Lihat ke Halaman Asli

Ahmadsaleh

Penulis

Perempuan Dalam Statistik Hukum

Diperbarui: 31 Agustus 2023   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kondrat manusia merupakan pembawaan alamiah yang harus dihormati oleh siapapun juga. Ketika kita melihat pada historis perjuangan kaum perempuan dalam mencapai kesetaraan dan keadilan hukum yang telah dilakukan sejak dahulu, ternyata belum dapat mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan untuk dapat sejajar dengan kaum laki-laki.  

Sekalipun kekuasaan tertinggi di negeri ini pernah dipegang oleh perempuan, yakni Presiden Megawati Soekarno Putri, dan telah banyak kaum perempuan yang memegang jabatan strategis dalam pemerintahan, ketidakadilan gender dan ketertinggalan kaum perempuan masih belum teratasi sebagaimana yang diharapkan.

Kaum perempuan tetap saja termarjinalkan dan tertinggal dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang hukum. Hal  ini merupakan tantangan berat bagi kaum perempuan dan pemerintah. Diantara Peraturan Perundang-undangan yang mengandung muatan perlindungan hak asasi perempuan yakni; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang Politik UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008).  

Kekurangan dari undang-undang perihal perempuan yang konkrit adalah lingkup pengaturan yang dibatasi hanya dalam cakupan domestik, yaitu mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan atau berada dalam satu domisili yang sama, sehingga tidak dapat diberlakukan kepada korban yang tidak memenuhi kategori lingkup domestik tersebut.  

Karenanya sulit untuk mengatakan bahwa secara umum semua bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik, psikis, ekonomi maupun kekerasan seksual (terutama  terhadap  korban  perempuan)  sudah mendapat pengaturan di dalam hukum pidana Indonesia.

Selain dari sisi substansi aturan hukum, tantangan yang dihadapi adalah dari struktur penegakan hukum dan budaya  hukum.  Di bidang struktur penegak hukum, sebagai korban atau saksi, perempuan memerlukan kondisi tertentu untuk dapat memberikan keterangan dengan bebas tanpa tekanan. Untuk itu proses perkara, mulai dari penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, hingga persidangan perlu memperhatikan kondisi tertentu yang dialami perempuan.

Misalnya saat dilakukan penyidikan, perempuan korban kekerasan tentu membutuhkan ruang tersendiri, apalagi jika kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual yang tidak semua perempuan mampu  menyampaikannya secara  terbuka. Demikian pula terkait dengan persidangan yang membutuhkan jaminan keamanan baik fisik maupun psikis.  

Apa yang dilakukan oleh aparat  Penegak Hukum menunjukkan bahwa mereka belum mengutamakan kepentingan korban. Sehingga akses keadilan bagi korban perempuan terhambat bahkan korban kehilangan hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline