Oleh : Ahmad Shobirin
Analis Kebijakan di kantor Pemerintah,
Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial IISIP Jakarta
Pendahuluan
Opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagaimana termaktub dalam PP Nomor 21 tahun 2020, dan diikuti dengan Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman merupakan kebijakan yang tepat untuk negara sebesar Indonesia ini. Tidak hanya dari segi geografisnya, tapi jumlah penduduk dan mobilitas antar daerah juga menjadi pertimbangan penerapan kebijakan ini. Dibandingkan dengan kebijakan Lockdown, yang memaksa dipergunakan cara-cara represif dan membuat situasi malah mencekam, PSBB merupakan jalan tengah untuk upaya mencegah menyebarnya virus secara cepat dan tak terkendali.
Dampak Pandemi Covid 19 ini juga berimplikasi pada pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Luasnya sektor yang terdampak dari wabah ini, dan belum adanya pengalaman mengelola kondisi darurat, mengakibatkan munculnya persoalan koordinasi dan tata kelola pemerintahan yang merugikan rakyat banyak. Bumbu politik juga ikut mewarnai bingar wacana di sosial media yang makin menambah ramai situasi penanganan pandemik ini.
Dalam konteks intervensi negara untuk membantu warga terdampak Covid 19, kita masih menghadapi ruwetnya persoalan data nasional sebagai patokan pemberian bantuan. Publik dihebohkan dengan sengkarut data penerima bansos, seperti misalnya adanya duplikasi dan ketidaktepatan (inaccuracy) data.
Dalam keadaan normal, telah ada data nasional sebagai basis data terpadu yang menunjukkan 40 persen penduduk miskin terbawah sebagai basis kebijakan intervensi bantuan sosial dan subsidi. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, sudah diatur menganai pendataan fakir miskin dan kelembagaan pemerintah yang bertanggung jawab menetapkan data fakir miskin. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) digunakan sampai saat ini, yang tidak hanya mengatur tentang data fakir miskin namun juga data penyandang masalah kesejahteraan social (PMKS) dan data potensi sumber kesejahteraan social (PSKS).
https://sinkap.info/2020/05/alur-pendataan-kemiskinan-dtks-sumber-data-bantuan-sosial-terkini/
Namun tata kelola data dan pendataan tersebut, sulit untuk diterapkan dalam kondisi seperti ini. Banyak warga masyarakat yang sebelumnya tidak masuk dalam DTKS, setelah pandemi ini terjerembab masuk dalam garis kemiskinan (poverty line) dan menjadi orang miskin baru. Oleh karena itu pemerintah telah melonggarkan kebijakan dengan memberikan keleluasaan pemda untuk memasukkan nama-nama warganya yang terdampak Covid 19 untuk mendapatkan bantuan sosial. Munculnya polemik belum rapihnya pendataan penerima bantuan social yang terdampak Covid 19 mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan akan memunculkan terganggunya ketenangan dan integrasi masyarakat.
Selain persoalan tersebut, pandemi ini memunculkan ragam dampak bagi semua lapisan masyarakat. Ekonomi terpuruk ditandai dengan banyaknya perusahaan dan industri ditutup sehingga pekerja yang di PHK, pengangguran meningkat, pedagang sepi pembeli, dan daya beli merosot. Di sektor sosial terjadi perubahan pola perilaku dan interaksi masyarakat, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga terganggu, munculnya gangguan psikologis seperti stress, dan depresi. Pemerintah berupaya merespon wabah Covid 19 dengan menyediakan anggaran sebesar 405,1 triliun, dengan rincian 75 triliun dibidang Kesehatan, 110 triliun untuk jaring pengaman sosial, 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, dan 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
Di tengah situasi tersebut, saat ini kita meoihat fenomena mulai munculnya inisitatif-inisiatif masyarakat lokal untuk membantu sesama anggota masyarakat terdampak. Inisiatif ini merupakan bentuk solidaritas sosial dan keterpanggilan nurani mereka. Tidak hanya masyarakat di dalam negeri, solidaritas juga ditunjukkan dengan adanya kepedulian antar negara, dimana negara mampu memberikan bantuan, terutama alkes dan APD bagi tenaga medis, dan bantuan kebutuhan dasar untuk warga masyarakat terdampak.
Solidaritas Sosial sebagai Respon Komunitas dalam Menghadapi Pandemi.
Masyarakat Indonesia telah banyak mengalami pasang surut peristiwa lokal maupun nasional seperti bencana alam, konflik sara, pertentangan politik, kerusuhan sosial, dan sebagainya. Kejadian ini tidak mengakibatkan masyarakat menjadi lemah, pasrah, dan chaos berkepanjangan, tapi justru menumbuhkan kematangan sebagai sebuah bangsa.