak pun Mesti Adil pada Hewan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13921828291222718912

[caption id="attachment_295097" align="aligncenter" width="640" caption="Peternakan free-range (www.abc.net.au)"][/caption]

Marius, Jerapah jantan 18 bulan mati ditembak. Eksekutornya adalah para perawatnya sendiri di Kebun Binatang Copenhagen, Denmark, tempat Marius tinggal. Disaksikan pengunjung, termasuk anak-anak, dagingMarius kemudian dibagikan ke singa sebagai santapan. Kenapa Marius dibuat mati? Pengelola kebun binatang telah menjelaskan bahwa keputusan diambil untuk menghindari perkawinan sedarah yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kecacatan pada keturunannya.

Tahun lalu, di Kebun Binatang Taronga, Sydney, Australia, 74 binatang juga dibuat mati dengan sengaja karena alasan binatangnya sudah penyakitan, sudah sangat tua, dan juga untuk mengatur populasi binatang di kebun binatang tersebut. Bedanya, jika di Denmark ditembak maka di Australia dilakukan dengan eutanasia, suntik mati. Perbedaan lainnya, kejadian di Denmark disaksikan oleh banyak orang sedangkan di Australia tidak diperlihatkan ke publik. Daging Jerapah Marius di Denmark dijadikan santapan singa sementara bangkai 74 binatang di Australia dikubur. Menurut para penyayang binatang, cara yang dilakukan Australia lebih adil ketimbang cara yang dilakukan Denmark.

Binatang-binatang yang disuntik mati tersebut antar lain terdapat kambing gunung Himalaya, monyet hutang yang menderita pneumonia, domba gunung dengan penyakit sendi, dan lima binatang yang karena alasan mengatur populasinya di kebun binatang sehingga di-eutanasia yakni dua tikus kecil, dua tikus besar, dan seekor kelinci.

Membaca kabar-kabar dari koran tersebut di atas mengingatkan saya pada satu diskusi kecil dengan seorang kawan yang pernah bekerja di perusahaan peternakan ayam yang cukup besar. Pengalaman bekerja beberapa tahun, melihat keadaan ayam, serta kandangnya membuat kawan saya itu berkesimpulan bahwa perlakuan buruk terhadap binatang tidak hanya terjadi di kebun binatang tetapi juga berlangsung di perusahaan peternakan besar.

Di dalam bangunan kandang peternakan dengan tempat terbatas tentu saja membuat ayamtidak leluasa bergerak. Dalam keterbatasan ruang gerak itulah ayam-ayam menghabiskan masa sambil menunggu waktu dijual bagi ayam pedaging atau dipotong untuk ayam petelur jika dianggap tidak produktif lagi. Di siang hari menggunakan cahaya matahari dan cahaya lampu untuk menerangi kandang. Di malam hari meski tanpa bantuan cahaya matahari, kandang-kandang tetap terang-benderang karena cahaya lampu. Apa dampaknya bagi ayam dengan suasana dalam kandang tetap terang di malam hari?

Secara fisik, ayam menjadi tidak bisa membedakan antara siang dan malam. Karena pengaruh cahaya lampu, malam hari bagi ayam-ayam tersebut seperti siang hari. Keadaan ini membuat ayam-ayam itu seperti selalu terjaga karena merasa masih terang sehingga yang dilakukannya bukannya tertidur tetapi terus makan. Sungguh tak adil bagi ayam-ayam itu!

[caption id="attachment_295099" align="aligncenter" width="640" caption="Peternakan bukan free-range di mana ternak terkurung seharian (www.npr.org)"]

1392183201554702769

[/caption]

Rupanya yang demikian itu satu dari banyak cara pemilik peternakan untuk membuat ayam-ayam mereka menjadi cepat besar. Ayam pedaging menjadi lebih cepat gemuk karena siang-malam makan terus, sedangkan ayam petelur bisa tanpa henti bertelur karena tiada lagi jeda istirahat di malam hari. Hasilnya, keuntungan usaha pemilik peternakan terus bertambah di saat ayam-ayam itu kehilangan kehidupan normalnya sebagai makhluk hidup. Bahasa lainnya, pemilik peternakan telah memperlakukan buruk binatang karena mengurung hewan ternaknya seharian.

Bagi penyayang binatang perlakuan buruk terhadap binatang di peternakan-peternakan harus dihentikan. Salah satu bentuk perlawanan penyayang binatang terhadap perilaku buruk pemilik peternakan yang tidak menerapkan pola free-range adalah dengan tidak membeli daging dari peternakan mereka. Pola free-range adalah peternakan yang melepaskan hewan ternak berkeliaran bebas dalam area luas. Hewan-hewan tidak terkurung seharian yang memungkinkan hewan ternak tersebut mendapatkan makanan secara alamiah pula, bukan pakan anorganik yang mengandung unsur-unsur kimia.

Para penyayang binatang jika membeli daging biasanya hanya membeli daging dengan label free-range. Label ini pada daging akan membedakan sumber daging tersebut, apakah dari hewan yang diternak secara free-range atau diternak terus-menerus dalam kandang. Nah, istilah free-range juga ada pada telur, telur free-range yakni telur yang dari ayam yang dibiarkan berkeliaran bebas. Ya, kalau di Indonesia disebut telur ayam kampung-lah.

[caption id="attachment_295100" align="aligncenter" width="300" caption="perihalcantik.blogspot.com"]

13921835872073655559

[/caption]

Selain menunjukkan sikap adil terhadap binatang dengan hanya mengonsumsi daging free-range sebagaimana dicontohkan kelompok penyayang binatang, sebagian orang mengonsumsi daging free-range juga karena pertimbangan kesehatan. Daging dari hewan yang dibiarkan bebas berkeliaran mencari makanan tentu jauh lebih sehat dibanding daging dari hewan yang terkurung seharian dan hanya mengandalkan makanan yang telah bercampur bahan-bahan anorganik dan mengandung unsur kimia.

Brunswick, 12 Februari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline