...................................................................................................
Selesai membayar jasa angkutan, saya dan rekan-rekan yang lain segera melihat situasi terlebih dahulu di sekitar masjid. Tampak bagian teras masjid yang belum ditempati, saya pun pergi ke tempat itu dan melepas semua barang bawaan. Suasana malam itu sangat ramai di bagian luar Masjid At-Taqwa nama masjid tersebut. Hampir sebagian besar teras masjid sudah ditempati beristirahat oleh calon penumpang yang akan berangkat besok pagi.
Setelah beberapa lama beristirahat di masjid, saya pun tertidur karena factor kecapaian karena kemarinnya hampir seharian tidak pernah istirahat dan semalaman juga hampir separuh malam dihabiskan dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Surabaya. Agar badan menjadi lebih segar besok pagi, saya berusaha tidur di sisa waktu malam itu. Dengan menggunakan tas sebagai bantal dan berselimut menggunakan jaket berharap dapat tidur nyenyak sampai datang waktu subuh. Menjelang waktu subuh, saya segera terjaga karena seperti halnya di Lombok terdengar dengan jelas di luar sana yang dekat dengan masjid tempat saya beristirahat orang sedang shalawatan. Saya pun segera bangun ketika adzan dikumandangkan. Saya mencari kamar mandi untuk mengamankan perut dan tentunya sekedar membasuh muka agar merasa sedikit lebih segar.
Setelah selesai membasuh muka, saya langsung mengambil air wudlu untuk segera melaksanakan sholat subuh secara berjamaah. Syukur Alhamdulillah, saya bisa bangun menjelang subuh dan tentunya bisa berjamaah dalam sholat. Selesai sholat saya langsung keluar dan melihat-lihat situasi di sekitar masjid. Karena masih gelap saya hanya diam di sekitar tempat tidur dan barang-barang bawaan. Selang beberapa lama, saya sangat terkejut sekali karena di halaman masjid tampak jelas dua orang rekan saya yang tertinggal di Stasiun Lempuyangan karena terlambat naik kereta. Bukan hanya saya yang melihat, tetapi rekan-rekan yang lain juga melihatnya.
Dari kejauhan saya memastikan bahwa rekan saya yang tertinggal itu adalah benar-benar mereka berdua. Dalam hati, saya sangat bersykur sekali karena setelah putus kontak sejak berpisah di stasiun saya sangat khawatir dan sedih sekali. Sebelum saya menghampiri mereka berdua, terlebih dahulu salah seorang rekan saya yang paling dipercaya dan dituakan untuk menghampiri mereka. Dalam hatiku berbagai macam perasaan dan pertanyaan bergejolak. Seperti apakah reaksi mereka? Maukah mereka memahami keadaan semalam yang membuat saya dan rekan-rekan bisa terpisah dengan mereka? Ataukah maukah mereka berteman lagi dengan saya setelah meninggalkan mereka walaupun tanpa disengaja di stasiun?
Dari kejauhan saya mengawasi rekan yang mendekati mereka. Setelah beberapa lama Pak Rudi yang pertama kali menghampiri mereka akhirnya meninggalkan mereka berdua dan kembali di tempat kami beristirahat. Setelah sampai di dekat saya, Rudi pun berkata "Ayo Pak Din jenguk mereka berdua. Minta maaf kepada mereka berdua." Tanpa basa basi saya pun menghampiri mereka berdua. Ada perasaan berat dan ragu-ragu menemui mereka. Namun, saya harus kuat dan berani. Apapun yang terjadi saya harus menemui mereka. Saya harus berani bertanggung jawab. Daripada menghindar dan tidak menyelesaikan masalah lebih baik saya bertemu mereka dan mengaku bersalah.
Setalah sampai di depan mereka berdua, saya langsung meminta maaf. Mungkin mereka serius atau tidak, pada awalnya mereka seakan masih marah pada saya. Tapi, sesuatu yang wajar setelah mereka merasa ditinggal. Namun, karena keadaanlah yang membuat mereka menjadi tertinggal begitu juga dengan saya. Saya merasa tidak sengaja untuk meninggalkan mereka. Saya tidak banyak bicara saat itu. Tidak seperti sebelum kejadian yang apabila bersama selalu bersenda gurau. Dan beberapa saat setelah saya bersamanya datang rekan yang lain juga untuk meminta maaf. Saya pun undur diri untuk pergi ke tempat saya menaruh barang bawaan. Namun sebelum meninggalkan tempat salah seorang dari mereka mengatakan " .... jangan menutup mata lagi." Aku hanya diam saja sambil berlalu karena sudah terlanjur mau pergi. Setelah sampai ke tujuan saya sempat merenungkan perkataan rekan saya itu. Namun, dalam benakku tidak mungkin akan marah terus-terusan. Palingan keadaan akan balik lagi.
Setelah agak lama terpisah dengan mereka, saya pun kembali lagi bergabung. Keadaan sudah semakin mencair. Hubungan komunikasi sudah mulai rada-rada menjurus ke normal. Peristiwa di Stasiun Lempuyangan semalam mulai mengemuka dalam komunikasi. Salah seorang di antara mereka mulai bercerita bahwa salah satu yang menyebabkannya telah naik kereta api karena jasa transportasi baru dibayar setelah turun dari kendaraan dan bayarnya pun tidak menggunakan uang pas. Sehingga sebelum selesai pembayaran, kereta api sudah jalan. Salah seorang lagi berkata, "Sudah ditinggal, tasnya ditinggal lagi. Maunya tidak saya bawakan, tetapi tidak sampai hati." Dan banyak lagi hal-hal yang dibahas. Saya mulai merasa tenang karena mereka berdua sudah tidak terlihat marah.
Setalah keadaan benar-benar sudah mulai normal, perasaan sudah mulai tenang dan senang. Sayapun mulai bersenda gurau walaupun belum seratus persen seperti semula. Tapi paling tidak sudah tidak lagi khawatir seperti semalam sewaktu di kereta api. Setelah beberapa lama saya dan rekan-rekan segera membeli nasi yang dijajankan di sekitar masjid untuk sarapan pagi. Setalah selesai sarapan saya dan rekan-rekan bersiap-siap untuk berangkat ke ruang tunggu di bandara agar tidak terlambat lagi. Pagi itu saya dan rekan-rekan akan pulang kampung setelah seminggu lalu mengikuti kegiatan pelatihan di Kota Malang. Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H